Blog

  • “Fighting For” Tidak Sama dengan “Fighting Against”: Bagaimana dengan ULMWP?

    Tanah Papua adalah gudang pesepak-bola di kawasan Pasifik Selatan. Potensi sepak bola di Tanah Papua begitu besar. Dalam persepak-bolaan dikenal bisa kenal ada pemain yang “bermain untuk”, dan ada juga pemain yang jelas-jelas “bermain melawan”. Dua jenis pemain ini biasanya muncul di lapangan sepak-bola.

    Ciri utama pemaian yang “bermain untuk” antara lain:

    1. fokus utama, pengiriman bola, arah bola, gerakan-gerakan selalu diarakan ke gawang lawan.
    2. Kalau pemain belakang, bola selalu ia kirimkan kepada striker, fokus utamanya kepada striker, dan bila perlu dia sendiri sering naik ke gawang lawan untuk mencoba mengambil keberuntungan mengisi gol.
    3. Kalau dia pemain depan, dia tidak pernah turun ke wilayah tengah, apalagi ke belakangan. Dia selalu fokus di depan gawang lawan.
    4. Bola yan gmenempel di kakinya saat dia ada di belakang, di tengah ataupun di depan, dia selalu mengarahkan dan menggiring bola terus-menerus ke gawang lawan. Bagi dia haram mengirimkan  bola ke belakang, ia selalu fokus ke depan.

    Sampai di sini silahkan kita ingat-ingat ari semua pemain Persipura Jayapura, siapa yang memenuhi ciri-ciri ini.

    Lalu kita bandingkan dengan ciri-ciri pemain yang “bermain melawan” seperti berikut:

    1. Bermain tidak fokus ke bola tetapi lebih berfokus kepada pemain.
    2. Walaupun striker, ia sering turun dan bermain di belakang.
    3. Walaupun sudah ada di depan gawang lawan, ia cenderung mengumpan daripada mencetak sendiri ke gawang lawan.
    4. Kalau dapat bola, ia selalu lihat-lihat teman alin, dan sering lihat ke belakang.
    5. Kalau dia merasa diri dilanggar, dia akan melakukan protes keras, sering sampai bisa menghasilkan kartu merah.

    ***

    Sekarang ULMWP dan para pengurus yang ada sekrang harus kita tanyakan, “Apakah mereka berjuang menentang atau untuk?” Apakah Papua Merdeka artinya menentang NKRI ataukah artinya untuk mewujudkan Papua Merdeka.

    Yang mana lebih penting, berjuang menentang atau berjuang untuk?

    ULMWP harus menentukan sikap dan menyusun program secara terencana dan sistematis, mulai dari kegiatan, dana, waktu, dan tenaga atau pihak yang terlibat dalam tugas-tugas dimaksud dengan jelas untuk kemudian mewujudkan sebuah Negara West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    Pertanyaan fundamental, terkait dengan paradigm kita tentang Papua Merdeka ialah,

    • “Apakah ULMWP berjuang untuk Papua Merdeka, ataukah ULMWP berjuang menentang NKRI?”

    Jawaban atas pertanyaan ini sangat menentukan dalam menyusun program strategis. Kalau tidak, kita akan tetap berputar-putar di dalam lingkaran setan egoisme pribadi dan kelompok, dalam wacana dan gosip yang tidak sehat, dan dalam kegiatan-kegiatan yang melacurkan diri mengambil keuntungan dari pemerintah dan negara kolonial NKRI.

    Semua pejuang yang berjuang untuk sangat berbeda daripada para pejuang yang berjuang melawan. Siapakah saya: apakah saya berjuang untuk atau berjuang melawan?

  • Mari Bergumul: ULMWP, OPM, OPM Asli dan Pemilihan Ketua ULMWP

    Sejak ULMWP dijabat oleh Tuan Benny Wenda beberapa bulan lalu, ada sejumlah hal telah terjadi. Kejadian pertama yang paling menonjol ialah perlawanan dari pihak-pihak yang mengkleim diri sebgai “OPM Asli”, dan mengatakan beberapa hal. Pertama bahwa ULMWP tidak representatifif karena hanya didirikan dan diwakili oleh WPNCL, NRFPB dan PNWP, sedangkan organisasi lain tidak masuk ke dalamnya. NRFPB-pun tidak seutuhnya di dalam ULMWP, karena Presiden NRFPB, Forkorus Yaboisembut dengan tegas menempatkan ULMWP sebagai sebuah LSM,, sedangkan NRFPB sebagai sebuah negara dengan pemerintahan, yang layak dan pantas berjuang untuk Papua Merdeka menentang negara dan pemerintah Indonesia.

    Alasan kedua dan ini alasan yang paling kuat, yaitu kleim bahwa pemilihan kepengurusan baru ULMWP dilakukan secara tidak demoratis. Bawah sebelum penggantian telah terjadi kriminalisasi terhadap Ketua ULMWP yang lama, dan pemilihan ketua yang baru tidak demokratis.

    PMNews melihat dua alasan ini paling mengemua.

    Selain menyalahkan proses pemilihan dan keterwakilan ULMWP, PMNews menilai memang ada aspek-aspek sentimen individual, yang selalu disebut dalam artikel PMNews sebagai “ego pribadi” sangat kental mewarnai pertikaian antar kubu di dalam tubuh pejuang Papua Merdeka.

    Ya, benar, konflik sekarang bukan terjadi antara organisasi seperti telah kita alami selama hampir satu abad. Persoalan saat ini terjadi karena masing-masing individu, khususnya Ketua ULMWP lama dan Ketua ULMWP baru tidak sanggup, atau lebih tegas gagal menguasai diri, gagal menempatkan kepentingan bangsa Papua, pengorbanan bangsa Papua daripada kepentingan dan sentimen pribadi.

    Seperti selalu disinggung dalam situs ini, kegagalan utama dan pertama-tama, hambatan utama dan pertama-tama dari perjuangan Papua Merdeka ialah karena “egoisme” pribadi, yang memupuk “egoisme kelompok” tidak dapat kita kendalikan dan manfaatkan untuk perjuangan kemerdekaan West Papua. Malahan kita cenderung dan sangat mencintai, merasa nikmat kalau mengelola, membahas, merenungkan, mempromosikan perbedaan dan egoisme itu secara terus-menerus, baik secara pribadi maupun secara kelompok.

    Egoisme pribadi yang tidak sanggup dikalahkan itu terbukti dengan cara-cara mengirimkan surat-surat, email-email, pesan-pesan ke Facebook, WhatrsApp, SMS, telepon dan lama-lama menghabiskan waktu membicarakan kekurangan orang lain, perkataan sesama pejuang.

    ***

    PMNews melakukan sedikit penelitian terkait dengan Konstitusi ULMWP yang menjelaskan tentang proses pemilihan dan pengangkatan pengurus ULMWP. Dalam ByLaws dengan jelas mengatakan bahwa pemilihan Ketua ULMWP pertama-tama dilakukan oleh para Ketua Organisasi di dalam ULMWP, yang mereka sebut dengan nama Organisasi Pilar ULMWP. Dan menurut Konstitusi ULMWP dikatakan dengan jelas bahwa pemilihan pertama dilakukan oleh para Ketua dari Ketiga Organisasi Pilar, dan selanjutnya kepemimpinan ULMWP dijabat secara bergilir oleh para wakil Organisasi Pilar yang ditugaskan. Jadi, tidak ada pencalonan terbuka, tidak ada proses pemilihan terbuka di dalam sidang, tidak ada pemungutan suara sepertii yang kita kenal dalam sistem demokrasi modern. Yang terjadi justru sama persis dengan yang pernah terjadi dalam DPR/MPR di Negara Kolonial Indonesia di era Orde Baru. yaitu para perwakilan rakyat yang memilih pemimpin.

    Para Ketua Organiasi Pilar yang memilih Ketua ULMWP secara bergilir. Itu berarti, setelah Mote menjabat Ketua ULMWP mewakili NRFPB poaa periode pertama, maka secara otomatis, periode kedua dijabat oleh perwakilan dari PNWP, yaitu Tuan Benny Wenda. Kemudian setelah tiga tahun kemudian, Ketua ULMWP akan dijabat oleh calon yang diberikan oleh WPNCL.

    Sebagai sebuah Konstitusi organisasi, pasal mengenai pemilihan ketua sudah jelas. Oleh karena itu, isu tentang proses pemilihan yang tidak demokratis dapat diperdebatkan dan hasil debatnya jelas, yaitu semua pihak, tak terkecuali, harus tunduk kepada aturan main di dalam organisasi, matikan egoisme dan ambisi pribadi dan kelompok, karena perjuangan ini bukan perjuangan pribadi lepas pribadi, bukan kelompok lepas kelompok, tetapi adalah perjangan luhur “One People – One Soul” demi negara West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    ***

    Peprangan hari ini secara terbuka terjadi antara kubu Ketua ULMWP saat ini dan Ketua ULMWP yang lama, dengan dua alasan utama di atas. Akan tetapi alasan pertama termentahkan dengan sendirinya karena apa yang terjadi adalah sesuai Konstitusi ULMWP.

    Panah kedua yang dikeluarkan sebagai perlawanan terhadap kepemimpinan Benny Wenda ialah bahwa Organisasi ULWP tidak representatif, dan oleh karena itu, kita harus kembali kepada OPM. Kelompok ini menyebut dirinya “OPM Asli”.

    Banyak hal dilakukan untuk mementahkan kembali kleim bahwa ULMWP tidak representatif dan ULMWP tidak mewakili OPM, apalagi menggantikan OPM.

    Konflik terbuka terjadi setelah Jacob Hendrik Prai dari Swedia memberikan mandat penuh kepada ULMWP untuk melanjutkan perjuangan OPM, dan mempercayakan Benny Wenda untuk memimpin lembaga ULMWP.

    Surat ini memicu cek-cok panjang. Orang Papua “OPM Asli” mengkleim Surat ini palsu, dan memaksa Tuan Prai membatalkan surat dimaksud.

    Ada peperangan sengit Ketua ULMWP lama dan Ketua ULMWP baru, ada juga peperangan antara OPM Asli dan OPM “palsu”.

    Ada juga sudah mulai secara blak-blakan saling menuding dan saling menyalahkan, menyebut nama dan identitas secara buka-bukaan.

    Dengan kleim diri sendiri sebagai pejuang murni, dan yang lain sebagai pejuang palsu, pecundang dan penipu, para pejuang sudah menjadi gila: Gila Hormat, Gila Kedudukan, Gila Pikiran, Gila Permainan.

    Kita sudah ada pada tahapan yang paling mencemaskan karena para pejuang sudah saling menuding dan saling menuduh, saling menyalahkan dan saling menunjuk jari.

    • Apa yang sedang terjadi?
    • Apa yang kita perjuangkan?
    • Siapa musuh kita?

    ***

    Sudah saatnya generasi muda bangsa Papua hari ini merenungkan dan berpikir kembali

    • “Apa arti dan makna dari kata OPM?”
    • Apakah OPM itu sebuah ideologi?
    • Ataukah itu sebuah organisasi?
    • Apakah OPM itu sebuah “spirit” untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI, ataukah sebuah kumpulan orang dari agama, suku, daerah, kesamaan tertentu?

    Selanjutnya kita juga harus berani membedah dan mempertanyakan kepada diri sendiri,

    • “Apa yang saya maksudkan, apa yang muncul di dalma benak saya, pada saat saya menyebut OPM?”

    Kemudian, kita juga harus tanyakan

    • “Apa artinya OPM palsu?” dan “Siapa OPM palsu?”
    • Selanjutnya “Apa bukti karakteristik, indikator OPM Asli dan OPM palsu?

    Kita juga harus bertanya kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain,

    • “Apa yang saya maksud dengan OPM Asli, dan OPM palsu?
    • Apa tujuan saya membedakan menggunakan kata “asli” dan “palsu”?

    [to be continued…]

     

     

  • Gen. TRWP Mathias Wenda: Negara West Papua Sudah Dideklarasikan Tahun 1961

    Yang mendeklarasikan Negara Republik West Papua itu siapa? Mereka datang dari planet mana? Mereka sudah tahu ka tidak, Negara Republik West Papua sudah ada sejak tahun 1961, dunia sudah akui sejak itu, dan diproklamirkan 1 Juli 1971. Yang kita perjuangkan hari ini bukan untuk deklarasi, tetapi untuk pengakuan dunia atas deklarasi yang sudah ada.

    Demikian jawaban Gen. TRWP Mathias Wenda dari MPP TRWP menanggapi pemberitaan tentang ada panitia Deklarssi Negara West PApua yang dibubarkan oleh Polisi kolonial Indonesia di Wamena, Port Numbay baru-baru ini.

    Selanjutnya lewat komunikasi telepon dengan PMNews (Papua Merdeka News) Gen. Wenda menyatakan agar

    anak-anak Papau harus sudah tahu sejarah bangsa dan negareanya, bahwa Negara West Papua sudah dideklarasikan di Manifesto Politik akhir tahun 1961. Ini yang kita sebut Kongres Rakyat Papua I, 1961. Manifesto itu dikukuhkan kembali lewat Kongres Rakyat Papua II, 2000. Jadi tidak ada deklarasi negara lagi, yang perlu ialah pengakuan

    Gen. Wenda melanjutkan,

    Karena sudah ada deklarsai dan pengakuan itulah, dalam Trikora Presiden Kolonial Indonesia Sukarno mengatakan dalam salah satu point komandonya mengatakan “Bubarkan Negara Boneka Papua buatan Belanda”. Jadi pengakuan penjajah Belanda dan Penjajah Indonesia kan sudah jelas dalam sejarah. Jadi, semua orang di dunia patut mempertanyakan, “Negara West Papua yang mau dideklarasikan itu batas wilayah kedaulatannya di mana?”

    Setelah PMNews menyampaikan bahwa sampai dengan hari ini masih banyak yang belum memahami siapa sebenarnya yang memerintahkan deklarsi ini. Serta-merta Gen. Wenda menjawab.

    • Pertanyaan pertama, sekarang masa apa di Tanah Papua dalam kolonial Indonesia? Ada Pilkada to? Baru, siapa yang kampanye di Jakarta bilang Papua akan kacau, Pilkada rawan kacau, dan segala macam? Itu pertanyaan pertama.
    • Pertanyaan kedua, siapa yang tidak tahu bahwa Negara West Papua sudah pernah dideklarasikan tahun 1961?
    • Dengan menjawab dua pernyataan ini saja orang kampung dan buta-huruf manapun akan tahu siapa sebenarnya otak di balik semua gerakan-gerakan tambahan ini.

    Selanjutnya PMNews kembali mempertanyakan apakah ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) atau TRWP sendiri tahu rencana ini? Gen. Wenda menjawab

    Kami bukan baru lahir, kami berjuang untuk Papua Merdeka sudah puluhan tahun. Kami tahu mana yang sudah ada dan mana yang harus dideklarasikan. Kalau tidak tahu tidak usah tanya begitu. Dengan tanya begitu saja ketahuan PMNews sendiri tidak tahu sejarah perjuangan Papua Merdeka.

    Lembaga yang berjuang hari ini tidak bikin sejarah baru, kita memperjuangkan pengakuan negara-negara lain di dunia atas apa yang sudah dilakukan para pejuang pendahulu kita.

    Selesai………………

  • Selamat Beristirahat Untuk Selamanya: Heni Lani, Perempuan Pejuang Papua Merdeka

    Semalam Aku Terjaga Sampai Ketika Fajar Pagi Bersinar
    Sambutan Hangat Yang Aku Terima Adalah Kau Perempuan Penginspirasiku Selalu Menjadi Panutan Dalam Hidupku,
    Kau Telah Mengakhiri Perjuanganmu Dibumi ini. Dengan Pergi Kealam Sana Untuk Beristirahat Dengan Tenang Dialam Baka.
    Ternyata Semalam Aku Terjaga dan tidak bisa menutup mata ini karena kau Perempuan Hebat telah pergi Meninggalkan aku.
    Semua Rencana kita akan aku bincang dengan siapa,,,, lagi?
    Katanya kita akan bertemu kembali lagi untuk mengatur semua strategis dalam perjuangan Pembebasan Perempuan dari segala bentuk penindasan di atas tanah West Papua.
    Kapan……?
    Kapan….. ?
    Ternyata Semua Itu Kata-kata Terakhir Yang Perna Engkau Sampaikan Padaku. 😭😭😭😭😭😭
    Jujur aku tak sanggup Merangkai kata-kata kini aku tidak sanggup kawan.
    Sisa Perjuangan Yang Engkau Tinggalkan ini akan kami teruskan Kawan.

    SELAMAT JALAN KOMRADE ( HENI LANI)

  • Keabsahan Keanggotaan RI di MSG Dipersoalkan

    HONIARA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Perdana Menteri Solomon Islands, Manasseh Sogavare, mengangkat isu keabsahan keanggotaan Indonesia di Melanesian Spearhead Group (MSG) ketika mendapat kesempatan menjawab pertanyaan seorang anggota parlemen dalam sidang yang berlangsung di Honiara, ibukota Solomon Islands, kemarin (05/03).

    Menurut Sogavare, Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama, harus meminta maaf kepada negara-negara anggota MSG karena telah meloloskan pengakuan Indonesia sebagai anggota associate MSG.

    Ia mengatakan, PM Fiji, Frank Bainimarama, harus meminta maaf kepada negara anggota MSG karena mengakui Indonesia sebagai anggota associate yang sama sekali tidak prosedural.

    “Tidak ada konsensus dalam penerimaan Indonesia oleh negara-negara anggota,” kata Sogavare, yang pernah menjadi ketua MSG dan pernah pula menjadi PM Solomon Islands.

    Dia mengatakan keputusan menerima RI sebagai anggota associate hanya dilakukan sendirian oleh PM Fiji  dan memaksa negara-negara anggota lainnya untuk mendukungnya.

    Sementara itu, ia melanjutkan, ketika tiba pada permohonan keanggotaan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), PM Fiji berbicara lain. Ia, kata Sogavare, mengedepankan tentang kriteria ketat untuk menjadi anggota.

    Hal itu, lanjut Sogavare, menjadi kesulitan yang berlanjut bagi ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG.

    Padahal, Sogavare mengatakan, aplikasi ULMWP konsisten dengan aplikasi Front Pembebasan Nasionalis Sosialis (FLINKS) Kaledonia Baru saat mereka mengajukan keanggotaan.

    Sogavare mengatakan hal itu menjawab pertanyaan anggota parlemen dari Aoke, Langalamnga Matthew Wale, yang bertanya kepada PM Rick Hou perihal ucapannya di Port Moresby Papua Nugini, beberapa waktu lalu. Ketika itu Rick Hou meminta maaf kepada anggota MSG lainnya, atas hubungan yang kurang harmonis antara Solomon Islands dan negara-negara anggota lainnya sebelum ini.

    Sogavare mengatakan MSG adalah badan politik murni untuk  membebaskan Melanesia dari penjajahan. Tetapi belakangan ini bukan itu yang berlangsung karena kepentingan-kepentingan telah bergeser dari tujuan fundamental pembentukannya.

    Sogavare mengatakan, jika MSG berpegang pada tujuan dan prinsip-prinsip pendirian yang dianut oleh pemimpin MSG yang memulai organisasi, tidak akan ada kesulitan untuk mengakui keanggotaan penuh ULMWP.

    Dia mengatakan ULMWP adalah entitas politik yang mewakili masyarakat adat Papua yang merupakan orang Melanesia, jadi tidak ada masalah untuk mengakui keanggotaan penuh mereka dalam MSG.

    “Hubungan dekat Fiji dengan Indonesia menyabotase kerja MSG dan keanggotaannya di MSG bukanlah kepentingan politik tapi ekonomi,” lanjut dia, seperti diberitakan oleh  media online Solomon Islands, Solomon Star.

    Dia menyimpulkan bahwa Fiji dan Papua Nugini sangat mendukung Indonesia, oleh karena itu hubungan mereka terus menyabotase kerja MSG untuk menegakkan tujuannya.

    Tanda Tanya tentang Sikap Resmi Solomon Islands

    Belum jelas seberapa kuat ungkapan Manasseh Sogavare ini mencerminkan sikap resmi pemerintah Solomon Islands. Saat ini PM Solomon Islands adalah Rick Hou, yang sejauh ini menampilkan sikap lebih lunak dalam soal isu Papua. Seusai dilantik menjadi PM tahun lalu menggantikan Sogavare yang dijatuhkan karena mosi tidak percaya, Rick Hou mengatakan dirinya akan lebih fokus untuk menangani masalah-masakah dalam negeri.

    Selama KTT MSG di Port Moresby, bulan lalu, Rick Hou tampak bersikap moderat dan sama sekali tidak berbicara tentang aplikasi keanggotaan ULMWP. Belum lama ini beredar info bahwa hubungan Rick Hou dengan Sogavare, yang juga adalah menteri keuangan, tidak harmonis. Sudah beberapa bulan mereka tidak saling menyapa dan bercakap-cakap. Tetapi info ini kemudian dibantah oleh keduanya, lewat sebuah siaran pers bersama.

    Di akhir sidang MSG Februari lalu, Rick Hou ketika mendapat kesempatan bicara menyampaikan permohonan maaf karena selama keketuaan Solomon Islands di MSG — di masa pemerintahan Sogavare — negara itu telah membuat hubungan kurang harmonis dengan sesama anggota. Walau tidak dia sebut apa penyebab hubungan harmonis itu, dugaan diarahkan kepada getolnya Sogavare memperjuangkan aplikasi ULMWP untuk diterima di MSG. Pernyataan Rick Hou ditafsirkan sebagai melunaknya sikap Solomon Islands atas isu Papua.

    Indonesia Menganggap Jalan ULMWP Sudah Buntu

    Sementara itu Indonesia berulang kali menegaskan bahwa mustahil ULMWP dapat diterima sebagai anggota tetap di MSG.

    Dikembalikannya aplikasi ULMWP untuk dibahas di sekretariat MSG pada kTT di Port Moresby, Februari lalu, menurut Ketua Delegasi Indonesia ke MSG, Desra Percaya, menunjukkan ketidaklayakan ULMWP bergabung dengan MSG sebagai anggota penuh.

    Dalam siaran persnya, Desra Percaya, yang juga adalah Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, mengatakan sejumlah pemimpin MSG kembali mempermasalahkan keinginan ULMWP untuk menjadi anggota MSG. Para pemimpin MSG, kata dia,  menyepakati guidelines keanggotaan dan mengembalikan aplikasi kelompok ULMWP ke Sekretariat.

    Dengan perkembangan tersebut, kata Desra Percaya, masih perlu dilakukan pembahasan khusus terkait substansi kriteria keanggotaan dengan menerapkan kembali mekanisme semestinya, yaitu melalui forum tingkat pejabat tinggi, menteri dan terakhir diusulkan ke para pemimpin.

    Desra Percaya meyakini keinginan ULMWP tidak akan terwujud. Dengan pengambilan keputusan secara konsensus serta dukungan kuat dari sahabat Indonesia di MSG yang menghormati dan junjung tinggi prinsip-prinsip dan tujuan organisasi, khususnya terkait penghormatan kedaulatan dan integritas wilayah, kata dia,  aplikasi keanggotaan oleh kelompok tersebut akan selalu menghadapi jalan buntu dan tidak mungkin terealisasi.

    “Hasil KTT MSG 2015 jelas menegaskan bahwa kehadiran kelompok separatis tersebut di MSG hanyalah sebagai salah satu peninjau mewakili sekelompok kecil separatis yang berdomisili di luar negeri,” tambah Desra Percaya.

    “Pernyataan kelompok separatis yang mengaku sebagai perwakilan resmi masyarakat Papua di MSG, tentunya sangat tidak adil bagi 3,9 juta penduduk Propinsi Papua dan Papua Barat,” lanjut dia.

    “Lebih dari dua juta warga provinsi Papua dan Papua Barat selama ini telah menjalankan hak demokratisnya dengan bebas dan adil. Aspirasi seluruh rakyat kedua propinsi tersebut terwakili dalam sistem demokrasi terbuka yang ada di  Indonesia.”

    Pengaruh Indonesia di MSG belakangan ini semakin signifikan dengan terungkapnya bantuan RI untuk membiayai operasi sekretariat MSG.

    Dalam beberapa tahun belakangan, tatkala keketuaan MSG dipegang oleh Solomon Islands, kantor sekretariat organisasi ini yang berada di Port Villa, Vanuatu, mengalami kesulitan keuangan. Penyebabnya, sejumlah anggota belum membayar iuran tahunannya.

    Namun, Indonesia yang berstatus associate member, telah membantu roda operasi sekretariat dengan mengucurkan dana dan bantuan lainya. Menurut Sade Bimantara, jurubicara Kedutaan Besar Indonesia di Australia, Indonesia telah mengucurkan dana yang merupakan kontribusi tahunan.

    Selain itu, Indonesia juga membantu pengadaan kendaraan dan barang-barang lainnya yang diperlukan sekretariat.

    “….kami telah memberikan kontribusi tahunan kami, terlebih lagi kami juga membantu sekretariat dalam pengadaan kendaraan dan barang lainnya untuk sekretariat mereka,” kata Sade Bimantara, dikutip dari radionz.co.id.

    “Ya, jadi kami telah membantu mereka secara finansial juga,” kata Sade Bimantara, yang dalam KTT MSG ke-21 di Port Moresby, pekan lalu, menjadi salah satu anggota delegasi Indonesia.

    Indonesia juga gencar menjalin berbagai kerjasama dengan negara-negara anggota MSG, termasuk dengan Solomon Islands yang vokal mengkritisi kebijakan RI atas Papua.

    MSG adalah sebuah kelompok negara-negara Melanesia di Pasifik Selatan yang keanggotaannya terdiri dari Papua Nugini, Fiji, Solomon Islands, Vanuatu dan FLNKS Kaledonia Baru. Indonesia berstatus sebagai anggota associate sedangkan ULMWP berstatus sebagai observer.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Chiefs Day celebration at Ohlen Matakeru

    Chiefs Day celebration at Ohlen Matakeru

    The Chiefs of Ohlen Matakeru with MP Kalo Seule (2nd from right front) at the Chiefs Day celebration. By Jonas Cullwick
    The Chiefs of Ohlen Matakeru with MP Kalo Seule (2nd from right front) at the Chiefs Day celebration. By Jonas Cullwick

    The Chiefs Day celebration on March 5, 2018 at Ohlen Matakeru Mataso Island Community in Port Vila was reported to be a success.

    The day began with a forum in the morning run by a member of the Port Vila Town Council of Chiefs on the role of a chief inside a community and the duties of a chief.

    The theme of the Chiefs Day celebration was: “A chief has a huge responsibility in the community”, the subject of which was discussed in the forum attended by the chiefs of Matakeru and those of other island communities around Ohlen Matakeru. These chiefs from the other communities and their people also participated in the celebration at Ohlen Matakeru.

    The main program began in the afternoon attended by the chiefs and their people and Member of Parliament for Port Vila who himself comes from the Shepherds Group, Kalo Seule, with the opening led by the Covenant Church Choir, which led the people to the main nasara with singing.

    Chairman of Ohlen Matakeru community, Peter Tarisong, began the speeches with a welcome to everyone attending. His was followed by speeches from the chiefs five nasaras of Ohlen Matakeru representing the nasaras of Mataso Island.

    Chairman Tarisong said the chiefs of the other islands also shared their thoughts on the role of the chiefs in a community. And the main speech for the day was given by MP Kalo Seule.

    The chiefs cut a cake for the day and then joined in a kava ceremony followed by dinner for everyone at night with a program enjoyed by women and children until closing at 9 pm.

     Jonas Cullwick, a former General Manager of VBTC is now a Senior Journalist with the Daily Post. Contact: jonas@dailypost.vu. Cell # 678 5460922
  • Fiji Bantah Tuduhan tentang Ketidakabsahan RI di MSG

    SUVA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pertahanan Fiji, Ratu Inoke Kubuabola, membantah keras tuduhan Wakil PM Solomon Islands, Manasseh Sogavare, tentang ketidakabsahan proses diterimanya Indonesia menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).

    Lebih jauh, Ratu Inoke Kubuabola, yang sering mewakili Fiji pada KTT MSG, melancarkan kecaman keras terhadap pendapat Sogavare.

    “Saya pikir dia menderita kehilangan ingatan atau mencoba bermain politik dengan konstituennya sendiri,” kata Kubuabola.

    “Dia lupa bahwa Indonesia diterima di MSG sebagai anggota associate di masa dia menjabat sebagai ketua MSG, semua anggota MSG telah menyetujuinya,” kata dia.

    Tanggapan keras Fiji itu muncul setelah kemarin di parlemen, Sogavare mengatakan bahwa mengatakan Fiji harus meminta maaf karena telah membawa Indonesia ke MSG.

    Dia mengatakan Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama melanggar prosedur MSG dengan memaksa empat anggota lainnya untuk menerima Indonesia menjadi anggota associate.

    Indonesia masuk ke MSG dengan status pengamat pada tahun 2011 setelah Bainimarama memimpin MSG.

    “Tidak ada konsensus dalam pengakuan Indonesia oleh negara-negara anggota,” klaim Sogavare yang sangat pro-penentuan nasib sendiri rakyat Papua dan berjuang untuk meloloskan aplikasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) jadi anggota penuh MSG.

    Tetapi klaim Sogavare ini dibantah Kabuabola. Ia mengatakan  Sogavare sendiri yang memimpin pertemuan para pemimpin MSG di Honiara, Solomon Islands, pada tahun 2015. Dan kala itu, kata Kabuabola, pemimpin MSG mencapai konsensus mengenai status Indonesia.

    “Saya tidak bisa benar-benar mengerti mengapa dia membuat pernyataan ini, mencoba menyalahkan perdana menteri kami, karena semua anggota MSG setuju untuk mengakui Indonesia sebagai anggota associate,” kata dia, dikutip dari radionz.co.nz

    Terkait dengan aplikasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menjadi anggota penuh MSG, dalam KTT MSG terakhir di Port Moresby, Papua Nugini,  diputuskan untuk dikembalikan ke Sekretariat dan akan dibahas berdasarkan kriteria keanggotaan yang baru disepakati.

    Kabuabola menegaskan bahwa posisi Papua Nugini dan Fiji sangat jelas, yaitu mengacu pada keputusan di KTT MSG. Ia mengatakan PM Solomon Islands, Rick Hou, juga mengambil posisi yang sama.

    Belum diketahui apakah tuduhan Sogavare itu mewakili sikap resmi Solomon Islands. Walau tidak menjadi PM Solomon Islands lagi, Sogavare dinilai masih memiliki pengaruh yang kuat dalam pemerintahan.

    Editor : Eben E. Siadari

  • OPM / ULMWP Final Declaration

    OPM / ULMWP Final Declaration

    “I as the founder of the Free West Papua Movement or Organisasi Papua Merdeka (OPM) want to acknowledge and support the United Liberation Movement of West Papua that it is a political organisation that carries the spirit of OPM that will continue the struggle and fulfill its final mission, which is establishing the full independence and sovereign Republic of West Papua.”

    Faces of West Papua struggle from left to right: Andy Ayamiseba, Benny Wenda, Barak Sope, Rex Rumakiek, and Paula Makabory pose with final declarations
    Faces of West Papua struggle from left to right: Andy Ayamiseba, Benny Wenda, Barak Sope, Rex Rumakiek, and Paula Makabory pose with final declarations

    The statement has been sent by Jacob (Yakob) Prai from his home away from home in Sweden on December 28 of 2017, after meeting the Chairman of ULMWP, Benny Wenda.

    The statement under official OPM letterhead states, “Therefore, in the name of God, this holy struggle, the ancestors of Papua, all our fallen heroes, the tears and suffering of the people of West Papua that continue to struggle from the jungles of New Guinea, mountains, valleys, islands, prisons, refugee camps as well as all those who live in exile in many parts of the world, that I as the leader of OPM and the founder of the struggle of free Papua, fully support and give full mandate to Mr. Benny Wenda as the leader of ULMWP and the political wing of OPM, to carry out the task as the leader of the nation of Papua.

    “I thank the leaders and the people of West Papua, I hope that this recognition serves as a guideline to free the nation of Papua from Indonesian colonialism.”

    His statement has received unanimous endorsement by the ULMWP Executive in the lobby of the Grand Hotel in Port Vila.

    In a separate statement to support Jacob Prai’s historic confirmation of support for ULMWP, Executive members Andy Ayamiseba (for Legal CounseL) and Rex Rumakiek (for National Liberation Army of WP) declare, “We, the undersigned senior members of the independence movement of West Papua, the OPM recognise the importance of national unity in our struggle for independence.

    “We also recognise the role undertaken by respected leaders of Vanuatu to bring about unity in the West Papuan struggle.

    “Two national leaders in particular need commendation.

    “They are the current Deputy Prime Minister, Honourable Joe Natuman and former Prime Minister Barak Maautamate Sope.”

    The statement reminds the world about how West Papua’s first application to join MSG was deferred on the grounds that the movement lacked broad based support.

    Deputy Prime Minister Natuman requested the formation of a West Papua Unification Committe that brought together West Papua leaders to Vanuatu where the Saralana Declaration of Unity was signed by all representatives of West Papua factions present.

    Another historical leader, Barak Maautamate Sope has a long history of uniting different factions of the West Papua independence movement. In 1985 he invited two key leaders of OPM, Jacob Prai and (now deceased) Brigedier General Seth Rumkorem led by (now deceased) Theys Elluay, to Vanuatu where they signed a memorandum of understanding to work together. In 2000 he (then Prime Minister Barak Sope) included the two groups in his delegation to the United Nations Millennium Summit in New York. The Vanuatu Mission at the UN also facilitated an audience with the Decolonization Committee of 24.

    The signing ceremony of the Port Vila Declaration was also witnessed by Andy Ayamiseba and Rex Rumakiek, who also signed the ‘Statement in support of Mr. Jacob Prai on his recognition and support for the United Liberation Movement for West Papua’.

    Barak Sope also graced the signing ceremony at the Grand Hotel.

    Asked to update the readers on what it was that prompted him and the late Father Walter Lini and other leaders of the Independence Struggle to take the stand that they took, he said the colonial history of all Pacific Islands were similar – cruel. “This is why Father Lini and all of us declared that Vanuatu would not be completely free until West Papua was free because today it is still colonised by Indonesia,” Sope says.

    He criticizes Australia and Indonesia for alleged human rights abuse on West Papuans. “East Timor was the same and Vanuatu stood firmly for the freedom of the Timorese. Last year my wife and I were invited to Dili by the President of East Timor who awarded me the Order of East Timor for Vanuatu’s stand with its people for their freedom,” he says,

    In addition he says Portugual had colonised East Timor and later Indonesia annexed it until under international outcry, it gave in to its freedom. Now Indonesia is doing exactly the same thing to West Papua.

    When Sope was secretary general of the Vanua’aku Pati and Secretary of Foreign Affairs, he was mandated by Father Lini to unify FLNKS of New Caledonia and West Papua. “Now FLNKS is a member of MSG and yet, all the processes were done even before MSG was born. To get Prai and Rumkorem to come together, I had to travel to Europe to invite them to come to Vanuatu along with Brother Andy and Brother Rex,” he recalls.

    He says Prai and Rumkorem were afraid of each other but at the end of it all, they agreed to unite and the Port Vila Declaration was signed at his family home on Ifira in 1985. “So today I am proud to know that Jacob Prai and the miltary arm of West Papua have agreed to become one with ULMWP,” Sope concludes.

    ULMWP leaders say its endorsement signals their final declaration ending approximately 50 years of independence struggle as they prepare to attend the Melanesian Spearhead Group Meeting in Port Moresby next week, to hear the outcome of their application for full membership to join MSG. In fact they have already left and VCC representative Job Dalesa confirms the Chairman of ULMWP, Benny Wenda and Octavianus Mote have been allowed to attend the MSG meeting next week.

    Meanwhile Minister of Foreign Affairs and International Cooperation, Ralph Regenvanu says as far as he was aware on Tuesday this week, West Papua was not on the MSG proposed agenda.

    He has since written to the relevant authorities to make sure that West Papua is included, and promised to follow up on the issue with a phone call to his Papua New Guinea counterpart yesterday afternoon.

    The Minister says after three o’clock yesterday afternoon that he was not able to get through to his PNG counterpart on the phone but that he has written to the MSG hosts to remind them to make sure that West Papua is on the agenda. “I am leaving for PNG tomorrow (today) and I will make sure that West Papua is included on the agenda”, he concludes.

  • Yang Menghambat Papua Merdeka BUKAN NKRI! tetapi Orang Papua Sendiri!

    Menangggapi perkembangan terakhir dalam perjuangan Papua Merdeka, dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Gen. TRWP Mathias Wenda lewat Sekretaris-Jenderal TRWP Lt. Gen. Amunggut Tabi mengatakan pada saat ini yang menjadi penghambat kemerdekaan West Papua bukan NKRI, tetapi orang Papua sendiri.

    Berikut petikan wawancara.

    Papua Merdeka News (PMNews): Selamat siang. Kami mau tanya tentang pendapat TRWP tentang perkembangan perjuangan Papua Merdeka.

    Amunggut Tabi (TRWP): Selamat siang. Perkembangan Papua Merdeka dari sisi posisi dan tindakan NKRI sudah mantap, dan sangat mendukung perjuangan Papua Merdeka. Yang menjadi penghambat sekarnag justru orang Papua sendiri, justru organisasi yang katanya memperjuangkan Papua Merdeka. Mereka yang bicara Papua Merdeka yang justru menjadi penghambat Papua Merdeka.

    PMNews: Apakah bisa disebutkan nama-nama oknum atau organisasi penghamabt Papua Merdeka dimaksud?

    TRWP: Menurut Komando dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi TRWP, kami tidak punya perintah untuk menyebut nama-nama oknum ataupun organisaasi yang dianggap sebagai penghambat perjuangan Papua Merdeka.

    TRWP sudah punya posisi jelas, dengan struktur dan menejemen organisasi militer yang jelas dan prinsip dan komando militer yang jelas memerintahkan kepada semua perwira tinggi dan menengah di kalangan TRWP untuk BERHENTI menceritakan sesama pejuang Papua Merdeka, sesama organisasi yang berjuang untuk Papua Merdeka.

    Gen. TRWP Mathias Wenda sudah berkali-kali dalam Upacara militer maupun upacara adat mengatakan bahwa pekerjaan pertama dari seluruh tentara di medan revolusi West Papua ialah menghentikan “kecurigaan” dan mematikan “gosip” yang merusak dan membusukkan sesama organisasi ataupun sesama tokoh perjuangan Papua Merdeka.

    PMNews: Kalau ada orang Papua dan organisasi yang menghambat Papua Merdeka, maka apa yang harus kita lakukan terkait perintah Panglima Tertinggi Komando Revolusi seperti itu?

    TRWP: Berdasarkan perintah ini, masalahnya sederhana dan jelas. Pertama, kami diperintahkan untuk BERHENTI mencurigai sesama oknum dan organisasi pejuangan Papua Merdeka. Dan kedua jelas, kita diperintahkan untuk berhenti menggosip dan / atau menceritakan tentang sesama tokoh dan organisasi perjuangan Papua Merdeka.

    Dengan kata lain, Panglima Komando Revolusi TRWP mengatakan berhenti mencurigai dan menggosip. Setelah itu baru berbicara tentang apa yang hendak dikerjakan oleh ULMWP.

    PMNews: Ada gosip baru-baru ini mengemuka di mana ada beberapa KODAP TPN PB atau TPN/OPM serta organisasi seperti Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) lewat Ketua Umumnya tidak mau bergabung dengan ULMWP, dan mengisyukan akan kembali kepada Proklamasi 1 Juli 1971 dan OPM. Bagaimana sikap TRWP?

    TRWP: Nah, ini kan gosip! Kalau Gosip apa gunannya kami tanggapi?

    PMNews: Nampak seperti gosip. Kami setuju. Tetapi bagaimana kalau ada orang Papua, mungkin di dalam tubuh ULMWP sendiri yang menggugat dan mengatakan OPM dan Proklamasi 1 Juli 1971 harus berdiri sebagai langkah untuk memulihkan aspirasi murni Papua Merdeka?

    TRWP: OPM 1 Juli dan OPM 1 Desember, TPN/OPM, TPN PB, TPN Marvic, Pemka TEPENAL semua bersatu dalam WPNCL, NRFPB, PNWP. Setelah itu tidak ada lagi OPM 1 Juli, OPM murni, OPM kotor, OPM sayap kanan, OPM sayap kiri, OPM dengan embel-embel tidak ada lagi.

    Yang jelas hari ini ialah OPM NKRI dan OPM Papua Medeka, di mana OPM NKRI pasti bertindak untuk menghambat kemerdekaan West Papua dan OPM Papua Merdeka dalam ULMWP bertujuan kemerdekaan West Papua di luar NKRI.

    Jadi, siapa saja, orang mana saja, di mana saja, yang bicara seperti AMP keluar dari ULMWP, KODAP TPN di wilayah tertentu mencabut diri dari ULMWP dengan alasan mau lakukan konsolidasi atau alasan apapun, dan sebagainya adalah bukti nyata hari ini yang menunjukkan siapa pendukung Papua Merdeka dan siapa penghambat Papua Merdeka.

    Kita tidak usah menuduh sebagai agen siapa-siapa, tetapi kita harus jelas melihat dan menilai, siapa pendukung dan siapa penghambat Papua Merdeka, di luar daripada lembaga dan organisasi buatan NKRI.

    PMNews: Rupanya TRWP sudah punya data tentang siapa penghambat Papua Merdeka?

    TRWP: Pokoknya siapa saja, atas nama apa saja, yang bilang seperti kalimat di atas, mengaku diri OPM asli, OPM 1 Juli, OPM murni, dan sebagainya ialah penipu dan penghianat. Kita harus jelas dan tegas tentang hal ini.

    PMNews: Bagaimana kalau pernyataan ini datang dari orang-orang di dalam ULMWP sendiri?

    TRWP: ULMWP itu lembaga politik untuk diplomasi Papu Merdeka, bertugas melakukan berbagai lobi politik untuk kemerdekaan West Papua. Oleh karena itu siapa saja, oknum atau organisasi yang menentang ULMWP atau menganggap ULMWP tidak murni, atau meremehkan ULMWP dan menggunakan alasan lain untuk melemahkan ULMWP adalah murni lawan Papua Merdeka, bertujuan menghambat perjuangan Papua Merdeka, dan karena itu harus disikapi dengan jelas oleh semua orang Papua yang mau Papu Merdeka, terlepas dari NKRI.

    Jadi, kalau ada orang, oknum, entah itu tokoh atau anggota dari ULMWP yang menganggap ULMWP tidak mewakili Papua Merdeka, maka itu adalah wakil dan agen NKRI yang bertujuan menghambat Papua Merdeka.

    PMNews: Tidak bisa menyebutkan siapa atua organisasi mana?

    TRWP: Menyebut dan menyudutkan dan mencurigai itu cara lama. Kita buang cara itu. Kita tinggalkan cara itu. Kita semua saling percaya! Semua pihak adalah teman kita dalam Papua Merdeka.

    Semua orang Papua mau merdeka! Semua organisasi bertujuan untuk Papua Merdeka.

    Sudah berulang-ualng TRWP katakan lewat PMNews ini, bahwa yang menghambat Papua Merdeka bukan oknum, bukan organisasi, tetapi adalah “egoisme”, yaitu ego pribadi orang-orang Papua dan ego kelompok perjuangan Papua Merdeka. “Ego” adalah musuh utama dan pertama dari kita semua, bukan NKRI.

  • Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi: Militer hanya Perlu Koordinasi, Bukan Konsolidasi, Apalagi Penyatuan

    Dalam beberapa kali pertemuan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dikemukakan secara lisan maupun tertulis bahwa para pejuang/ gerilyawan di Rimba New Guinea perlu melakukan konsolidasi dan penyatuan struktur militer. Menanggapi hal itu, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi mengatakan “persoalan militer sekarang terutama disebabkan oleh para politisi dan diplomat Papua Merdeka.”

    Tanpa menolak menyebutkan nama-nama oknum Gen. Tabi mengatakan orang-orang yang berpikir enak dan bangga kalau militer di Rimba New Guinea terpecah adalah pertama-tama oknum orang Papua di dalma ULMWP dan organisasi pendukung yang “ego-nya” belum mati, yang ego pribadi maupun kelompoknya belum disalibkan.

    Untuk mengetahuinya lihat saja cara mereka menelepon, cara mereka menyampaikan pendapat di rapat-rapat, cara mereka bicara tentang perjuangan ini. Kalau mereka nampak selalu menonjolkan kelompok mereka dan pribadi mereka, maka mereka itulah sebenarnya yang harus menyatukan egorisme mereka dengan visi dan misi perjuangan Papua Merdeka dan tujuan daripada Organisasi Papua Merdeka versi terbaru yang telah kita namakan ULMWP.

    Kalau ada pemimpin yang mengatakan, “Saya mendapat telepon dari gerilyawan di hutan bahwa mereka tidak mau gabung dengan ULMWP” Atau mereka bilang, “Ada organisasi di Tanah Papua yang menarik diri dari ULMWP”, dan sejenisnya, maka kita harus tahu dengan pasti bahwa oknum seperti ini adalah “iblis” dalam perjuangan Papua Merdeka, yang sudah jelas akan menghancurkan perjuangan Papua Merdeka.

    Pada pemikiran ekxtrim, mereka bisa dikategeroiakn sebagai kaki-tangan NKRI/ BIN di dalam tubuh ULMWP.

    Menurut Gen. Tabi yang harus dilakukan saat ini ialah “koordinasi” di antara para panglima dan perwira yang ada di dalam TPN, TPN/OPM, TPN PB dengan TRWP. Selama ini banyak kegiatan gerilya di rimba terjadi, banyak politisi dan diplomat Papua Merdeka mengeluarkan berita-berita Online, banyak aktivis Papua Merdeka mengkleim kegiatan gerilya di di bawah komando mereka.

    Inilah “iblis” dalam perjuangan Papua Merdeka. Mereka bicara mewakili gerilyawan, tetapi para gerilyawan sendiri tidak mengenal mereka. Pekerjaan mereka terlibat jelas memecah-belah kegiatan gerilya. Apa yang mereka katakan dan mereka lakukan ialah memecah-belah pasukan dan komando yang sudah ada sejak 1960-an. Mereka bukannya mengikuti sejarah tetapi justru mengacaukan sejarah.

    Ditegaskan per email kepada PMNews bahwa yang harus dilakukan oleh para gerilyawan saat ini ialah sebuah rapat koordinasi untuk mengkoordinasikan apa saja yang telah dimiliki masing-masing komando, masing-masing panglima dan apa yang direncanakan untuk dikerjakan, apa dasar hukum, apa disipllin militer, apa program gerilya yang sudah tersedia di masing-masing kelompok sehingga dapat dikoordinasikan di bawah satu komando.

    Entah apapun nama komando itu, TRWP menyerukan lewat kantor Sekretariat-Jenderal untuk para pimpinan dan pasukan gerilyawan melakukan rapat-rapat koordinasi dalam rangka mendukung program dan kegiatan ULMWP sebagai front politik perjuangan Papua Merdeka.

    Gen. Tabi kembali menegaskan, bahwa sejak tahun 2006 TRWP dengan tegas dan jelas mengatakan memisahkan diri dari OPM sebagai organisasi sayap politik agar tidak ada pengacauan nama sayap militer seperti TPN, TEPENAL, TPN/OPM, TPN PB. TRWP sejak awal pembentukannya menyatakan agak membatasi diri pada kegiatan gerilya, tidak akan perpolitik praktis, dan membentuk Sekretariat-Jenderal untuk menjembatani kegiatan gerilya di Rimba New Guinea dengan kegiatan politik di luar militer. Sejak pembentukannya Sekretariat-Jenderal TRWP telah bekerja baik secara terbuka maupun secara undercover, dan saat ini mengatakan ULMWP adalah wujud dari kerja dari berbagai pihak orang Papua, sebagai sayap politik dari perjuangan Papua Merdeka yang tidak dapat diganggu-gugat dan tidak dapat disangkal oleh akal sehat pejuang sejati Papua Merdeka.

    Gen. Tabi kembali menegaskan bahwa mereka, siapa saja yang meragukan, menyangkal dan mencabut diri dari ULMWP ialah oknum dan kelompok pro-NKRI, kelompok Merah-Putih, yang dibiayai BIN/ NKRI, yang berpura-pura bicara Papua Merdeka untuk menghancurkan aspirasi dan perjuangan bangsa Papua untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    Oleh karena itu Tabi mengatakan siapa saja yang masih bicara tentang OPM asli dan OPM palsu, masih bicara tentang TPN/OPM dan TRWP, masih sibuk bicara TPN PB dan OPM, masih sibuk dengan agenda-agenda penyatuan dan konsolidasi, mereka itulah agen BIN, mereka itulah titipan NKRI, mereka itulah kaki-tangan penjajah. Jangan ragu, jangan bimbang, jangan kuatir untuk mencap dan memisahkan diri kita dari oknum dan organisasi semacam itu.

    Membersihkan oknum dan kelompok penghalang Papua Merdeka, perusak persatuan dan kesatuan, yang egoisme pribadi dan kelompoknya belum disalibkan sampai sekarang adalah sama dengan membersihkan penjajah dari Tanah leluhur bangsa Papua. Mereka boleh berkulit htam, berambut keritin, bermarga Papua, tetapi kalau cara berpikir, perkataan dan tindakan mereka menghalangi perjuangan untuk West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI, maka bukankah mereka juga lawan perjuangan ini?

    Untuk ini semua, pertama dan terutama, terpenting dan paling pokok, politisi/ diplomat Papua Merdeka yang ada di dalam ULMWP HARUS KELUAR atau mengundurkan diri dari urusan-urusan militer, berhenti kirim pesan dan menelepon gerilyawan di hutan, hentikan pecah-belah dari meja politik ke medan perang di hutan. Ini cara kerja amatir, aktivis jalanan. Pisahkan politik dan diplomasi dari militer. Kalau ada orang-orang ULMWP masih menelepon dan memberikan perintah kepada gerilyawan dan komandi di hutan, maka perjuangan ini dibunuh oleh orang-orang seperti ini, dan oknum seperti ini mendukung tujuan BIN/NKRI.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?