Blog

  • WPRA Mengucapkan Selamat Merayakan HUT Kemerdekaan Negara Saudara Republik Vanuatu Ke-39

    Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara West Papua Revolutionary Army (WPRA), Komando Afiliasi West Papua Army (WPA), Gen. WPRA Amunggut Tabi menyampaikan Ucapan Selamat Merayakan HUT Kemerdekaan Republik Kepulauan Vanuatu yang ke-39.

    Dalam ucapan selamat ini juga disampaikan kepada Vanuatu bahwa setelah Negara Republik West Papua merdeka, maka perayaan kemerdekaan kedua negara bersaudar akan diselenggarakan pada setiap 1 Juli dan 30 Juli, dengan mengundang petinggi militer dan pemimpin politik dari kedua negara, dirayakan di Port Vila dan Port Numbay.

  • ULMWP: Mengucapkan Selamat Merayakan HUT Kemerdekaan Negara Vanuatu Ke-39

    Port Vila, — Tepat tanggal 30 Juli, seluruh rakyat Vanuatu selalu memperingati, selalu dikenang turun temurung anak negeri bangsa negaranya atas betapa jahatnya kaum penguasa penjajah bangsa asing bagaikan penyakit kangker ganas yang mematikan dimasa penjajahan, sekaligus mengenang para pejuang bangsa Melanesia Vanuatu yang dengan gigih, gagah berani berjuang mengorbangkan harta benda, jiwa dan raganya menentang penjajahan merebut hak kemerdekaannya yang kini telah berusia 39 tahun terhitung sejak 30 Juli 1980,” papar juru bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Jacob Rumbiak melalui surat elektronik, pada Selasa (30/07/2019).

    Dalam release resmi yang terima tabloid-wani.com, ULMWP menegaskan, Negara Vanuatu adalah satu-satunya negara di kawasan Pasifik yang memperoleh hak kemerdekaannya lewat keringat, air mata, korban harta benda, penculikkan, pemenjaraan hingga cucuran darah dibarengi tulang belulang berserakah dipersada tanah airnya saat menentang dan mengusir penguasa penjajahan bangsa asing Perancis dan Inggris dimasa lalu, kini ke dua negara tersebut adalah dua dari lima negara hak veto Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB.

    “Pengalaman pahit yang dialami para pendiri negara Vanuatu yang tersirat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Vanuatu masih segar dalam ingatan generasi bangsa negaranya, masih dihayati dan benar-benar diamalkan untuk menolong sesama bangsanya sendiri Papua Barat dan wilayah Melanesia lainnya yang masih terjajah oleh penguasa bangsa asing lainnya, dimanapun dan kapanpun untuk harus merdeka dan berdaulat diatas tanah airnya sendiri sebagaimana yang telah dilakukan oleh pera pendiri negaranya Vanuatu diamasa silam,” tegas Rumbiak.

    Menurutnya, kemerdekaan negara Vanuatu dijamin konvenan PBB yakni Hak Azasi Manusia setiap bangsa, hak politik dan hak miliknya yang tak boleh dirampas oleh siapapun dan kapanpun.

    “Hak kemerdekaan yang sama berdasarkan konvenan PBB itulah yang menetapkan tekad negara Vanuatu berani tampil di berbagai panggung dunia menyuarakan hak kemerdekaan bagi sesama saudara saudari sebangsanya Melanesia Papua Barat atas hak kemerdekaannya,”

    tulis Jubir ULMWP.

    Lanjut Jubir, dalam perayaan HUT kemerdekaan ke-39 ini, Pemerintah Negara Vanuatu resmi mengundang Tuan Benny Wenda selaku Ketua Eksekutif ULMWP, Tuan Andy Ayamiseba selaku Wakil Legislatif ULMWP dan Tuan Kolonel Fredy Waromi Atase Militer West Papua mewakili seluruh rakyat West Papua.

    “Turut menghadiri upacara kenegaraan perayaan Hari Ulang Tahun ke 39 tahun 30 Juli 2019 mulai sekitar Jam 08:00 hingga selesai, berlangsung di halaman Lapangan Kemerdekaan kota Port Vila ibu kota Negara Republik Kepulauan Vanuatu,” ujarnya. “Kehadiran wakil resmi West Papua sebagai rasa hormat sekaligus mengucapkan selamat kepada pemerintah dan rakyat Vanuatu,”

    tutup Rumbiak, selaku juru bicara ULMWP (*).

    Sumber: Tabloid WANI | link  https://www.tabloid-wani.com/…/ulmwp-mengucapkan-selamat-me….

  • Public Notice: Each Party to Hold On and Think Rationally, Not Emotionally

    Responding to various verbal conflicts happening lately among West Papua Leaders and Organisations,  General WPRA Amunggut Tabi

    West Papua Revolutionary Army – Tentara Revolusi West Papua 
    Secretariat-General Central Defense Headquarters

    Telp: +675-4380025 – Mobile: +675-74215400 – Email: wpra@wparmy.info
    ==============================================

    Responding to various conflicts of opinions on Organisation and Approaches in Free West Papua Campaign that have been developing recently, Gen. WPRA Amunggut Tabi at the Central Defense Headquarters of the West Papua Revolutionary Army (WPRA) hereby calls upon all parties: organisations, leaders, activists and all commanders of military fighters in the ungles to

    hold on from various thoughts and campaigns in electronic and social media that are not just unroductive but looks very emotional and childish.

     

     

     

     

     

    that tend to blame each other because:

    1. defending ourselves as the true one and blaming the others is not our main job in our independence struggle,
    2. Our main job in Free West Papua campaign is to fight against Indonesia, not gossiping each other, attacking each other, terrorizing each other and even endangering each other because such actions truly feed to the needs and goals of the Indonesian colonial government and at the same time kill or collective ideal.
    3. Let us leave this deadly virus and disease that kill West Papua independence, that is, “Suspecting each other”, and “Gossiping about each other” because this is the most deadliest disease in our struggle to Free West Papua.

    From the WPRA Secretariat-General we urge all parties, particularly TPN PB – OPM under the leadership of Sebby Sambom and Jefry Pagawak, as well as Victor Yeimo and Agus Kossay to come and sit down together to think and talk rationally, from heart to heart, either via email, social media or WhatsApp Gropus or by meeting face to face in order to find solutions to the current situation that is messy and clearly sacrifices our struggles to Free West Papua.

    Furthermore, Gen. Tabi states that blaming each other and listing names of each other and those who we suspect and gossip about and spread the list across the media by “black listing” each other as cooperating with Indonesia clearly shows we already fell into the trap of our enemy: Indonesia.

    The atmosphere now is more than unproductive in our struggle. We have come to the level of destroying each other. WPRA therefore would like to urge all leaders to

    1. get out from the flow of “blaming each other”;
    2. get out from the flow of “clsiming ourselves as the right one”;
    3. focus on our goal, that is, to get Indonesia out from our inherited land, the territory of the Republic of West Papua.

    tidak terbawa arus “saling menyalahkan” pihak lain;

    We do not own Social, electronic and printed media, they are not our “customary house”, “customary table”where we can sit down and talk about various issues and resolves them.

    We should come to resolve our differences and contradictory standpoints and approaches according to our Melanesian way, and let us get out from foreign media. Let us talk about our issues: differences and disagreements on approaches and leadership on face to face basis because were are always one in our goal, we are the same and one origin, we are the same and one destiny.

    This letter is made public to in order to be shared among all elements and leaders of Free West Papua campaigns whereever you are.

    Issued at : CDHs WPRA
    On Date: 25 July 2019
    ———————————————————

    Secretariat-General WPRA,

     

    Signed

     

    Amunggut Tabi, Gen. WPRA
    BRN:  A.DF  018676

     

  • Seruan Umum: Masing-Masing Pihak Menahan Diri dan Berpikir Rasional, Tidak Emosional

    West Papua Revolutionary Army – Tentara Revolusi West Papua 
    Secretariat-General Central Defense Headquarters

    Telp: +675-4380025 – Mobile: +675-74215400 – Email: wpra@wparmy.info
    ==============================================

    Menanggapi berbagai Konflik Opini tentang Organisasi dan pendekatan serta kepemimpinan perjuangan Papua Merdeka yang berkembang belakangan ini, Gen. WPRA Amunggut Tabi dari Central Defense Headquarters (CDHs) West Papua Revolutionary Army (WPRA) menyerukan kepada semua pimpinan organisasi dan lembaga, tokoh, aktivis dan semua Panglima Komando Gerilya Papua Merdeka, supaya

    menahan diri dari berbagai macam pemikiran dan kampanye di media elektronik dan media soail yang sangat tidak produktif, nampak emosional dan kekanak-kanakan,

    yang berusaha menyalahkan satu sama lain, karena

    1. hal membenarkan diri dan menyalahkan pihak lain bukan pekerjaan pokok organisasi perjuangan Papua Merdeka,
    2. Tugas utama pejuang Papua Merdeka ialah menentang NKRI, bukan saling menggosip, saling menyudutkan, saling meneror, dan saling mencelakakan, karena perbuatan ini jelas-jelas memberi makan kepada kemauan dan cita-cita NKRI, dan mematikan cita-cita perjuangan kita bersama.
    3. Mari kita meninggalkan virus dan penyakit mematikan Papua Merdeka, yaitu “Saling Mencurigai” dan “Saling Menceritakan” tentang sesama pejuang, karena ini penyakit terbesar dan paling mematikan bagi perjuangan kemerdekaan West Papua.

    Oleh karena itu, dari Kantor Sekretariat WPRA semua pihak, terutama pihak TPNPB-OPM pimpinan Sebby Sambom dan Jefry Pagawak disertai Viktor Yeimo dan Agus Kossay untuk kembali duduk secara rasional dan berbicara dari hati ke hati, baik lewat email, media sosial (Inbox dan Email), maupuun lewat WhatsApp group, atau dengan duduk muka-dengan-muka secara fisik untuk mencairkan suasana yang sangat kacau dan jelas-jelas mematikan perjuangan Papua Merdeka.

    Selanjutnya dinyatakan bahwa cara menyalahkan dan mendaftar nama-nama kawan dan lawan yang harus dicurigai, dihindari dan bahkan dibasmikan sebagai daftar “black-list” adalah cara kerja lawan politik perjuangan Papua Merdeka dan bukan cara kerja sesama pejuang.

    Oleh karena suhu hubungan antara sesama pejaung Papua Merdeka telah mencapai tingkatan yang lebih dari tidak produktif, telah tiba pada titik mematikan satu sama lain. Oleh karena itu WPRA menyerukan untuk semua pimpinan supaya

    1. tidak terbawa arus “saling menyalahkan” pihak lain;
    2. tidak terbawa arus “saling membenarkan diri”, dan
    3. fokus kepada tujuan, yaitu NKRI (Negara Kolonial Republik Indonesia) keluar dari Tanah leluhur bangsa Papua, wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua.

    Media Sosial, Media Elektronik dan Media Cetak Dunia ini bukan milik kita, bukan “honai” dan “para-para adat” kita. Oleh karena itu, mari kita selesaikan perbedaan dan persoalan di antara kita secara Melanesia, dan tinggalkan media-media buatan asing, khususnya untuk membicarakan perbedaan pandangan dan pendekatan, karena tujuan kita tetap sama dan satu, asal kita tetap sama dan satu, dan akhir kita juga tetap sama dan satu.

    Demikian seruan ini disampaikan untuk disebarluarkan kepada seluruh elemen dan tokoh perjuangan bangsa Papua di mana-pun Anda berada dan bergerilya.

    Dikeluarkan di : CDHs WPRA
    Pada Tanggal: 25 Juli 2019
    ———————————————————

    Secretariat-General WPRA,

     

    Signed

     

    Amunggut Tabi, Gen. WPRA
    BRN:  A.DF  018676

  • “Doakan dan Ampuni!” Kalau Pemain Tidak Menyerang Lawan tetapi Menyerang Teman Sendiri?

    Dalam artikel sebelumnya Gen. WPRA Amnggut Tabi bicara tentang “Penonton dan Komentator Ikut Main dalam Lapangan Papua Merdeka“. Sekarang Gen. Tabi kembali menyinggung sisi lain dari permainan sepak bola, yaitu sebaliknya dari ini, “Apa yang terjadi kalau saling serang justru terjadi dalam satu tim, bukan satu tim melawan tim yang lain?

    Masalahnya lebih rumit, dan satu hal yang sangat pasti,

    “Kemenangan TIDAK AKAN PERNAH tercapai! Pertama, karena pemain yang seharusnya mengejar bole sudah melupakan bola, yang terjadi malahan saling mengejar antara pemain. Kedua, kalaupun pemain masih membawa bola, maka bola tidak akan masuk ke gawan lawan, karena bola yang masih ada di kaki masih berputar-putar dengan teman satu tim sendiri.

    Demikian sambutan singkat Gen. WPRA Amunggut Tabi di hadapan perwira West Papua Revolutionary Army di Markas Pusat Pertahanan (MPP) WPRA tepat tanggal 16 Juli 2019, seharus sebelum menyaksikan upacara bersejarah dalam kisah perjuangan bangsa Papua, yaitu penyerahan Hadiah “Freedom of Oxford” kepada Hon. Benny Wenda, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Sekretaris-Jenderal Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK).

    Menurut Gen. Tabi, semua orang, baik anak kecil-pun akan membaca dengan jelas tanpa harus dijelaskan, bahwa pada saat satu pemain dalam satu tim menyerang sesama anggota tim sendiri, entah karena alasan apapun, maka pasti-lah pemain yang menyerang itu “tidak tahu main”, dan oleh karena itu “harus dikeluarkan dari lapangan”.

    Walaupun begitu, dalam politik tidak persis sama. Cuman kalau ada teman menyerang teman di dalam politik, maka kesan semua orang di dunia ialah justru orang yang menyerang itu dianggap “belum tahu berpolitik” dan karena itu “harus belajar berpolitik”. Karena siapapun kita, baik orang Papua Indonesia maupun Orang Papua Merdeka, kita semua punya nenek-moyang Orang Asli Papua (OAP), oleh karena itu harus ada garis etika perjuangan yang jelas. Sebagai pejuang harus punya etika berpikir, etika bertutur dan etika perilaku yang masuk norma umum. Salah satu norma yang umum ialah sesama pejuang tidak pernah saling menyerang. Kalau itu terjadi, semua orang pasti tahu, ada yang tidak beres dengan orang yang menyerang. Bukan sebaliknya.

    Oleh karena itu Gen. Tabi menekankan entah kapan-pun, bagaimana-pun, semua pasukan West Papua Revolutionary Army (WPRA) tidak boleh mengambil tindakan apa-apa-pun terhadap siapa saja yang merongrong eksistensi WPRA, ULMWP, WPA atau eksistensi individu.

    Kita semua harus belajar dari Tuhan Yesus, Tokoh Revolusioner Mahatinggi Sepanjang Masa, bahwa pada saat Dia disalibkan, justru Dia berdoa, “Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!” Itu bahasa orang-orang revolusioner! Itu nilai dan rasa manusia revolusioner. Revolusioner bukan gila-gilaan haus darah, marah-marah, gosip-gosipan, menyebar teror dan intimidasi kepada sesama pejuang, dan bukan pendendam.

    Lanjut Gen. Tabi

    Kita berjuang menentang NKRI (Negara Kolonial Republik Indonesia), . TITIK! Kita TIDAK menentang orang Indonesia, APALAGI Orang Asli Papua (OAP).

    Kalau ada godaan iblis untuk berpikir sejenak atau berbicara sedikit saja menentang sesama pejuang Papua Merdeka, dan jangankan itu menentang sesama OAP sendiri, entah itu OAP Lukas Enembe dan jajarannya ataupun OAP Merah Putih seperti barisan Ramses Ohee, maka kita harus berdoa begitini:

    “Dalam Nama Yesus Sang Revolusioner Mahatinggi Sepanjang Masa, Seantero Jagatraya, saya tengking dan tolak mentah-mentah pemikiran terkutuk ini. Saya berjuang untuk bangsa dan tanah airku. Segala bentuk pemikiran menentang orang-orang saya sendiri, entah apapun alasannya, entah mereka pelayan NKRI, mereka Merah-Putih Papua, atau juga sesama Papua Merdeka dengan posisi dan pendekatan yang tidak sama dengan saya, saya tetap tolak dan tengking DALAM NAYAM YESUS!”

    Engkau Raja Damai, datanglah kerejaan-Mu, jadilah kedendak-Mu, dalam perjuangan ini, seperti di Sorga. Ampunilah dosa-dosaku, seperti aku juga mengampuni dosa-dosa semua orang, yang menyayangiku, yang melawanku, yang membenciku, dan yang merencanakan kejahatan terhadapku.

    Dengarkanlah doa-ku ini. Aku berdoa dalam Nama Yesus, Sang Revolusioner Mahatinggi sejagat, dan Segala Abad, Raja Damai yang aladi. Amin! Amin! Amin!”

    Dilanjutkan dalam sambutan ini bahwa

    siapapun yang tidak sanggup menerima dan mengampuni sesama OAP dan terutama sesama pejuang adalah orang yang gagal dalam perjuangan. Dan siapa saja yang selalu berpikir dan berbicara menentang sesama OAP dan sesama pejuang Papua Merdeka menandangan ketidak-matangan dan ketidak-dewaaan kita secara mental dan psikologis.

    Nalar kita masih dalam kelas nalar anak-anak. Anak kecil selalu berpikir tentang apa yang dikerjakan teman lain, apa yang dimiliki teman lain, apa yang dilakukan terhadap teman lain dan dia selalu berusaha mentuntut hal yang sama seperti terjadi pada teman lain, memiliki apa yang dimiliki teman lain, melakukan apa yang dilakukan teman lain. Dia tidak punya rencana, dia bertindak dalam kerangka menyaingi temannya.

    Di akhir sambutan ditutup dengan doa pengampunan dan doa berkat. Agar Tuhan Yesus Raja Damai yang mendamaikan manusia dengan Allah juga mendamaikan kita antar sesama bangsa dan sesama pejuang. Doa perlu dinaikkan dan selalu mengingat untuk mengampuni dan melupakan. Doa berkat disampaikan kepada Tuhan Yesus Pohon Berkat untuk mencurahkan berkat-berkat rohani dan jasmani sehingga kita semua menjalani hidup dan perjuangan ini di dalam berkat kasih karunia dan penggembalan-Nya.

  • Referendum Tidak Boleh, Hak Menentukan Nasib Sendiri Boleh Kan Pak?

    Oleh : Ney Sobolim *, Source: https://korankejora.blogspot.com
    Keluarnya pernyataan referendum Aceh oleh Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf cukup membuat publik Indonesia heboh. Terlebih para pengguna sosial media, video berdurasi 5 menit lebih itu viral, dibagikan ulang di berbagai sosial media dan mendapat tanggapan yang berbeda-beda dari berbagai kalangan mulai dari akademisi, politisi hingga pejabat negara. Walaupun akhirnya mantan Panglima GAM itu meminta maaf, ada beberapa reaksi dari para petinggi negara ini terhadap pernyataan itu yang menjadi perhatian saya dalam tulis ini.
    Salah satu diantaranya adalah Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengingatkan supaya Muzakir Manaf  tidak bicara referendum. “Ah tidak usah bicara referendum, nanti TNI kesana dibilang DOM (Daerah Operasi Militer) lagi. Tak akan membiarkan sejengkal pun daerah lepas dari Indonesia. Wilayah keadulatan Indonesia dari Sabang sampai Merauke”, katanya (Nasional.Tempo, 30/05/2019). Tak ketinggalan Menteri Koordinator Politik Hukum & Kemananan (Menkopolhukam) Wiranto bereaksi keras dengan sikap dingin. Seperti diberitakan di Tempo (31/06), Wiranto menegaskan aturan mengenai referendum sudah hapuskan, masalah referendum itu dalam khasanah hukum di Indonesia sudah selesai, gak ada. Beberapa aturan hukum sudah batalkan. Tap MPR nomor 8 tahun 1998, yang isinya mencabut Tap MPR nomor 4 tahun 1993 tentang Referendum. Selain itu, ada pula UU nomor 6 1999, yang mencabut UU nomor 5 1985 tentang Referendum.
    Berdasarkan dua pernyataan oleh dua pejabat Negara ini mesti saya harus mendefinisikan kata Referendum terdahulu.
    Menurut KBBI /re·fe·ren·dum/ /réferéndum/ n penyerahan suatu  masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya (jadi, tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen); penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan dengan pemungutan suara umum.
    Kemudian, adanya berbagai negara di dunia yang telah menyelenggarakan referendum untuk memberikan kebebasan kepada suatu wilayah untuk meminta pendapat apakah mayoritas rakyat ingin berpisah atau tetap di bawah kekuasaan pemerintahan yang ada. Salah-satunya adalah baru-baru ini tepatnya pada November 2018 lalu,  Perancis memberikan kekebasan rakyat Kaledonia Baru untuk memberikan hak suara mereka.
    Hasil pemilihan menunjukan mayoritas rakyat Kaledonia Baru ingin tetap dibawah kekuasaan Perancis. Meski selisih beberapa persen referendum berjalan damai. Selain itu, referendum juga diselenggarakan suatu negara untuk Amanden hukum dan tata negara. Misalnya, Perubahan nama negara Makedonia menjadi Makedonia Utara pada 2018 lalu. Negara Inggris juga pernah menggelar referendum untuk keluar dari keanggotaanya di Uni Eropa.
    Lantas (bagi saya) pernyataan kedua petinggi negara (Menhan & Menkopolhukam) diatas menjadi pertanyaan, pelarangan hingga penghapusan itu dalam konteks apa? Apakah referendum bagi berbagai wilayah  yang ingin menentukan nasibnya sendiri, misalnya Papua? Atau misalnya dalam mengubah dasar negara tertentu tidak melibatan rakyat?
    Papua dan Tuntutan Referendum
    Untuk pertanyaan yang pertama diketahui semua pihak bahwa, wilayah yang paling loyal menyeruhkan pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Papua. Di Papua salah satu organisasi yang memediasi rakyat dan menyerukan referendum dalam setiap aksi demo maupun kampanye di tingkat regional maupun internal adalah Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Selain KNPB, ada The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan berbagai organisasi lainnya mendesak agar rakyat Papua diberikan kebebasan untuk memilih, apakah masih ingin dibawah kekuasaan pemerintah Indonesia atau berdiri sendiri membentuk suatu pemerintahan. Sama halnya, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menuntut pemerintah Indonesia agar diberikan kebebasan hak untuk menentukan nasib sendiri kepada rakyat Papua sebagai solusi demokratis. Menurut AMP dan juga pejuang yang tergabung dalam berbagai organisasi, ada kesalahan dalam proses sejarah dimasukkannya wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI diantaranya adalah:
    1. Jauh sebelumnya tepatnya pada 1 Desember 1961 wilayah Papua sudah diklarasikan menjadi sebuah negara secara de facto lengkap dengan atribut kenegaraan seperti bendera “Bintang Kejora”, Lagu Kebangsaan “Hai Tanahku Papua.”, lambing “Burung Mambruk” dan  atribut kenegaraan lainnya.
    2. Klaim Presiden RI pertama Soekarno terhadap wilayah Papua melalui perintah Trikora di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta pada 19 Desember 1961 salah satu poinya menyebut bubarkan negara boneka buatan Belanda adalah  klaim sepihak dan tidak mendasar.
    3. Realisasi perintah Soekarno di poin 2 dilancarkan operasi-Operasi Militer ke wilayah Papua, sehingga terjadi banyak kekerasan.
    4. Rakyat Papua atau perwakilan tidak dilibatkan dalam perjanjian-perjanjian internasional diantaranya New York Agreement (Perjanjian New York) yang diprakarsai oleh Amerika Serikat pada 15 Agustus 1962 dan Roma Agreement 30 September 1962 .
    5. Penyerahan Kedaulatan wilayah Papua ke tangan pemerintah melalui otoritas eksekutif sementara PBB The United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) kepada pemerintah Indonesia tanpa sepengetahuan orang asli Papua sebagai pemilik Tanah Air pada 1 Mei 1963.
    6. Penyerahan wilayah Papua itu tidak sesuai dengan keputusan di New York dan Roma sebelumnya.
    7. Ditandatanganinya Kontrak Karya I Freeport McMoran atau PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia melalui para pejabat Orde Baru, Soeharto Cs pada 7 April 1967. Padahal pada saat itu wilayah Papua belum sah menjadi bagian dari Republik Indonesia atau 2 tahun sebelum diselenggarakan tindakan pemilihan bebas atau Pepera 1969
    8. Pelaksanaan referendum tidak sesuai kesepakan yng diatur di New Yok dan Romayaitu melalui mekanisme Indonesia musyawara mufakat. Yang semestinya sekitar 800.000 jiwa rakyat Papua pada saat memberikan hak suara, hanya diwakilkan 1025 orang, itu pun sebagian dikarantinakan.
    Dengan sejumlah alasan diatas, ditambah berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kontemporer, seraya eksploitasi sumber daya alam, perampasan tanah-tanah adat, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan terlebih depopulasi orang asli Papua terus terjadi, tuntutan hak untuk menentukan nasib sendiri semakin meluas.
    Referendum atau Hak Penentuan Nasib Sendiri Nilai Demokrasi
    Tuntutan rakyat Papua itu cukup mendasar. Sebab berkenaan nilai-nilai demokrasi. Jika ditilik dari Kovenan-Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak sipil politik dan tentang hak-hak masyarakat pribumi. Dalam Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang ditetapkan Maajelis Umum PBB dalam siding pada 16 Desember 1966, salah satu poin dipasal Pasal I ayat 1 menyatakan bahwa Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka. Kemudian diratifikasi dalam berbagai pasal dalam UU Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005. Selanjutnya sebagaimana penegasan hak-hak sipil dan politik dideklarasikan di Viena dengan menegaskan betapa pentingnya hak menentukan nasib sendiri untuk semua kelompok masyarakat menentukan status politik untuk mengejar pembagunan ekonomi, sosial dan budaya.
    Dengan adanya pernyataan Menkopolhukam Wiranto, bahwa hukum-hukum yang mengatur tentang referendum telah dihilangkan mungkin saja suatu  sikap tertentu agar sejarah lepasnya Timor Leste tidak terulang kembali. Mungkin juga referendum yang dimaksud adalah lebih pada tidak melibatkan warga negara Indonesia dalam amanden tertentu. Tidak untuk hak untuk menentukan nasib sendiri. Sebab, hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri adalah kesepakatan negara-negara anggota PBB, Indonesia sebagai salah satu anggota wajib untuk menghormati demi mewujudkan perdamaian dunia.
    Jika pemerintah Indonesia memberikan kebebasan hak penentuan nasib sendiri kepada  rakyat Papua sebagai solusi yang demokratis dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi internasional, akan menjadi salah satu kemajuan bagi demokrasi di Indonesia.
    *Penulis adalah Anggota (pengurus) Aliansi Mahasiswa Papua
  • Team 5 The Defenders of the truth

    https://www.facebook.com/photo.php?fbid=634441267067556&set=a.129715650873456&type=3&eid=ARCY5-WsPunvbwIpOG3aueb23-ncqGDwwJ31S7YEzTSeLFIMa_MEaLOep9DipFDU4nbaJbuV20q60QO3

    Kami tetap pertahankan sejarah Proklamasi 1 Juli 1971 karna TPN adalah sah.

    Penolakan kami terhadap pembentukan West Papua Army oleh ULMWP sudah sangat jelas melanggar konstitusi 1 Juli 1971 karena sudah ada Proklamasi dan 1961 embrio Negara Republik West Papua.

    Sekarang Anda Anda semua sedang bertahan dalam Hal APA?

    Kami sudah nyatakan secara jelas dalam media international seperti ABC Radio Australia Pacific Beat dan Radio New Zealand internasional bahwa kami menolak WPA itu bukan karena kami BENCI Benny Wenda dari personal interest namun kami BERPIJAK pada kebenaran sejarah perjuangan bangsa Papua. TITIK.

    Blessed are those who speak forth the truth.

    Berbahagialah orang yang mengatakan kebenaran

    — with Leonie Tanggahma, Jackson Uble King, Sebby Sambom and Lewis Prai Wellip.

  • West Papua Revolutionary Army Tidak Didirikan untuk Bunuh Orang Indonesia

    Apalagi bunuh Orang Asli Papua (OAP)! Itu Haram!

    Oleh karena itu, mari kita tinggalkan segala bentuk dan jenis gosip, teror, dan intimidasi untuk saling membunuh dan saling mencelakakan. Karena kami sudah cukup di-intimidasi dan di-ancam oleh NKRI.

    Demikian kata General WPRA Amunggu Tabi dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) est Papua Revolutionary Army (WPRA).

    Gen. WPRA Amunggut Tabi menyampaikan tentang WPRA atau diterjemahkan ke dalam bahasa Melayo-Indos menjadi Tentara Revolusi West Papua (TRWP) bahwa visi/ misi pembentukan WPRA atau TRWP BUKAN untuk membunuh orang, termasuk orang Indonesia, apalagi OAP. Visi/ Misi-nya untuk mewujudkan perdamaian abadi di Tanah Leluhur bangsa Papua, dengan mengakhiri segala bentuk dan jenis penjajahan di pulau New Guinea.

    Menanggapi berbagai pihak-pihak yang menyebar kebencian dan ancaman pembunuhan serta gosip yang tidak sehat di antara orang Papua, terutama disebarkan oleh Joko Kosay, Sebby Sambom dan Jefry Pagawak, maka Gen. Amunggut Tabi dengan berbesar hati mengucapkan semua dinamika yang berkembang belakangan ini adalah wajar dan oleh karena itu Gen. Tabi sebagai orang tua yang mendahului perjuangan ini

    “meminta maaf sebesar-besarnya kalau dalam perjuangan selama ini ada yang telah salah, atau keliru atau tidak tepat dan merugikan para pihak yang saat ini merasa tidak puas, tidak bersimpati, bahkan menentang dan mengancam West Papua Army, ULMWP dan personil ULMWP.

    Kalau ada yang salah secara pribadi, tolong di-maafkan. Kami tidak bermaksud memusihi siapapun, termasuk orang Indonesia bukan-lah musuh kami. Yang kami lawan ialah penjajahan oleh Negara Kolonial Indonesia (NKRI) atas tanah leluhur bangsa Papua dan atas Negarea Republik West Papua.”

    Ditanya soal ancaman perintah Nggoliar Tabuni akan membasmikan semua personnel ULMWP, Amunggut Tabi kembali menyatakan,

    “Nggoliar itu siapa, dan saya siapa? Mathias Wenda siapa dan Jefry Pagawak siapa? Semua kami satu noken!

    Semua orang tahu, yang menyebarkan ancaman itu kaki-tangan NKRI, bukan pejuang Papua Merdeka. Jangan salah!

    Yang biasa bunuh OAP itu-kan NKRI, bukan orang Papua. Di mana ada perang suku di Tanah Papua? Di mana? Papua Merdeka bukan masalah suku, marga, tetapi soal bangsa dan negara. Jadi tidak ada alasan moral dan adat untuk kita saling mengancam dan saling membunuh.

    Dipertegas lagi, apakah General Tabi tidak percaya kalau ancaman yang sudah beredar itu bukan dari OAP, dikatakan bahwa sudah pasti ancaman-ancaman yang mencelakakan hidup OAP hanya berasal dari NKRI.

    Eksistensi NKRI yang mencelakakan OAP, jadi pemikiran, kata-kata seperti itu pasti dari NKRI.

    Ditantang dengan pertanyaan soal perang saudara yang pernah terjadi di medan perjuangan Papua Merdeka beberapa puluh tahun lalu, dan ada spekulasi bahwa perang saudara itu akan muncul kembali dalam tubuh perjuangan Papua Merdeka, Gen. Tabi mengatakan

    Apa yang terjadi masa lalu tidak dapat terulang masakini.

    Sekarang kami semau orang-orang terdidik, yang menggunakan rasio dan moral yang sudah matang dan stabil. Gosip, isu dan emosi tidak dipakai lagi.

    Berbeda dengan generasi tua, mereka bermain menurut kemampuan dna kekurangan yang mereka miliki waktu itu. Kami generasi sarjana ini tidak se-bodoh seperti diskenario-kan NKRI.

    Setelah dibacakan judul dari beberapa artikel yang bertebaran di media sosial dan blog yang beredar belakangan ini, General Tabi kembali menegaskan:

    Sudah jelas, itu semua tulisan NKRI! Hanya anak-anak baru lahir yang akan terpengaruh oleh isu berita ini. Kami yang sudah matang di lapangan sudah tahu pilihan kata, kalimat, nada dan tujuan, bahkan rasa dari tulisan saja kami sudah tahu. Hanya anak-anak kecil yang baru belajar bahasa Indonesia dan baru bermain-main dengan Indonesia yang akan bingun dan akan pikir ini berasal dari OAP.

    Jadi kasih tahu semua pihak, bahwa TRWP tidak didirikan untuk membunuh manusia, baik manusia Indonesia dan apalagi manusia Papua. Tujuan TRWP menopang perjuangan politik Papua Merdeka oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang saat ini diemban oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

    Dijelaskan kembali bahwa ancaman itu sangat jelas dan secepatnya harus ditanggapi, kembali General Tabi menjawab,

    Kami sudah tahu pengguna Facebook dan Blog di dunia ini milik siapa, pengelola siapa, dan kami sudah tahu bahasa Indonesia yang dikeluarkan itu adalah OAP dari suku/ kampung mana. Kami tahu nama persis, tinggal di mana saat ini juga kami sudah bisa pastikan. Sudah ada teknologi tersedia untuk semua itu.

    Kita semua sudah bisa tahu. Jadi, supaya udang keluar dari balik batu, kita harus jujur dan berani kepada diri sendiir dan mengatakan “TIDAK” kepada kekerasan, kepada gosip, kepada teror dan kepada intimidasi antara sesama OAP.

     

  • Tiga Ciri Utama Pejuang Papua Merdeka

    Pembukaan

    Sama dengan semua orang dipanggil Kristen, tetapi tidak semua orang akan masuk ke dalam kerajaan sorga, demikian juga semua orang boleh berjuang untuk Papua Merdeka, melakukan demo-demo dan menyampaikan pendapat, tetapi tidak semua orang adalah pejuang Papua Merdeka.

    Orang yang dapat disebut sebagai “Pejuang Papua Merdeka” dan rakyat yang bersimpati dan mendukung perjuangan Papua Merdeka harus dipisahkan, sehingga dengan demikian kita dapat mengetahui dan membedakan siapa lawan dan siapa kawan.

    tiga ciri utama pejuang Papua Merdeka

    Paling tidak ada tiga ciri utama pejuang Papua Merdeka, Anda boleh menambahkan point lain dalam kolum komentar tulisan ini:

    1. Pejuang Papua Merdeka harus bergabung dengan, disumpah dan mengucapkan sumpah janji untuk terlibat dalam perjuangan Papua Merdeka.Sumpah janji dapat dilakukan secara adat, secara gerejawi atau juga secara modern berdasarkan sumpah organisasi politik atau militer.

      Oleh karena itu, tidak semua orang Papua otomatis pejuang Papua Merdeka. Tidak semua orang pengikut demo-demo dan protes disebut pejuang Papua Merdeka, karena mereka secara teori adalah pendukung Papua Merdeka, bukan pejuang. Kita berjuang untuk mendirikan negara, karena itu semua pejuang harus-lah jelas identitas dan sumpah-nya.

    2. Pejuang Papua Merdeka harus menghabiskwan waktu 100% untuk kegiatan Papua Merdeka.Kalau anda temui orang Papua yang sebentar-sebentar bicara Papua Merdeka tetapi kemudian terlibat dalam kegiatan kampanye politik Negara Kolonial Republik Indonesia (NKRI), atau mandaftarkan diri menjadi anggota DPRP, atau anggota KPU atau anggota apa saja di dalam sistem pemeritnahan NKRI, maka orang Papua itu bukan pejuang Papua Merdeka.

      Ada politisi NKRI yang bicara Papua Merdeka, ada pemuda dan mahasiswa yang bicara Papua Merdeka. Tiap hari mereka masuk kantor, tiap hari mereka ke tempat kuliah, tetapi mereka juga rajin ikut demo-demo dan memobilisasi kekuatan. Mereka “bukan pejuang” tetapi simpatisan dan pendukung Papua Merdeka.

    3. Menghargai dan punya etika yang tinggi terhadap pejuang Papua Merdeka yang lain, organisasi Papua Merdeka yang lain. Dia tidak akan berbicara melawan orang Papua yang lain, tidak menentang organisasi orang Papua yang lain, apalagi, dia akan mengharamkan menyebut nama-nama Orang Papua dengan menuduh mereka.Apalagi, pejuang Papua Merdeka tidak akan pernah “mengancam” untuk membunuh orang Papua yang lain, karena dia berjuang, dia bersumpah, dan dia tunduk kepada aturan organisasi, yaitu berjuang untuk mengusir penjajah NKRI keluar dari Tanah Papua, bukan menceritakan, mencaci-maki, bukan mengancam dan membunuh orang Papua sendiri.

    PenutuP

    Logika-nya jelas secara matematis,

    1. Papua Merdeka = NKRI keluar
    2. NKRI keluar = OAP Melawan NKRI
    3. OAP Melawan OAP = NKRI Tidak Keluar/ Tetap ada di Tanah Papua
    4. OAP Mengancam OAP = OAP yang mengancam perlu dipertanyakan, apakah benar-benar OAP atau Orang Papindo (Papua Indonesia)

    Logika yang sama kita aplikasikan ke ULMWP versus TPN-PB – OPM

    1. ULMWP untuk Papua Merdeka = TPN PB- OPM untuk Papua Merdeka, lalu persoalannya di mana?
    2. Konstitusi 1 Juli 1971 dilanggar oleh ULMWP – Pasal Berapa dan ayat berapa yang dilanggar, yang akibatnya menurut konstitusi itu harus dibunuh?
    3. ULMWP, WPRA dan WPA dan TPNPB – OPM, TPN dan OPM adalah sama-sama dari Faksi Markas PEMKA dan Victoria, yang telah disatukan oleh Andy Ayamiseba – Otto Ondawame dengan pembentukan WPPRO (West Papuan Peoples’ Representative Office) tahun 2003.
    4. Kalau begitu mengapa keduanya bersengketa? Bukankah yang bersengketa INDIVIDU dan EGO Individu? Bukan bangsa Papua dan perjuangan Papua Merdeka?
    5. Kalau begitu, mengapa Orang Papua masih saja memelihara ini?
  • Gen. WPRA Amunggut Tabi: PON XX 2020 Harus Digagalkan Demi Harga Diri Bangsa Papua

    West Papua Revolutionary Army (WPRA) telah mengeluarkan instruksi kepada berbagai jajarannya untuk memonitor “secara dekat” pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Kolonial Indonesia yang hendak diselenggarakan oleh Negara Kolonial Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 2020 atau tahun depan.

    Menurut Gen. WPRA Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan WPRA, instruksi itu diberikan dalam rangka memperingatkan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat dan Ketua MRP dan Ketua MRPB bahwa.

    1. Otonomi Khusus (Otsus) diberlakukan NKRI di Tanah Papua, BUKAN karena kalian menuntut kesejahtearaan, pesta-pora, dan perayaan olahraga atas nama tulang-belulang, jeritan dan air-mata bangsa Papua. Otsus adalah pencepaian setengah jalan atau 50% dari perjuangan Papua Merdeka yang telah kami perjuangkan sejak 1963. Oleh karena itu sebelum pencapaian target kemerdekaan 100%, maka kami akan tetap menuntut semua pemimpin bangsa Papua atas nama Gubernur, Wakil Gubernur, Ketua DPRP dan Ketua MRP; baik di Provinsi Papua maupun di Provinsi Papua Barat untuk mempertanggung-jawabkan dana pemberian NKRI kepada pejuang Papua Merdeka, bukan menggunakannnya untuk pesta-pora dan perayaan olahraga seperti PON.
    2. Selama kalian menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, ketua dprp maupun mrp dan mrpb tidak pernah memikirkan ataupun berkontribusi sedikit-pun kepada perjuangan Papua Merdeka. Walaupun kalian tahu persis bahwa Otsus dan Dana Otsus turun karena tuntutan dan perjuangan Papua Merdeka, kalian telah menjadi buta dan tuli, dan tidak memiliki hatinurani sama sekali.
    3. Oleh karena itu, adalah kewajiban kami sebagai pemegang mandat dan amanat bangsa Papua untuk membatasi dan bila perlu menghentikan segala pesta-pora dan perayaan olahraga atas nama penderitaan dan tulang-belulang bangsa Papua, keringat, air-mata dan hartabenda yang telah kami rakyat jelata korbankan untuk kemerdekaan kami, sementara kalian menjabat dan berpesta-pora.

    Berdasarkan catatan WPRA, tidak ada sumbangan apapun yang telah diberikan oleh pejabat kolonial NKRI (Negara Kolonial Republik Indonesia) dari Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dari DPRP dan DPRPB, dari MRP dan MRPB kepada perjuangan Papua Merdeka, dan oleh karena itu ide-ide dan rencana pesta-pora perayaan atas nama penderitaan dan nyawa bangsa Papua harus dihentikan.

    Atas nama seluruh pahlawan bangsa Papua yang telah dibunuh oleh kolonial NKRI dan yang tulang-belulangnya tersebar tak teridentifikasi dan tak tertanda di selurh pulau New Guinea dan di Indonesia, dan yang selalu menyertai kami dalam perjuangan ini.

    Atas nama anak-cucu dan atas nama Tuhan Pencipta dan Pelindung perjuangan kemerdekaan Negara Republik West Papua.

    Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan WPRA

    Pada Tanggal: 14 Juli 2019

     

     

     

    Gen. WPRA Amunggut Tabi
    BRN: A.DF 018676

     

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?