Category: Gerilya

You can add some category description here.

  • Ditusuk Menggunakan Tulang Kasuari dan Pisau

    KETERANGAN GAMBAR: Korban Evana Helan Ayer terbaring di RSUD Dok II

    Korban Evana Helan Ayer terbaring di RSUD Dok II Jayapura didampingi sang suami Bripda Yan Ayer
    Penyerangan Pos Polisi di Ditsrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (8/1) kemarin, oleh segerombolan orang tak dikenal membuat korban Evana Helan Ayer menderita luka serius.

    PENUTURAN suami korban yang juga korban penyerangan pada saat itu, Bripda Yan Ayer menjelaskan, ketika penyerangan terjadi dirinya bersama seorang anggota lainnya dan istri Kapospol serta istri Evana berada di pos Polisi itu. Namun sebelum kejadian, Bripda Yan Ayer bersama rekannya dan beberapa masyarakat sedang berada di depan pos sambil menonton Televisi, Kamis (8/1) malam sekitar pukul 20.00 WIT.

    Tak lama Yan Ayer bersama teman anggotanya dan istri Kapospol pergi ke dapur untuk makan malam, sedangkan korban pada saat itu berada di kamar karena SEDANG sakit.

    Ketika mereka berada di dapur dan melihat keadaan pos tidak sedang dijaga, sekitar 20-an orang menyerang Pos Polisi sambil membawa berbagai alat tradisional.

    Sontak masyarakat yang berada di pos ikut lari menyelematkan diri, lalu para pelaku mengobrak-abrik pos Polisi sambil mencari tepat penyimpanan senjata.

    “Kami berdua tidak mengetahui adanya penyerangan itu, hanya mendengar ribut-ribut ketika di dapur. Begitu mau keluar dapur, ternyata beberapa orang sudah berada didepan pintu sambil mengayunkan parang, sontak kami pun lari lewat pintu belakang dapur,” ujar Yan kepada wartawan di RSUD Dok II Jayapura, Sabtu (10/1) kemarin.

    Ketika melihat beberapa orang berada di depan pintu dapur, Bripda Yan Ayer bersama rekannya dan istri Kapospol langsung lari ke Hutan untuk menyelamatkan diri, sedangkan istrinya Evana masih dikamar.

    Para pelaku yang telah menguasai pos Polisi itu, seluruh ruangan dimasukin termasuk kamar anggota yang masih bujang untuk mengambil senjata lalu sebanyak lima pelaku masuk ke kamar korban.

    Korban pun sempat terkaget dengan masuknya para pelaku ke kamarnya, lalu korban ditusuk menggunakan alat tradisional yang diduga merupakan tulang kasuari dibagian punggung bagian kiri hingga tembus lalu tangan kanan korban pun ditusuk dengan pisau.

    “Jadi pada saat kejadian, istri saya berada di kamar satunya karena sakit, sedangkan senjata yang diambil berada di kamar paling depan (kamar anggota bujang-red) dan kamar satunya dikunci,” terang Bripda Yan Ayer.

    Setelah menguasai senjata, para pelaku langsung kabur dengan membawa 4 buah Senpi jenis SS1 lalu sempat menembakkan senjata tersebut secara berentetan. Setelah keadaan mulai sunyi, Bripda Yan Ayer dan rekannya kembali ke pos untuk menyelamatkan istrinya, namun ketika tiba di pos dirinya melihat sang istri telah berlumuran darah didalam kamar.

    Korban pun dibawa keluar untuk menyelamatkan diri, tak jauh dari pos terdapat asrama Guru SD sehingga seluruh korban menyelamatkan diri di asrama tersebut.

    Sekitar pukul 23.30 WIT, korban Evana langsung dibawa ke rumah sakit di Mulia Ibukota Puncak Jaya guna mendapatkan pertolongan pertama. Setelah dirawat dan korban lainnya melapor ke Polres Puncak Jaya, korban langsung dikirim ke Rumah Sakit Dok II Jayapura.

    Menurut keterangan Yan, akibat tusukan yang dihujamkan kepada istrinya itu, hampir mengenai paru-paru korban sehingga korbanpun sempat tak sadarkan diri. Namun hingga berita ini diturunkan, korban yang kini dirawat di RSUD Dok II Jayapura sudah nampak sehat dibandingkan dengan pertama terkena tusukan.(islami)

    Ditulis Oleh: Islami/Papua Pos
    Senin, 12 Januari 2009
    http://papuapos.com

  • Kapolda Deadline OPM 3 Minggu

    KETERANGAN GAMBAR: TINJAU : Kapolda Papua didampingi Kapolres Puncak Jaya AKBP. Chris Rihulay , Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe saat berada di TKP Pospol Tingginambut

    MULIA (PAPOS) -Pasca penyerangan di Pospol (Pos Polisi) Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Kapolda Papua Irjen Pol Drs Fx Bagus Ekodanto, Sabtu (10/1) lalu, meninjau langsung Tempat Kejadian Perkara (TKP)

    Kapolda Papua dalam kunjungannya didampingi Direskrim Polda Papua Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw, Dansat Brimob Polda Papua Kombes Pol Drs Wirawibawa, Dir P3D Polda Papua AKBP Suparno, Kasat 4 Intelkam Polda Papua AKBP Baron Hadi Darmawan.
    Rombongan Kapolda Papua dijemput Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe SIP, beserta para pejabat dilingkungan pemkab Puncak Jaya. Setelah istirahat di ruang VIP Bandara Mulia, Kapolda beserta rombongan beserta Bupati Puncak Jaya menuju Distrik Tingginambut menggunakan kendaraan roda empat.

    Setibanya di TKP Kapolda melihat kondisi Pospol Pasca penyerangan. Di sini Kapolda sempat mendapat laporan dari dua anggota Pospol yang juga saksi atas kejadian penyerangan tersebut. Selain itu, juga dilakukan olah TKP oleh aparat dari Reskrim Polda Papua dan Polres Puncak Jaya.

    Seusai mengunjungi Pospol Tingginambut Kapolda Papua Irjen Pol Drs Fx Bagus Ekodanto dan Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe SIP, melakukan pertemuan dengan para kepala kampung, kepala suku, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan di halaman kantor Distrik Tingginambut.

    Dihadapan masyarakat Kapolda Papua meminta agar dapat selalu menjaga semua fasilitas yang telah di siapkan oleh pemerintah seperti pospol karena bangunan ini dibangun untuk menjaga keamanan dimasyarakat.

    Kapolda juga meminta kepada masyarakat agar dapat memberikan informasi kepada pihak keamanan maupun pemerintah mengenai keberadaan empat pucuk senjata yang di curi oleh masyarakat pada saat penyerangan Pospol, Kamis (8/1) lalu.

    “Kalau ada masyarakat yang lihat senjata tolong beritahukan kepada pihak keamanan atau pemeritah untuk dikembalikan” pinta Kapolda Papua.

    Menjawab pertanyaan wartawan mengenai upaya pencarian senjata yang hilang, Kapolda Papua mengatakan, pihaknya akan menyerahkannya terlebih dahulu kepada pihak keluarga untuk melakukan pendekatan secara kekeluargaan dalam mencari keberadaan empat pucuk senjata yang diambil pada penyerangan Pospol Tingginambut.

    ”Kita melakukan pendekatan sacara damai, dan kita serahkan dulu kepada tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, untuk bisa berbuat lebih dahulu sebelum kami mengambil langkah yang lain” terang Kapolda.

    Pihaknya juga kata Kapolda memberikan himbauan kepada masyarakat untuk dapat membantu aparat untuk menemukan senjata yang diambil. “Kami tetap memberikan waktu selama tiga minggu kepada pihak masyarakat untuk membantu aparat dalam menemukan dan mengembalikan senjata yang di bawa, karena barang tersebut belum dibawa pergi jauh tapi masih disekitar daerah ini” ujar Kapolda.

    Ketika disinggung soal penambahan pasukan Kapolda mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan penambahan pasukan tetapi akan menggunakan pasukan yang ada saat ini.

    Ke depan pihaknya akan menaikan status dari Pospol Tingginambut menjadi Polsek, jelasnya. ”Kedepan kami sudah berencana untuk mejadikan Pospol Tingginambut sebagai Polsek namun dengan kejadian ini maka akan mempercepat proses pembentukan Polsek Tingginambut” kata Kapolda.

    Kapolda juga menjelaskan bahwa dengan adanya kejadian penyerangan ini pihaknya tidak akan akan memberikan jarak kepada masyarakat dalam pelayanannya.

    “Polri dengan TNI tidak membatasi jarak dengan masyarakat, namun dari kejadian ini menunjukan adanya kepentingan oknum atau kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi dengan kedekatan hubungan masyarakat dengan aparat” ujar kapolda.

    Kapolda menambahkan, penggalangan yang selama ini telah dilakukan akan tetap dilakukan untuk sama-sama membangun daerah ini dan kembali ke pangkuan NKRI, ungkap Kapolda.(fredy)

    Ditulis Oleh: Fredy/Papos
    Senin, 12 Januari 2009
    http://papuapos.com

  • Pencarian Senjata Terus Dilakukan

    [JAYAPURA] Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Papua Irjen Pol Fx Bagus Ekodanto memerintahkan untuk terus dilakukan pencarian senjata yang dirampas kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) ketika terjadi penyerangan ke Pos Polisi Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua pekan lalu.

    “Kepala Polda Papua telah memberi batas hingga tiga minggu kepada para tokoh masyarakat, adat, dan agama agar dapat mengatasi permasalahan ini, kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Agus Riyanto saat dihubungi SP, Senin (12/1) pagi, di Papua.

    Disinggung tentang kemungkinan penambahan pasukan, Agus menjawab, tidak ada penambahan pasukan. Situasi di Puncak Jaya kini sudah aman terkendali.

    Menurut Agus Fakaubun, Pegawai Negeri Sipil Puncak Jaya mengatakan, setelah penyerangan di Pos Polisi Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, aktivitas masyarakat sudah berjalan dengan normal. Semua masyarakat dan aktivitas kantor sudah berjalan dengan normal.

    Kepala Polda Papua Irjen Pol Fx Bagus Ekodanto, Sabtu (10/1) lalu, meninjau langsung tempat kejadian perkara. [154]

  • Pospol Tingginambut Diserang

    JAYAPURA (PAPOS) -Pos Polisi (Pospol) Tingginambut di Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (8/1) malam sekitar pukul 21.00 WIT, diserang sekelompok masyarakat.

    Akibat serangan itu, 4 pucuk senjata api (senpi) laras panjang hilang, dan 1 orang korban luka terluka akibat tikaman menggunakan parang pada punggung korban.

    Data yang berhasil dihimpun Papua Pos menyebutkan, sekelompok masyarakat yang datang menyerang Pospol menggunakan parang dan kapak langsung merusak bangunan Pospol, disamping membawa kabur 4 pucuk senjata, mereka juga melukai istri anggota Pospol atas nama Ivana Helan.

    Pada saat kejadian di Pospol dijaga dua orang anggota polisi serta dua orang istri anggota termasuk korban IvanaHelan, serta seorang anak.

    Sementara itu, korban atas nama Ivana Helan kemarin sekitar pukul 15.00 WIT (jam 3 sore) diberangkatkan ke Jayapura guna mendapatkan perawatan medis setelah dirawat intensif di RSUD Mulia.

    Korban yang diterbangkan ke Jayapura dengan menggunakan pesawat milik perusahaan penerbangan susi air ini juga nampak Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe, SIP. Wakapolres Puncak Jaya Kompol Marselis serta beberapa pejabat Pemkab dan Polres Puncak Jaya yang ikut mengantar korban.

    Hingga berita ini diturunkan pihak Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya tengah melakuan rapat yang dipimpin Bupati Puncak Jaya.

    Dugaan kuat penyerangan ini dilakukan oleh kelompok Goliat Tabuni/Anton Tabuni. Mereka berhasil merampas empat pucuk senpi laras panjang 3 pucuk jenis SS1 dan 1 pucuk senjata V2.

    Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe, SIP yang dihubungi Papua Pos melalui telepon selularnya, Jumat (9/1) siang mengakui adanya penyerangan yang dilakukan kelompok Tabuni terhadap Pos Polisi di Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (8/1) malam. Akibat aksi penyerangan ini empat pucuk senjata laras panjang berhasil dibawah kabur oleh kelompok Tabuni.

    Penyerangan yang dilakukan secara tiba-tiba oleh kelompok Tabuni mengagetkan anggota Pospol yang berada di dapur. Anggota Pospol tidak bisa kedepan karena pintu antara dapur dan ruang tamu diblokir oleh kelompok Tabuni sehingga anggota tidak bisa menyelamatkan empat senpi yang berada di kamar tidur. Dalam penyerangan ini salah seorang ibu bhayangkari istrinya brigda Yan Ayer atas nama Evana Ayer terkena tusukan pada bagian belakang dan tembus pada dada sebelah kiri.

    Aksi penyerangan ini langsung disikapi oleh pemerintah Puncak Jaya dengan melakukan rapat koordinasi kemanan dengan TNI, Polri, Pemerintah dan masyarakat Tinggi Nambut untuk selanjutnya akan disampaikan kepada Kapolda Papua dan Panglima Kodam, dimana rencannya hari ini, Sabtu (10/1) Kapolda dan Pangdam XVII/Cenderawasih akan tiba di Puncak Jaya.
    (fredy/bela)

    Ditulis Oleh: Fredy/Javaris/Papos
    Sabtu, 10 Januari 2009
    http://papuapos.com

  • Identitas Pelaku Telah Dikantongi

    JAYAPURA (PAPOS)- Penyerangan terhadap Pos Polisi (Pospol) di Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (8/1) kemarin pukul 21.00 WIT yang menyebabkan salah seorang istri anggota Polisi bernama Ivana Ayer mengalami tusukan di bagian dada kiri, kini identitas pelaku telah dikantongi Polda Papua.

    Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto mengatakan, salah satu pelaku dari segerombolan orang telah diketahui identitasnya, namun dirinya belum dapat memastikan dari kelompok mana para pelaku yang melakukan penyerangan tersebut. “Salah satu pelaku dari penyerangan di Pos Polisi itu sudah diketahui, setelah salah satu masyarakat yang ikut nonton di Pos Polisi mengenali salah satu pelaku namun tidak dipastikan dari kelompok apa,” ujar Kapolda kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (9/1) kemarin.

    Menurut Kapolda, penyerangan dilakukan oleh kurang lebih 20 orang yang mendatangi Pos Polisi tersebut dengan membawa berbagai senjata tradisional, lalu menyerang Pos yang hanya dijaga dua orang Polisi dan ditemani dua orang masyarakat yang pada saat itu sedang menonton TV.

    Tepat pukul 21.00 WIT, 20 orang tiba-tiba menyerang Pos Polisi itu. Lalu ketika melihat adanya penyerangan itu, kedua Polisi dan dua orang masyarakat langsung melarikan diri karena tidak ada persiapan.

    Selain mengambil 4 pucuk Senpi jenis SS 1 dan 61 peluru, istri salah satu anggota Polisi yang berjaga di Pos bernama Bripda Yan Ayer menjadi korban penyerangan. Dimana, pada saat kejadian korban berada didalam kamar tepat di Pos Polisi tersebut sedang tertidur.

    Atas kejadian tersebut, korban langsung dilakukan evakuasi dan dikirimkan ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan penanganan medis. Disamping itu, Kapolda Papua mendapatkan dukungan dari tokoh masyarakat dan tokoh adat di Puncak Jaya untuk mengusut kasus tersebut. Dari kejadian itu pula, Kapolda menghimbau agar senjata yang diambil hendaknya dapat dikembalikan.

    “Kami menghimbau melalui tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama kepada pelaku setelah diketahui identitasnya, kami harapkan barang bukti berupa senjata agar dikembalikan,” tegas Kapolda.

    Dari kejadian itu, Kapolda menegaskan akan dilakukan tindakan tegas kepada para pelaku penyerangan. Sedangkan dari informasi yang didapatkan, hari ini direncanakan Kapolda didampingi Dir Reskrim Polda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih akan mendatangi TKP untuk penyelidikan lebih lanjut.(islami)

    Ditulis Oleh: Islami/Papos
    Sabtu, 10 Januari 2009
    http://papuapos.com

  • OPM Beraksi di Puncak Jaya

    [JAYAPURA] Kelompok separatis bersenjata atau gerombolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerang Pos Polisi Tingginambut, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua, Kamis (8/1) sekitar pukul 21.00 WIT.

    Akibat penyerangan yang berlangsung cepat itu, empat senjata polisi yang bertugas di Pos Pol Tingginambut tersebut dirampas dan dibawa kabur pelaku. Tidak hanya itu, Ivana Helan (21), istri anggota Pos Pol bernama Bripda Yan Pieter Aer mengalami luka tikam di dada sebelah kiri hingga tembus ke belakang. Kini korban kritis dirawat RS Bhayangkara, Kotaraja, Abepura.

    Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Irjen Pol FX Bagus Ekodanto saat dikonfirmasi membenarkan adanya penyerangan Pos Pol Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya tersebut.

    “Kejadiannya, malam pukul 21.00 WIT dan baru dilaporkan Jumat (9/1) pagi pukul 07.30 WIT oleh masyarakat ke pos Brimob yang diteruskan ke Mapolres Puncak Jaya,” kata Bagus, di Jayapura, Jumat (9/1) malam.

    Kapolda mengakui adanya empat pucuk senjata, yakni tiga pucuk SS1 V1, satu pucuk SS1 V2 bermagasin dengan peluru sebanyak 61 butir telah dibawa kabur pelaku. Polisi tengah mengejar pelaku penyerangan Pos Pol Tingginambut tersebut dari Polres Puncak Jaya dan Brimob yang telah tiba di TKP sekitar pukul 08.30 WIT, dan langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). [154]

  • Kapolda Pelajari Kasus 1 Desember

    SERTIJAB : Kapolda Papua saat memimpin sertijab 5 Kapolres
    SERTIJAB : Kapolda Papua saat memimpin sertijab 5 Kapolres

    JAYAPURA (PAPOS) -Kapolda Papua Irjen Pol Drs F.X Bagus Ekodanto mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih mempelajari kasus 1 Desember termasuk deklarasi yang dibacakan saat itu.

    “Kami masih mempelajari dan menunggu laporan dari Dir Intel Polda Papua,” kata Kapolda Papua seusai Sertijab para pejabat di lingkungan Polda Papua, Jumat (12/12) kemarin.

    Bila nantinya sudah cukup bukti pihaknya lanjut Kapolda akan memproses lebih lanjut kasus tersebut. Peringatan hari kemerdekaan Papua 1 Desember yang dipusatkan di lapangan tempat makam Thyes di Sentani itu, ditandai dengan pembacaan deklarasi kemerdekaan yang dibacakan Sekretaris Jenderal Presedium Dewan Papua (PDP) Thaha Al Hamid.

    Sementara itu, sebelumnya Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI A.Y Nasution kepada wartawan mengatakan, deklarasi yang dilakukan 1 Desember lalu itu belum mengarah disintegrasi bangsa.

    “Penanganan kasus tersebut menjadi tanggung jawab polisi,” tegas Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI A.Y Nasution.

    Sertijab Lima Kapolres

    Sementara itu dalam sambutan ketika memimpin Sertijab Kapolda dalam sambutannya mengatakan, serah terima jabatan merupakan hal yang biasa dan wajar, karena selain merupakan kebutuhan organisasi dalam rangka menjaga dinamika dan kinerja organisasi, hal ini juga merupakan bagian dari pola pembinaan personel dilingkungan Polri dalam rangka penyegaran dan peningkatan karir pejabat yang bersangkutan.

    Kapolda menegaskan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disamping telah menimbulkan perubahan besar yang bersifat positif dalam berbagai aspek kehidupan manusia, telah dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk meningkatkan kualitas berbagai jenis kejahatan antara lain, kejahatan antar negara seperti, perdagangan gelap Narkotika, pencucian uang, terorisme, perdagangan manusia (Trafficking) illegal logging, illegal fishing dan illegal mining.

    Oleh karena itu, Kapolda menyebutkan tantangan dan tugas yang dihadapi Polri termasuk jajaran Polda Papua kedepan akan semakin berat dan kompleks. Untuk itu, dalam mengantisipasi keadaan ini, dirinya menegaskan kepada seluruh Kapolres/Kapolresta untuk selalu meningkatkan kewaspadaan, sehingga terdadak pada situasi yang terkadang meningkat secara sporadis.

    “Setiap anggota Polri tidak boleh hanya bersikap reaktif, tetapi justru harus selalu bersikap proaktif terhadap perkembangan lingkungan dengan memberdayakan segala potensi yang ada,” ujar Kapolda.

    Dalam kesempatan itu pula kepada para Kapolres/Kapolresta dan Polres persiapan di jajaran Polda Papua, Kapolda menekankan agar melakukan kerjasama sebaik-baiknya dengan pihak-pihak terkait yang dapat membantu tercapainya sasaran organisasi, karena menurutnya tidak ada satupun komponen masyarakat, bangsa dan negara ini yang tidak penting.

    Selain itu, Polri harus menjadi panutan dan dapat ditauladani oleh semua pihak serta menciptakan gagasan atau ide cemerlang, sehingga dapat memberikan perubahan bagi kemajuan organisasi dan masyarakat.

    Serta jangan pernah mendiamkam penyimpangan sekecil apapun yang terjadi, dimana harus dilakukan secara proposional dan profesional untuk menemukan sebab-sebab yang menimbulkan penyimpangan tersebut.

    Disisi lain Kapolda berpesan, agar setiap anggota Polri dapat memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat secara tepat dan tidak diskriminatif. Kepentingan masyarakat adalah hal utama yang harus didahulukan, agar keberadaan Polri ditengah masyarakat benar-benar dapat dirasakan.

    Adapun nama-nama pejabat/Kapolres dilingkungan Polda Papua yang dimutasi ialah, Kapolres Sorong, Sorong Selatan, Merauke, Jayapura dan Sarmi.

    Kapolres Sorong, AKBP Drs. I Labha Suradnya, MM diangkat menjadi Wadir Samapta Polda Bali dan digantikan AKBP Ida Bagus KD Putra Narenrda, S.ik, M.Si.

    Kapolres Sorong Selatan, AKBP Drs. Yan Frits Kaiway menjadi Irbid Ops Itwasda Polda Papua dan digantikan AKBP Darwanto. Kapolres Sarmi, Kompol Robert E. Djari diarakan menjadi Kasat I Dit Intelkam dan digantikan AKBP Djoko Prihadi, SH.

    Kapolres Jayapura, AKBP Drs. Didi Suprihadi Yasmin menjadi Wadir Reskrim Polda Papua dan digantikan AKBP Mathius D. Fakhiri, S.ik dan Kapolres Merauke, AKBP Drs. I Made Djuliadi, SH menjadi Wadir Samapta Polda Papua dan digantikan AKBP Hadi Ramdani, SH.(islami/ant)

    Ditulis Oleh: islami/Ant/Papos
    Sabtu, 13 Desember 2008
    http://papuapos.com

  • Penangkapan Bucthar Kekeliriuan Besar

    KESEHATAN : Sebelum dilakukan penyidikan Bucktar Tabuni dicek kesehatannya
    SENTANI(PAPOS) –Peningkatan status Bucktar Tabuni, Ketua Panitia IPWP Dalam Negeri, dari saksi menjadi tersangka kasus dugaan Makar, oleh Sekjen IPWP Dalam Negeri Viktor F Yeimo, dinilai kekeliruan besar. Pasalnya menurut dia, kondisi dilapangan berbeda dengan pasal hukum untuk menjerat Bucthar, karena Bucthar bukan melanggar hukum, tetapi apa yang dilakukannya adalah memperjuangkan demokrasi, keadilan dan HAM di atas tanah Papua.

    “Kami minta Bucktar harus dilepas, sebelum dicari solusi lain yang lebih baik untuk penyelesaian kasus ini,” ujar Viktor yang juga Koordinator Posko Makam Theys saat memberikan Keterangan Pers kepada Wartawan di makam Theys Selasa (9/12) kemarin, bersama perwakilan mahasiswa dan masyarakat Koteka.

    Menurutnya, persoalan Buktar adalah persoalan politik yang tidak mendapatkan tempat untuk diselesaikan oleh pemerintah, akhirnya dihadapkan dengan persoalan hukum positif.

    Hal ini lanjut dia, mulai menimbulkan kecurigaan setelah muncul kelompok-kelompok yang coba membuat pernyataan-pernyataan mewakili mahasiswa, masyarakat adat pegunungan tengah.

    Padahal kata Viktor, secara nyata diketahui bahwa mereka adalah kelompok yang digunakan oleh oknum tertentu, sehingga dinilai penangkapan Bucthtar murni padat dengan konfirasi politik.

    Untuk itu Viktor mendesak perlu dijelaskan bahwa Buktar Tabuni merupakan anak Papua yang memperjuangkan hak-hak dasar orang Papua, bukan hanya untuk orang pegunungan tengah saja.

    Sebagai bukti lantas Viktor membeberkan kepulangan 917 mahasiswa, sehingga jangan dikatakan tidak benar, hal lain juga bisa dilihat dengan pendirian posko dihuni beberapa komponan perwakilan mahasiswa dari Merauke, perwakilan eksodus wilayah tengah, tim legislasi Aliansi Mahasiswa Pegunungan Papua Indonesia (AMPTIP) dan Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DEMMAK) Muly Kogoya.

    “Kami minta jika Bucthar belum bisa dilepaskan, kami sebagai masyarakat adat akan mencari solusi yang lain,” tegas Hubertus Mabel kepada wartawan menambahkan.

    Sementara itu, Ketua Senat STT Wallter Post Jayapura Petrus O.B mengatakan, semua komponen masyarakat yang ada di tanah Papua harus menganut sistem demokrasi yang sebenarnya tanpa harus ditekan dengan berbagai situasi politik.

    Soalnya, kalau ditarik dari sisi teologis sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari, bahwa bulan Desembar adalah bulan untuk merayakan kemenangan orang Papua, sehingga harus dijaga tanpa menciptakan suasana yang kacau.

    “Polisi segera lepaskan Buchtar, sehingga tidak mengotori bulan damai ini,”tegasnya. (nabas)

    Ditulis Oleh: Nabas/Papos
    http://papuapos.com
    Rabu, 10 Desember 2008

  • Massa Tuntut Buchtar Dilepas Tanpa Syarat

    Sementara itu, penangkapan Buchtar Tabuni langsung memantik reaksi dari para pendukungnya, termasuk aktivis dari teman-teman Buchtar Tabuni dengan menggelar unjuk rasa di depan Pintu Gerbang Masuk Polda Papua, sekitar pukul 15.00 wit.

    Puluhan massa ini datang menggunakan dua buah truck yang berhenti tidak jauh dari Mapolda Papua, lalu berjalan kaki dan melakukan orasi di depan Mapolda Papua yang menuntut agar Buchtar Tabuni dibebaskan Polda Papua.

    Sebelumnya, Markus Haluk bersama Mama Yosepha Alomang dan 3 rekannya datang naik taksi masuk ke Mapolda Papua, namun dihentikan di pos penjagaan sehingga mereka memilih duduk – duduk di depan pos tersebut dan bersikeras untuk bertemu langsung Direskrim Polda Papua, Kompol Drs Paulus Waterpauw. Hanya saja, petugas polisi yang memberikan penjelasan agar mereka lapor terlebih dahulu untuk diketahui maksud dan tujuannya, namun ditolaknya.

    Dalam aksi unjuk rasa itu, Viktor Yeimo dalam orasinya mendesak agar Polda Papua membebaskan tanpa syarat Buchtar Tabuni. “Buchtar Tabuni harus dibebaskan tanpa syarat,” tegasnya. Massa juga mempertanyakan penangkapan terhadap Buchtar Tabuni yang disebut-sebut aktivis pembela HAM oleh pendukung dan temannya ini. Bahkan, dalam orasinya, Viktor menilai bahwa penangkapan itu diduga menyalahi prosedur.

    Tidak hanya itu, penangkapan itu dinilai sebagai aksi premanisme. “Penangkapan Buchtar Tabuni tanpa surat pemberitahuan. Ini cara premanisme,” tudingnya.

    Sebelumnya, Direskrim Polda Papua, Kombes Pol Paulus Waterpauw menyatakan penangkapan terhadap Buchtar Tabuni ini, setelah sebelumnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus dugaan makar dan penghasutan yang dilakukannya dalam aksi demo di depan Expo Waena dan Uncen, Oktober lalu.
    Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh Buchtar bukan tanggungjawabnya saja, tetapi tanggungjawab semua karena yang melakukan aksi tersebut bukan Buchtar sendirian. Untuk itu, pihaknya juga meminta polisi untuk menangkap semua yang ikut demo tersebut. “Kami semua siap masuk penjara,” ujarnya.
    Mereka juga berdalih bahwa unjuk rasa yang dilakukan Buchtar Tabuni tersebut telah dijamin oleh Undang-Undang tentang penyampaian pendapat di depan umum.

    Demo ini sempat mengundang perhatian warga yang lewat dan sempat membuat jalan tersendat, sehingga polisi lalu lintas mengamankan jalannya aksi ini dan petugas lainnya menjaga di depan gerbang. Tidak lama, datang mobil watercanon.

    Kompol Wempi sempat bernegosiasi dengan koordinator demo, namun mereka tetap ngotot ketemu Direskrim. Begitu juga, saat AKBP Petrus Waine, mewakili Direskrim Polda Papua juga ditolaknya. Kapolresta Jayapura, AKBP Roberth Djoenso SH juga sempat memantau langsung unjuk rasa di depan pintu gerbang Mapolda Papua tersebut.

    Akhirnya sekitar pukul 17.30 wit, 10 orang perwakilan massa diijinkan bertemu Direskrim. Hanya saja pertemuan tersebut tertutup.

    Saat berjalan ke gedung Ditreskrim Polda Papua, pengacara Buchtar Tabuni, Latifah Anum Siregar SH, Rizal SH dan Iwan Niode SH sempat menjelaskan kepada 10 perwakilan pendemo ini hingga sampai menemui Direskrim Paulus Waterpauw.

    Sekitar pukul 19.15 wit, 10 orang perwakilan dan pengacara Buchtar Tabuni keluar dari ruangan. Vicktor Yeimo kepada wartawan mengaku pihaknya hanya minta penjelasan Direskrim terkait penangkapan Buchtar Tabuni. “Kami tanya itu, namun penjelasannya belum jelas. Teman kami belum bisa pulang karena dimintai keterangan dan besok baru bisa memberikan keterangan,,” katanya.

    Selain itu, Vicktor menilai dalam penangkapan Buchtar Tabuni ini ada dugaan intimidasi oleh petugas saat melakukan penangkapan, bahkan Vicktor menilai ada upaya pengancaman terhadap rekannya tersebut.

    “Ini mestinya masalah politik, harus diselesaikan dengan masalah politik, bukan dengan hukum,” ujarnya seraya menambahkan bahwa pihaknya akan kembali bersama massa untuk demo ke Polda Papua.
    Sementara itu, Pengacara Buchtar Tabuni, Iwan Niode SH kepada wartawan mengatakan bahwa kliennya, Buchtar Tabuni belum bisa dimintai keterangan karena masih shock dan Tim PH akan berkoordinasi untuk langkah hukum selanjutnya.

    Ditanya penangkapan tersebut apakah sudah sesuai prosedur? Iwan hanya mengatakan proses penangkapan paling tidak menghargai hak orang. “Memang dalam penangkapan Buchtar tidak dipukul, tapi mestinya menghargai hak-haknya secara utuh. Buchtar mengaku dimaki,” imbuhnya.

    Direskrim Polda Papua, Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw membantah adanya intimidasi terhadap Buchtar Tabuni dalam penangkapannya dan penangkapannya sudah sesuai prosedur. “Tidak ada intimidasi, dia sehat-sehat saja. Jika ada dia berhak menuntutnya,” ujarnya.

    Waterpauw menilai kemungkinan Buchtar Tabuni ingin menghindar dari upaya paksa tersebut, sehingga saat ditangkap di rumah kosnya dan diketahui polisi, sehingga yang bersangkutan menjadi shock. Padahal, disatu sisi ia tidak kooperatif.

    Dalam penanganan kasus terhadap Buchtar Tabuni ini, Waterpauw mengakui pihaknya sangat transparan, bahkan pengacara hukumnya bisa langung melihat beberapa saat setelah ditangkap dan tidak ada komplain dari PH-nya.

    “Kami akan jerat Buchtar dengan pasal 106 dan 110 serta 160 KUHP dan kami akan buktikan itu. Soal keterlibatan orang lain dibelakangnya, kami wajib membuktikan itu,” tandasnya.

    Penangkapan Bucktar Disayangkan

    Penangkapan Bucktar Tabuni oleh Polda Papua karena terindikasi melakukan tindakan makar, rupanya dipandang Ir Weynand Watori Ketua Komisi F DPR Papua yang membidangi Hukum dan HAM terlalu berlebihan. “Itu berlebihan, karena tidak seharusnya dia ditangkap hanya karena membicarakan sesuatu yang tidak adil,” tukasnya kepada Cenderawsih Pos kemarin.

    Ia menilai, dengan kasus ini orang menafikkan proses dengan menggunakan kekuasaan dan arogansi, sementara proses lain yang juga melanggar Undang Undang (UU) tidak disinggung. Ia lalu menyinggung tentang Peraturan Pemerintah Nomor 77 tentang lambang daerah yang dinilai melanggar UU 21/2001 tentang Otsus bagi Papua. “Jadi saya melihat mereka menafikkan proses lain, tetapi hanya menggunakan kekuasaan dan arogansi untuk mendorong itu, sementara proses lain yang juga melanggar aturan dan undang – undang tidak disinggung, ada apa ini,” katanya serius.

    Padahal kata dia, pemerintah tahu bahwa di dalam Bab 2 UU Otsus/2001 diakomodir tentang lambang daerah, namun sampai saat ini materi itu tidak pernah dibicarakan. “Lantas kalau sekarang mereka (Bucktar red) dikatakan melawan negara, dalam konteks apa, apakah pemerintah yang juga melanggar undang – undang Otsus tidak melawan negara,” katanya sinis.

    Menurutnya, Bucktar bicara kritis karena ada proses yang salah, Otsus yang masuk belum memberikan kesejahteraan pada orang Papua. Hal ini bisa dilihat dari berbagai evaluasi yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga semuanya menilai ada kemacetan dalam implementasi Otsus di Papua. “Itulah yang dikritisi Bucktar bahwa ada proses yang tidak adil di Papua, sayangnya itu dianggap makar,” katanya miris.
    Lalu ia balik bertanya apakah kebijakan yang melanggar UU Otsus itu juga disebut makar. “Jangan bilang orang melawan negara adalah orang yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, tetapi perbuatan yang melanggar mandat UU itu juga melawan negara,” katanya serius.

    Kata Weynand dirinya ingin meletakan aturan sesuai posisi yang sebenarnya, sehingga cara – cara yang demikian itu (penangkapan) tidak harus dilakukan. Ia menyarankan agar sebaiknya dilaksanakan dialog yang adil dan tidak menghakimi rakyat dengan tuduhan – tuduhan hanya karena bicara tentang 1 Desember atau Papua Merdeka. “Itu tidak memberikan pendidikan politik yang benar, sebaiknya mari dudukan persoalan secara benar dan pandang secara komprehensip,” urainya.

    Sebab kata dia, inti dari suatu demokrasi adalah perbedaan pendapat. Sehingga jika tidak ada perbedaan pendapat maka itu bukan demokrasi lagi. Bahkan dalam UU Nomor 5 tahun 1985 tentang reverendum jelas-jelas mengatakan bahwa yang dimaksud reverendum itu mengandung prinsip – prinsip langsung umum bebas dan rahasia (LUBER). “Jadi kalau sekarang ada aspirasi atau gagasan seperti yang dilontarkan Bucktar itu bukannya dilawan tetapi harusnya ditelusuri kenapa ada aspirasi yang demikian itu,” tandasnya.(bat/ta)

  • Buchtar Tabuni Sebelum Ditangkap

    Bahkan Buchtar yang sempat diwawancarai Cenderawasih Pos detik-detik sebelum ditangkap sempat memprotes rencana penangkapan itu. Karena menurut Buchtar jika memang Polisi berniat melakukan penangkapan, maka harus melalui prosedur berupa pemanggilan terhadap dirinya.

    Sebab menurutnya, dirinya tidak pernah menerima pemanggilan sedikitpun dari Polda Papua secara tertulis, dan tiba-tiba mengetahuinya lewat media masa. “Jika mau tangkap pakai prosedur dong, jangan hanya asal tangkap,” ujarnya. Dikatan, dirinya siap menghadap mempertanggung jawabkan apa yang telah dia lakukan jika ada surat pemanggilan yang diberikan kepadanya.

    Namun jika seperti ini maka benarlah deklarasi pada 1 Desember 2008 pada peringatan HUT Kemerdekaan Papua Barat di Makam Theys 2 hari lalu. Karena Papua sekarang merupakan zona darurat, yang harus diselamatkan, karena orang Papua sedang dalam era genosida (Pemusnahan Ras red) yang sudah dirancang secara rapih.

    Terkait tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya, Buchtar mengatakan bahwa Polda sebenarnya salah alamat. Pasalnya yang membuat deklarasi itu Tom Beanal bukan dirinya, sehingga kalau mau tangkap berarti harus tangkap Tom Beanal.

    Namun untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukan bersama rekan-rekannya Buchtar juga sudah mempersiapkan salah satu pengacara Internasional asal Inggris yang akan datang dalam waktu dekat ini. Pengacara itu disebut-sebut Buchtar bernama misis Melinda Yenky.(bat/jim)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?