Author: wpra

  • Menimbang Pilihan Separatis, Lima Tahun Lagi Kalimantan Merdeka

    Oleh : Guntur Pribadi | 16-Aug-2007, 02:06:50 WIB

    KabarIndonesia – GERAKAN separatis di negeri ini bak bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak. Sinyal gerakan makar yang belakangan ini membahana sebenarnya bukanlah baru. Gejolak aktivitas pemisahan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah ada sejak kemerdekaan diproklamirkan. Bahkan gerakannya kian meningkat sejak tahun 1950-an.

    Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), gerakan Papua Merdeka, adalah sebagian aktivitas separatis yang hingga kini masih menjadi momok bagi NKRI. Dan itu hanya sebagian kegiatan ‘perlawanan’ daerah yang tampak terekspose. Belum lagi isu beberapa daerah yang lain di negeri ini yang juga tampak berkeinginan mengibarkan ‘bendera merdeka’.

    Keinginan memisahkan diri beberapa wilayah di negeri ini tampaknya tidak lagi bergerak di bawah tanah. Seperti yang terjadi, belum lama ini, pengibaran bendera Bintang Kejora dihadapan Presiden Bambang Yudhoyono di Ambon dalam tarian adat Maluku menunjukan bahwa gerakan pemisahan diri telah berani ‘unjuk gigi’.

    Gerakan separatis yang terjadi beberapa wilayah di negeri ini memang tidak dapat dihindari begitu saja. Indonesia dengan realitas masyarakatnya yang plural serta heterogenitas suku bangsa, adat istiadat, bahasa, keyakinan, dan keanekaan identitas lainnya, adalah sesuatu yang memang berbeda. Apalagi memperhatikan tingkat kesenjangan sosial-ekonomi antara pusat dan daerah masih sangat jauh dari keadilan. Maka tidaklah mengherankan upaya separatis atau memisahkan wilayah dari NKRI oleh sebagian kelompok atau golongan menjadi pilihan.

    Kalimantan Merdeka
    Beberapa sinyal adanya bentuk perlawanan daerah terhadap pemerintah pusat juga terjadi (meski malu-malu) di Kalimantan Timur (Kaltim). Tidak saja karena soal upaya pencabutan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh pemerintah pusat yang menjadi pemicunya. Tetapi juga menyangkut masih tertinggalnya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kaltim dipelbagai sektor.

    Kendati perlawanan yang didengungkan hanya sebatas teriakan wacana otonomi khusus (otsus). Bukan tidak menutup kemungkinan, tuntutan dapat lebih meluas mengarah pada gerakan Kaltim merdeka.

    Adalah menarik jika diamati analisa Hendopriyono, dalam diskusi polemik: Mengungkap Eksistensi Separatisme di Menara Kebon Sirih, Jl Kebon Sirih, Jakarta, belum lama ini, yang meyakini, bahwa gerakan seperatisme di Indonesia akan kian bertambah luas. Dikatakannya, gerakan separatisme di negeri ini sudah mulai terlihat di Papua, Maluku, Kalimantan, dan Aceh sejak pertengahan tahun 1980-an. Bahkan mantan Kepala Badan Intelijen Negera (BIN), itu, secara tegas pula menandaskan, Kalimantan sendiri dalam kurun lima tahun mendatang akan memisahkan diri dari NKRI.

    Analisa Hendropriyono yang tampak mengejutkan itu memang bukan tidak mungkin terjadi. Apalagi Kalimantan yang terkenal melimpah SDA-nya, namun kontras dengan realitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yang masih banyak tertinggal disegala sektor, sangat memungkinkan terjadinya pengibaran ‘bendera merdeka’ dan perlawanan Kalimantan terhadap pusat.

    Mungkin kita masih ingat ketika awal reformasi, Kaltim pun pernah mendengungkan wacana negara federasi. Sebuah sistem negara bagian yang banyak dianut negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia. Sistem itu juga diterapkan di negara bagian Amerika Serikat dan hasilnya cukup bagus. Namun wacana negara federasi itu kemudian tenggelam seiring berjalannya kebijakan otonomi daerah oleh pusat.

    Koreksi untuk Pemerintah Pusat
    Melihat geliat separatis seperti yang terjadi di Papua, Ambon ataupun di beberapa daerah lainnya di Indonesia bagian Timur tidaklah cukup dengan pendekatan persuasif ataupun konsensus nasionalisme. Pemerintah pusat harus lebih terbuka dan bijak melihat aspek kesejahteraan di daerah-daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya (SDA). Pincangnya program pembangunan nasional, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, termasuk di Kaltim, itulah yang seharusnya segera dibenahi pemerintah. Hal ini pula yang mendorong guncangan integrasi nasional di negeri ini.

    Samuel Philips Huntington pernah meramalkan, Indonesia bisa menjadi negara pecah seperti yang pernah dialami Uni Soviet dan Yugoslavia. Dikatakannya, dua negera itu telah terberai karena kegagalan mengelola integrasi nasionalnya.

    Pandangan Huntington tersebut mungkin tidak terlalu berlebihan. Pemerintah memang sudah seharusnya menata konsep integrasi nasional. Tidaklah cukup jika integrasi nasional dimaknai sebagai kesatuan wilayah atau komunitas secara nasional yang terikat dengan prinsip-prinsip persatuan bangsa dan negara. Tapi yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah pusat adalah pemerataan secara adil kekayaan negara, termasuk menyangkut kebijakan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan pertahanan keamanan negera. Kita bisa melihat, betapa Papua, Kalimantan, Aceh, serta beberapa daerah timur lainnya yang melimpah SDA-nya masih tertinggal pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.

    Kebijakan pemerintah pusat yang dinilai kurang maksimal dalam menampung aspirasi daerah memang kerap menimbulkan kerawanan terhadap integrasi nasional. Bukan rahasia lagi, jika aksi protes daerah seperti, pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, tuntutan otsus di Kaltim, serta beberapa daerah lainnya yang memiliki selera tuntutan yang sama, dikarenakan keputusan politik pusat yang masih berbau sentralisme.

    Di sinilah pemerintah pusat seharusnya bisa lebih berbenah dan mengoreksi kebijakannya. Sebab gejolak separatisme yang terjadi di negeri ini sebenarnya bukanlah pilihan atau gerakan untuk ‘melawan’ pusat dan anti NKRI. Tetapi munculnya aksi suara hendak merdeka itu dikarenakan ketimpangan kebijakan pusat serta distribusi ‘kue’ pembangunan yang tidak adil terhadap daerah-daerah kaya, termasuk Kaltim.

    Penulis: Peminat Wacana Otonomi Khusus di Kaltim, tinggal di Kutai Kartanegara. Email: gu2n_kutai@yahoo.com

    Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
    Email: redaksi@kabarindonesia.com
    Big News Today..!!! Let’s see here
    www.kabarindonesia.com

  • Pertemuan Yudhoyono-Howard, Seorang Mahasiswa Papua Ditangkap

    TEMPO Interaktif, Denpasar:Jelang
    Menjelang pertemuan Perdana Menteri Australia John Howard dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa hari mendatang, seorang mahasiswa Papua di Bali bernama Benjamin Logo ditangkap polisi. Hingga saat ini belum diketahui persis alasan penangkapan Benjamin tersebut.

    Informasi penangkapan itu dibenarkan Agus Samijaya, pengacara yang kerap dimintai bantuan kalangan aktivis mahasiswa di Bali. “Ada teman mahasiswa dari Papua yang datang ke sini untuk meminta bantuan hukum,” ujarnya, Kamis (26/7) malam.

    Namun, menurut Agus, kronologi dan latar belakang belakang penangkapan itu belum cukup jelas. “Jadi saya minta mereka untuk menyusun itu dulu,” katanya.

    Sumber di Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Bali menyebut penangkapan itu berkaitan dengan kecurigaan akan adanya rencana aksi pengibaran bendera bintang kejora di konsulat Australia di Bali. Aparat kemudian hendak melakukan penangkapan dua mahasiswa Papua yang dicurigai bakal terlibat dalam aksi itu.

    Namun, saat ditangkap, seorang di antaranya kedapatan membawa senjata tajam. Satu orang lagi berhasil meloloskan diri.

    Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar AS Reniban membantah adanya penangkapan mahasiswa Papua terkait dengan rencana aksi pengibaran bendera bintang kejora. “Kalau ada penangkapan dengan alasan lain saya belum tahu,” ujarnya. Rofiqi Hasan

  • Bintang Kejora Dibentang di GOR

    JAYAPURA-Bendera Bintang Kejora muncul dalam acara Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua yang berlangsung di GOR Cenderawasih, Jayapura, Selasa (3/7), kemarin.

    Modusnya, pembentangan bendera Bintaang Kejora itu sama dengan kemunculan bendera Republik Maluku Selatan (RMS), yakni saat tarian Cakalele di Ambon. Bedanya, bendera RMS yang muncul di hadapan Presiden SBY di Ambon disusupkan lewat tarian Cakalele. Sedangkan bendera Bintang Kejora ini dibentangkan dalam salah satu tarian resmi pada acara Masyarakat Adat Papua.

    Tari yang menggunakan bendera bintang kejora itu tampil di akhir acara. Penari dari Grup Sampari menggunakan kostum bercorak Bintang Kejora dan diperagakan remaja pria dan wanita. Tarian itu menggambarkan anak-anak Papua sedang bingung dan sedih mencari orang tuanya yang hilang karena dibunuh dan diculik.

    Pada detik-detik terakhir tarian, penari wanita membentangkan bendera Bintang Kejora sembari melambai-lambaikan dan mengitari penari lain yang bergelimpangan dengan air mata berlinang.

    Tiba-tiba ratusan peserta kongres yang memenuhi GOR itu secara beramai-ramai berteriak, merdeka… merdeka… merdeka.. !!! Menyaksikan bendera itu, sejumlah peserta histeris. Termasuk Tom Beanal, ketua Dewan Adat Papua.

    Dalam acara tersebut, hadir sejumlah tokoh masyarakat Papua. Mereka, antara lain, Wakil Ketua MRP (Majelis Rakyat Papua) Hana Hikoyobi, Ketua DPRD Kota Jaya Pura Thopillus Bonay, dan Sekda Prov Papua Tedjo Suprapto. Sedangkan ribuan peserta datang dari tujuh wilayah adat.

    Tedjo Suprapto tampak diam menyaksikan pembentangan bendera yang berlangsung 20 menit tersebut. Wajahnya tanpa ekspresi, entah apa di benaknya.
    Acara yang dimulai pukul 13.00 itu dijaga superketat satgas atau nama lain Penjaga Dusun Adat Papua (PDAP).

    Di pintu masuk ke halaman GOR berjejer PDAP. Mereka memeriksa siapa saja yang masuk, termasuk para peserta. Bahkan, wartawan pun diperiksa, baik tas maupun barang bawaan. Setelah dirasa tidak ada yang mencurigakan, mereka baru diperbolehkan masuk.

    Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Tom Beanal dalam pidato politiknya mengatakan bahwa konferensi pada hakikatnya merupakan pesta demokrasi. Momen itu juga merupakan kesempatan bagi rakyat pelosok Papua datang berkumpul, saling bertukar informasi, dan menyatakan pendapat. ”Saat inilah kami pikir alangkah baik jika pemimpin datang duduk bersama rakyat. Apalagi, saat negara ini sedang dilanda situasi sulit, baik dari sisi budaya, ekonomi dan politik, maupun kemarahan alam,” katanya.

    Dia juga meminta pemerintah membuka keran demokrasi di Papua. ”Saya ingin menekankan betapa pentingnya kita memberikan ruang bagi proses demokratisasi. Demokrasi yang hendak kita bangun adalah usaha memperkuat komunikasi, interaksi, dan kerja sama yang konstruktif di antara komponen masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik untuk mencapai kesejahteraan dan kemuliaan harkat hidup,” tuturnya.

    Seperti diketahui, pembukaan konferensi yang sedianya akan dimulai pukul 09.00 WIT itu baru dimulai sekitar pukul 10.28 WIT, diawali dengan ibadah yang dipimpin Pdt M.Th Mawene, S.Th dengan diiringi Kelompok Paduan Suara STT GKI Jayapura.

    Usai ibadah, acara yang disiarkan life melalui RRI Jayapura itu dilanjutkan penyampaian sambutan, diawali sambutan Gubernur Barnabas Suebu, SH yang disampaikan Sekda Drs Tedjo Suprapto, MM.

    Pada sambutannya, Gubernur kembali menekankan visi dan misinya tentang Papua Baru. “Intinya bagaimana membangun Papua yang lebih baik di mana pemerintahnya adalah pemerintah yang bersih dan berwibawa serta melayani rakyat dengan sebaik-baiknya” katanya.

    Gubernur juga menekankan upaya dan strategi serta kebijakan dasar pembangunan di Papua yang berkelanjutan.

    Setelah itu sambutan politik Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Tom Beanal, lalu membuka acara itu dengan memukul tifa dan mengatakan “atas berkat Tuhan yang menciptakan Tanah Papua dan yang menciptakan leluhur dan semua orang yang telah gugur demi Tanah Papua saya membuka pertemuan ini,”.
    Usai sambutan acara dilanjutkan pagelaran tarian dari 7 wilayah adat masing – masing dengan keunikannya sendiri. Pagelaran seni itu berlangsung semarak karena undangan begitu antusias menyaksikan.

    Satu demi satu grup penari tampil dan cukup berhasil memukau semua yang hadir. Mereka kemudian lebih antusias lagi ketika pada penampilan penari terakhir dari Grup Sampari maju ke depan. Penari dengan kostum bercorak Bintang Kejora dan diperagakan oleh remaja pria dan wanita ini menggambarkan tentang anak – anak Papua yang sedang bingung dan sedih mencari orang tuanya yang hilang karena dibunuh dan diculik.
    Konfrensi Pers

    Acara kemudian dilanjutkan dengan konfrensi pers oleh Ketua DAP Tom Beanal, Sekretaris Umum DAP Leo Imbiri, Ketua Panitia KBMAP Forkorus Yaboisembut, S.Pd dan Ketua DAP Biak Yan Yarangga.

    Terkait dengan pembentangan bendera Bintang Kejora itu, Leo Imbiri menjelaskan, tarian itu adalah ungkapan real dari kehidupan masyarakat di Papua, seorang anak yang mencari orang tuanya dan orang tuanya yang dibunuh.

    Untuk itu katanya, agar hal itu jangan dilihat dari kerangka politik, namun sebatas ungkapan budaya masyarakat adat Papua.

    Ditambahkan Forkorus bahwasanya tarian itu adalah unsur budaya dan hal itu tidak perlu dipersoalkan, karena masyarakat Papua adalah masyarakat yang berbudaya dan hal itu sudah menjadi darah daging.

    “Kalau mereka mau jadikan bendera apa salahnya. Itu wajar. Manusia ini kan zone politikon, jadi manusia berpolitik itu biasa, tidak usah ada dusta untuk membodohi rakyat. Saya pikir kita jangan membodohi rakyat,” katanya.

    Ia juga mengatakan, tarian itu menggambarkan sejak tahun 1961 sampai sekarang telah terjadi banyak pelanggaran HAM, karena ada tiga masalah pokok yang terjadi yakni 1, penyangkalan hak berpolitik dari bangsa Papua Barat, 2, pembangunan yang melanggar hak – hak dasar masyarakat Papua dan lingkungan hidup, 3, akibat dari semua itu maka terjadi pelanggaran HAM dan hukum. “Itu tadi yang diperagakan oleh penari mereka bahwa kami telah dibunuh karena ini, kami telah disiksa, ya tulah kami sampai hari ini,” ujarnya.

    Lanjutnya, Bintang Kejora sudah menjadi kontroversi umum semua tahu itu, ini juga menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan yang mana mandat itu diberikan kepada PDP melalui Kongres rakyat Papua. “Kenapa bendera menjadi kontroversi sehingga rakyat dibunuh terus kami dari presdium sudah minta dialog kami minta ini diselesaikan supaya tidak ada lagi kata separatis. Saya pikir, begini, karena bendera dan itulah orang bilang kami separatis,” katanya lagi.

    Menurutnya sejarah seperatis itu sendiri adalah kosa kata yang ditinggalkan oleh penjajah yakni pemerintah administrative saat itu. Sebagai anak Papua kalau ia mengatakan sudaranya separatis secara tidak sadar dirinya sudah menjadi penjajah. “Jadi saya himbau anak-anak Papua yang menjadi gubernur, bupati, jangan katakan saudara saya separatis atau menakut -nakuti supaya tidak ikut konfrensi,” ajaknya.

    Leo Imbiri menambahkan, dalam konfrensi itu akan revitalisasi atau pengurus DAP yang baru periode 2007 – 2012 serta melakukan evaluasi terhadap DAP selama 5 tahun terakhir dan merumuskan sejumalh program DAP 5 tahun kedepan.

    Sedangkan untuk persoalan masyarakat adat, sampai hari ini adalah jaminan hak hidup, terus menerus terjadi kecurigaan terhadap masyarakat adat bahwa Tanah ini masih menjadi penjara. “Belum ada kebebasan bagi masyarakat adat untuk mengungkapkan atau mengekspresikan dirinya dan mendapatkan hal – hal yang seharusnya ia dapat sebagai tuan diatas negeri ini. Itu persoalan utama , karena itu kami menilai belum ada pelayanan maksimal oleh pelaku pembangunan baik oleh pemerintah dunia usaha maupun lembaga lain terhadap masyrakat adat Papua,” tuturnya.

    Lalu ditambahkan Leo Imbiri lagi bahwasanya keliru kalau dikatakan DAP hanya mengurus hak – hak dasar dan pemerintah mengurus yang lain. Diingatkannya bahwa Papua adalah tanah bermasalah sampai saat ini DAP telah menunjukkan partisipasi efektif dalam mendorong seluruh proses pembangunan dalam menyampaikan aspirasi secara bermartabat pada semua pihak. Selama 5 tahun eksis, sudah banyak rekomendasi yang disampaikan pada Pemda. Meski ada beberapa rekomendasi yang dijawab pemerintah, namun dalam banyak hal menunjukkan jawaban pemerintah hanya terpaksa.

    “Antara DAP dan pemerintah secara formal belum duduk bicara secara resmi kami belum pernah bicara dalam arti mengagendakan bersama memutuskan bersama itu belum sejak DAP berdiri,” katanya. DAP akan mencoba mencari dan menemukan serta menata tatanan masyarakat adat yang rusak dan membangun system lalu mengajak pemerintah dan semua pihak untuk bekejasama dalam membangun Papua dengan mekanisme dan membuat MoU.(ta)

    By Sumber Cepost 4 Jul 2007, 17:13
    http://www.cenderawasihpos.com/detail.php?ses=&id=1184
    © Copyright by w@tchPAPUA

  • Bintang Kejora Berkibar di LP

    JAYAPURA-Isu akan adanya pengibaran Bendera Bintang Kejora tanggal 1 Juli kemarin yang diklaim sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka (OPM), benar-benar terbukti. Hanya saja, tempatnya bukan di halaman kantor Mejalis Rakyat Papua (MRP) sebagaimana isu yang merebak sebelumnya, melainkan di atas atap Lembaga Pemasyasrakatan (LP) Kelas II A Abepura, Jayapura.

    Bintang Kejora di LP Abepura itu, dikibarkan sekitar pukul 13.00 WIT oleh terpidana 10 tahun kasus makar Yusak Pakage. Kabarnya Pakage tidak sendiri, tetapi juga dibantu dua teman Napi lainnya, Cosmos Yoal dan Simson W. Seperti diketahui, Yusak Pakage adalah terpidana makar kasus pengibaran Bintang Kejora di Lapangan Trikora Abepura sekitar dua tahun lalu bersama Filep Karma.

    Peristiwa pegibaran bendera Bintang Kejora kemarin memang berlangsung begitu cepat dan singkat, hanya selama lima (5) menit. Meski berlangsung singkat, namun sempat menyedot perhatian warga sekitar, termasuk aparat keamanan setempat.

    Dari informasi yang dihimpun Cenderawasih Pos di lapangan, sebelum pengibaran dilakukan Yusak Pakage bersama temannya di LP Abepura rencananya akan melakukan konferensi pers, terkait 1 Juli.

    Hanya saja niat Yusak Pakage untuk membuat konferensi itu dilarang petugas LP, sehingga sempat terjadi adu mulut antara petugas dengan Yusak Pakage Cs. Dari salah seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, Yusak Pakage dibantu oleh temannya Cosmos Yoal dan Simson W di LP itu bergegas pergi. Namun tak lama kemudian tiba-tiba mereka sudah berada di atap LP mengibarkan Bendera Bintang Kejora yang berukuran 60 cm x 120 cm.

    Dia mengatakan bahwa dari aksi yang dilakukan itu terkesan kalau pengibaran Bendera Bintang Kejora itu sebelumnya telah dipersiapkan. Pasalnya, setelah dilarang untuk melakukan konferensi pers, mereka tidak masuk di kedalam baraknya di LP, namun tiba-tiba sudah ada di atas atap meneriakkan “merdeka”.
    “Saat dilarang konferensi pers oleh petugas, Yusak bersama temannya pergi. Namun dia tidak pergi lagi ke barak-barak LP, tapi langsung ke bagian samping bangunan, tiba-tiba sudah ada di atas LP bersama dua teman itu mengibarkan bendera selama lima menit,” kata sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

    Setelah di atap mengibarkan bendera tersebut, kata sumber itu, petugas LP dengan nada keras dan tegas meminta Yusak dan temannya turun dari atap. Tanpa banyak komentar, permintaan itu dituruti lalu mereka ke kembali ke baraknya.

    Sementara itu Kepala LP Abepura Johan Yarangga, SH yang dimintai komentarnya seputar pengibaran tersebut tidak bersedia berkomentar lebih jauh. Bahkan dengan nada tinggi menolak kedatangan wartawan. “Kamu siapa, saya tidak kenal kamu lagi,” katanya dengan nada tinggi kepada Cenderawasih Pos sambil berlalu ke dalam ruang kerjanya, kemarin sore.

    Sikap Kalapas ini, terntu saja berbeda dengan hari-hari biasanya yang mudah ditemui wartawan, termasuk Cenderawasih Pos.

    Setelah pengibaran Bendera Bintang Kejora itu, barang bukti baru diamankan ke Polresta Jayapura sekitar pukul 19.00 WIT setelah rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pengamanan barang bukti itu terkait dengan penyelidikan lebih lanjut.

    Sekedar diketahui, Pengibaran Bendera Bintang Kejora di LP kali ini, merupakan yang kesekian kalinya setelah beberapa waktu lalu terpidana 15 tahun kasus makar lainnya Filep Karma juga melakukan hal yang sama. Menariknya, pengibaran itu dilakukan di atas atap LP, tempatnya di bagian yang sama pula, yakni di dekat bagian pintu gerbang masuk LP.

    Tapol/ Napol Gelar Pengucapan Syukur

    Sementara itu, adanya rencana sejumlah eks Tapol-Napol untuk melakukan orasi dan mimbar Bebas di Taman Imbi Jayapura, urung dilaksanakan. Batalnya acara tersebut lantaran tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.

    “Kami batal melakukan kegiatan orasi dan mimbar bebas di Taman Imbi, dan kami alihkan untuk kegiatan ibadah pengucapan syukur di salah satu gereja di Dok IX,”ungkap Saul J Bomay yang mengaku sebagai Sekjen Dewan Revolusi Damai saat bertandang ke redaksi Cenderawasih Pos, Minggu (1/7) tadi malam.

    Menurut Saul Boma, meski di era demokrasi ini ada kebebasan untuk menyampaikan pendapat umum, namun pengajuan surat ijin dari tokoh-tokoh Eks Tapol/Napol untuk melakukan kegiatan mimbar bebas ini, terkendala izin dengan alasan bertepatan dengan HUT Bhayangkara. Namun begitu, ibadah pengucapan syukur tersebut diakui Saul hanya diikuti 4 orang Napol, termasuknya dirinya bersama dengan Sem Yaru selaku ketua.

    “Banyak intel juga yang datang untuk ikut ibadah pengucapan syukur yang dimulai jam 3 sore tadi (kemarin),”ujar.
    Sementara itu terkait dengan peringatan 1 Juli ini, menurut Saul merupakan peringatan kemerdekaan Papua secara de jure, melalui penyataan proklamasi kemerdekaan yang disampaikan pada 1 Juli 1971 oleh Presiden Papua Barat Seth J Rumkorem. “Proklamasi ini sebagai wujud penolakan kami terhadap hasil Pepera,”terangnya.

    Menurut Saul, bila peringatan 1 Juli ini merupakan pernyataan de jure terhadap kemerdekaan Papua Barat, secara de facto kemerdekaan bangsa Papua ini diperingati pada 1 Desember. Dengan kemerdekaan Bangsa Papua yang sudah dinyatakan secara de facto dan dejure ini, maka sejalan dengan penolakan otsus pihaknya juga menolak adanya MRP, termasuk bendera Bintang Kejora sebagai lambang kultur budaya. “Kalau hanya bendera kultur budaya, mengapa tanggal 1 Juli ini juga tidak boleh dikibarkan,”ujarnya.

    Sementara itu, Staf khusus Kepala BIN Janzi Sofyan mengatakan, insiden pengibaran bendera RMS di Ambon dinilai BIN susah diikuti gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Strategi gerakan yang dilakukan RMS berbeda dengan OPM. “Mereka hanya butuh eksistensi diakui, kalau aktivisnya sebenarnya sudah sangat sedikit, jaringannya lebih banyak di luar negeri,” ujarnya pada wartawan di Jakarta kemarin.

    Orang kepercayaan Syamsir itu menambahkan, OPM juga punya agenda mencari simpati. Namun, justru lebih banyak dilakukan oleh simpatisan OPM di luar negeri. “Orang Papua sendiri malah jarang demonstratif, lebih banyak melakukan penggalangan pendukung di bukit-bukit,” katanya.

    Sofyan menilai, tindakan RMS justru mengakibatkan OPM tiarap sementara. Sebab, mereka tahu kewaspadaan aparat sedang tinggi-tingginya. “Kalau mereka nekat, justru blunder,” katanya.
    BIN, kata Sofyan, terus memberikan laporan berkala tentang gerakan separatis di Papua. “Informasi itu selalu sampai pada presiden,” katanya.

    Menurut Sofyan, yang harus menjadi perhatian utama justru kesejahteraan aparat TNI dan POLRI di Papua. “Karena letaknya jauh dari Jakarta, lokasi Papua juga terpencil dan akses komunikasi terbatas, karena itu harus ada supervisi yang lebih ketat dari pimpinannya,” katanya.

    Menanggapi pernyataan BIN soal OPM, anggota Komisi 1 (Bidang Pertahanan dan Intelijen) DPR Untung Wahono meminta kinerja instansi yang dipimpin Syamsir Siregar itu lebih optimal. “Kalau ada jaringan atau pergerakan baru, harus segera dilaporkan agar aparat lain bisa mengantisipasinya,” katanya.(ito/tri/jpnn)

    By Sumber Cepost, 3 Jul 2007, 06:22
    Cepost
    © Copyright by w@tchPAPUA

  • Diskusi

    Satu LSM yang bernama Institute for Policy Studies (IPS) mengadakan diskusi Dinamika dan Masa Depan Papua di dalam NKRI pada 21 Juni 2007 di Jakarta. Dari judulnya yang maha luas itu bisa diduga bahwa di dalam diskusi itu orang boleh ngomong apa saja soal Papua, yang penting tetap

  • Diskusi ‘Masa Depan Papua pake NKRI’

    Satu LSM yang bernama Institute for Policy Studies (IPS) mengadakan diskusi Dinamika dan Masa Depan Papua di dalam NKRI pada 21 Juni 2007 di Jakarta. Dari judulnya yang maha luas itu bisa diduga bahwa di dalam diskusi itu orang boleh ngomong apa saja soal Papua, yang penting tetap ‘di dalam koridor NKRI’. Penyelenggara secara implisit mau bilang ke penguasa bahwa mereka pro-NKRI.

    Kita bisa menduga arah diskusi ini juga dari pembicaranya. Ada mantan Dubes RI untuk PNG asal Papua, R.G. Jopari, yang dikenal kritis dan loyal kepada NKRI. Ada Ketua DPRD Provinsi Papua Barat (dulu Irian Jaya Barat), Jimmy Idjie, yang dikenal sebagai tokoh kunci pemekaran Irjabar dan dekat dengan BIN dan TNI. Ditambah lagi Direktur IPS yang dikenal dekat dengan bekas Danjen Kopassus Prabowo Subianto yakni Fadli Zon; dan anggota DPR RI asal Golkar, Yudhi Krisnandi.

    Di antara peserta diskusinya, tidak tampak satu pun aktivis LSM Jakarta yang berkepentingan dengan masalah Papua semacam Kontras, YLBHI, Elsam, Pokja Papua, atau pun SNUP, hadir. Sebagian besar pesertanya merupakan wajah baru bagi saya yang selama ini berusaha selalu hadir dalam setiap diskusi tentang Papua. Sebagian lainnya adalah wajah-wajah yang selalu saya lihat di setiap diskusi Papua. Saya tidak pernah tahu asal institusi kelompok kedua ini.

    Substansi yang dibicarakan jelas dari awal: bagaimana memperbaiki situasi di Papua dengan tetap berada di dalam koridor NKRI. Jopari dan Idjie dari sisi sejarah jelas menunjukkan bahwa integrasi Papua ke dalam NKRI sudah sah dan final. Tuntutan kemerdekaan yang ada di Papua selama ini adalah produk rekayasa pemerintah kolonial Belanda. Krisnandi dan Zon juga bernada sama.

    Menariknya, ketika bicara tentang kebijakan Jakarta terhadap Papua, korupsi dan pelanggaran HAM, Jopari dan Idjie sangat kritis. Ketajaman kritik mereka tidak jauh berbeda dengan aktivis LSM atau pun tokoh-tokoh intelektual Papua yang pro-otonomi atau pro-merdeka. Mengenai Otsus, mereka menggarisbawahi persoalan inkonsistensi akut kebijakan dan perilaku politik Pemerintah Pusat. Selain itu keberadaan UU No 32 juga dianggap mengebiri dan menghambat pelaksanaan UU Otsus.

    Di akhir diskusi, nada pesimis sangat kuat di kalangan orang-orang pro-NKRI ini. Kelihatan bahwa orang-orang yang berada di ‘pihak yang kuat’ ini pun menyimpan kekecewaan dan skeptisisme yang mendalam terhadap Jakarta. Jopari dan Idjie sependapat bahwa NKRI harus dipertahankan namun sistem politik, perilaku elit, dan pola kebijakan yang berlangsung tidak mendukung kemungkinan perbaikan situasi di Papua.

    Dulu Theys Eluay almarhum juga loyal terhadap NKRI seperti Jopari dan Idjie. Beberapa tahun sebelum dibunuh, dia berubah menjadi pemimpin pro-kemerdekaan. Banyak orang sejenis Theys bisa ditemukan dalam sejarah hubungan Papua-Jakarta. Mudah-mudahan Jopari dan Idjie tidak mengikuti jejak politik Theys…

  • JONAH WENDA MURNI DIPAKAI OLEH BIN, BAIS, BAKIN DAN AGEN CIA UNTUK MENGHANCURKAN TPN/OPM DI HUTAN RIMBA RAYA

    TO:

    CC: bwenda@infopapua.org; koteka@papuapost.com

    Friday, January 19, 2007 11:17 A

    SPMNews Port Numbay

    JAYAPURA – Jonah Wenda salah seorang Agen BIN, BAIS, BAKIN, CIA yang bersembunyi dibalik baju Liberation, Peace, Love, Justice & Independence Must be Taken By Force telah mengadakan pertemuan dengan beberapa LSM-LSM di Papua Barat untuk melakukan KTT di PNG sebagai Konggres Tandingan yang telah dilakukan oleh Panglima TPN-OPM General Matias Wenda di PNG pada bulan Desember 2006 lalu.

    Isu-isu propokatif yang sedang dijalankan oleh Jonah Wenda, Daniel Randongkir, Deni Yomaki, Dias Gujangge menyebar isu bahwa KTT ini telah mendapat mandat dari seluruh panglima Kodap serta sebagai bukti Foto-foto ketika turun kelapangan. Kenyataannya Jonah Wenda tidak pernah ketemua dengan Kelly Kwalik, Titus Murib, Goliat Tabuni, Matias Wenda tetapi Jonah Wenda pergi kedaerah-daerah ketemu dengan beberapa teman-teman lama yang kebanyakan para hamba Tuhan sambil itu Jonah mengambil gambar, aneh dan sangat mengherankan photo-photo para hamba Tuhan dibilang para gerilyawan yang sambil pegang Alkitab, duduk minum kopi susu, makan nasi ayam di STA Sinatma, Nabire, Timika ke Yamahak. TPN-OPM punya rumah di hutan rimba raya tidak pernah duduk minum kopi susu, makan nasi ayam.

    Seorang pemimpin Politikus murahan yang kerjanya hanya meminta-minta uang dimasyarakat, hal terbukti dengan hasil keringgat masyarakat Sorong 100.000.000 juta telah terima dari seorang tokoh Melanesia di Abe dan Junus Wenda, Daniel Randongkir, Dias Gwijangge, Sem Rumbrar dengan menggunakan mobil kaca gelap merk Alfansa membawa kabur ke PNG uang rakyat hasil penjual sayur kacang panjang, sayur kangkung dipakai untuk mabuk-mabuk dan hambur-hamburkan uang, sangat menyedihkan sekali hasil keringgat masyarakat bukan dipakai untuk perjuangan. Kegiatan ini mereka dalam perjuangan untuk bisnis perut saja.

    Sekarang ini, kegiatan mereka dikota Nabire sedang menggupulkan dana. Sementara tidak pernah ada perintah dari beberapa Panglima Tinggi dari beberapa Kodap untuk melaksanakan KTT TPN-OPM. Karena kegiatan persatuan dan kesatuan telah dilaksanakan oleh Panglima Pusat Revolusi TPN/OPM telah memilih General Matias Wenda sebagai Panglima TPN-OPM yang sah pada bulan Desember 2006 lalu di PNG. Jika ada KTT TPN-OPM hasil karangan agen BIN, Bakin, Bais, CIA sudah jelas arahnya untuk menghancurkan TPN-OPM yang selama ini bertahun-tahun dihutan rimba raya.

    Jonah Wenda yang sedang diboncengi LSM-LSM pemakan bangkai (Drakula) yang hidup hanya menari-nari diatas darah-darah rakyat Papua berusaha melakukan KTT di Australia, LSM-LSM tidak punya hak sama sekali untuk urus pagar Militer TPN-OPM. Karena fisi dan missi perjuangan berbeda. LSM-LSM kerja untuk cari proyek untuk bisa dapat makan sementara TPN-OPM berjuang untuk Papua Merdeka Penuh dari segala bidang, bukan LSM-LSM dan Jonah Wenda hitung-hitung korban lalu dapat founding Luar bukan politik murni. Jonah Wenda memang murni dipakai oleh BIN, BAKIN, BAIS, dan CIA untuk menghancurkan perjuangan Papua Merdeka selama ini. Hati-Hati dengan Penjilat Pantat NKRI dan CIA demi menyelamatkan Papua kedalam tangan Burung Garuda dan Bicara Papua Merdeka untuk cari makan. Silahkan hubungi sang penjilat pantat sejati Jonah Wenda HP: 085244525489

    Konsulat Jenderal AMP Internasional Papua
    Iringgame Tabuni

  • Perang di Kwamki Didalangi

    TIMIKA-Bentrokan antarsuku di Kwamki Lama, Mimika, Papua, belum reda. Perang kubu atas dengan kubu tengah Rabu kemarin berlanjut lagi. Insiden itu meletus pukul 08.00 hingga 14.30 WIT di lokasi Jalur IV Kwamki Lama. Lokasi pertikaian pindah karena Jalan Kanguru -lokasi perang sebelumnya- telah diblokade aparat gabungan Polri-TNI.

    Hingga perang berakhir sore kemarin, tidak ada korban tewas. Tetapi, dari data yang dihimpun Radar Timika (Grup Jawa Pos), sedikitnya sembilan orang luka. Mereka terkena tembakan senjata angin dan anak panah.

    Semula, tersiar kabar bahwa ada korban tewas dari kubu atas. Tetapi, panglima perang kubu atas Negro Kogoya membantah kabar itu. “Dari pihak kami, tidak ada korban mati,” katanya ketika dikonfirmasi Radar Timika melalui telepon seluler kemarin sore. “Jika ada korban jiwa, usai perang, kedua kubu tentu saling buang suara untuk menyampaikan yang mati di medan perang,” tambahnya.

    Direktur Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Dr Paulus S. Sugiharto SPb mengatakan, jumlah korban perang yang dievakuasi ke RSMM kemarin 20 orang. “Saat ini satu korban masih dirawat di RSMM,” katanya kepada Radar Timika (grup Rakyat Aceh).

    Radar Timika kemarin menyaksikan langsung seorang warga kubu tengah yang betisnya ditembus anak panah. Namun, identitas korban tidak diketahui karena segera diamankan rekan-rekannya.

    Seperti sehari sebelumnya, 350 personel aparat gabungan yang mengamankan tidak mampu menghentikan perang. Mereka hanya menyaksikan dari jarak tertentu.

    Aparat hanya bisa melokalisasi wilayah perang agar tidak meluas. Ketika perang usai, aparat gabungan tetap siaga di lokasi batas antara kubu tengah dan kubu atas di sekitar Kios Panjang, Check Point 1 Mile-28, dan beberapa titik lain.

    Kapolda Papua Irjen Pol Tommy Yacobus menduga ada aktor yang mendalangi perang antarsuku di Kel. Harapan, Kwamki Lama, Distrik Mimika Baru, Kab Mimika, Papua, sejak sekitar dua bulan lalu. “Ada indikasi kuat, ada oknum yang menggerakkan sehingga terjadi perang lagi,” katanya kepada wartawan kemarin.

    Kapolda menegaskan, pihaknya masih menyelidiki kasus itu. Dia berjanji menangkap para aktor atau dalang perangnya untuk diproses secara hukum.

    Soal perang yang masih terjadi kemarin, jenderal bintang dua itu menyatakan bahwa polisi bukan hendak melegalkan tindak pidana. Tetapi, aparat menghindarkan kemungkinan meluasnya bentrok. “Saya tidak mau anggota saya terlibat benturan dengan masyarakat yang bertikai,” ujarnya. (vis/jpnn)

    http://rakyataceh.com/ ID berita: 899 Jumat, 5 Januari 2007

  • Operasi Militer Tetap Tertutup

    TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menegaskan, operasi militer yang dijalankan TNI harus dilakukan secara tertutup. Operasi tersebut bisa terbuka bila sudah ada pernyataan perang terbuka.

    Hal ini ditegaskan Juwono usai pemberian hadiah akhir tahun kepada pegawai Departemen Pertahanan. “Untuk operasi militer tetap tertutup,” ujar Juwono diminta komentarnya menanggapi permintaan anggota DPR yang meminta agar operasi operasi militer dilakukan secara terbuka.

    Lebih lanjut dijelaskan oleh Staf Ahli Politik Menteri Pertahanan Mayjend Prasetya. “Detail operasi militer itu harus dirahasiakan, karena dalam operasi militer itu ada yang didahului operasi intelijen atau dilaksanakan operasi inteiljen secara bersamaan,” ujar Prasetya.

    Dia menjelaskan dalam operasi militer dilakukan secara tertutup dengan berbagai pertimbangan. Dan hal ini menjadi bagian dari rahasia negara. Ia mencontohkan hal itu untuk pertimbangan menjaga moral prajurit di lapangan. “Kalau tidak dirahasiakan, bisa kalah perang. Misalnya jatuh korban banyak, mental prajurit jatuh,” tegasnya.

    Sementara itu Juwono menegaskan rahasia negara yang bersifat operasi militer ini bisa terbuka dan diakses publik setidaknya butuh waktu minimal 20 tahun. Menurut Juwono kebebasan memperoleh informasi publik juga ada batasnya. Dia menilai masih pentingnya rahasia negara dilindungi untuk menjaga pemerintahan.

    “Menurut saya penting, karena banyak dokumen yang mudah tersiar baik oleh pegawai departemen atau institusi masing-masing atau wartawan yang cekatan,” ujar Juwono.

  • Tak Dihadiri Kubu Tengah, Kwamki Lama Tetap Ingin Damai

    Rakyat Merdeka. Upaya mendamaikan pertikaian di Kwamki Lama, Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua, terus dilakukan. Sabtu sore hingga malam, Wakil Gubernur Provinsi Papua Alex Hasegem memimpin langsung dialog dengan perwakilan Kubu atas dan kubu bawah.

    Pertemuan di Pendopo Rumah Negara Bupati Mimika tersebut, diikuti sekitar 50 warga kedua kubu dari Kwamki Lama. Pertemuan berlangsung alot. Terjadi tarik ulur. Tetapi pertemuan yang berakhir pukul 20.00 WIT tadi, akhirnya menelorkan keputusan kubu atas dan kubu bawah siap mengakhiri pertikaian.

    Pertemuan tersebut dihadiri Kapolda Papua Irjen Tommy Jacobus, Ketua MRP Agus Alua dan sejumlah anggotanya, Bupati Mimika Klemen Tinal, Muspida Kabupaten Mimika, jajaran Pemerintah Provinsi Papua.

    Sayangnya pertemuan itu belum dihadiri para tokoh kubu tengah yang dipimpin Elminus Mom, David Wandikbo dan Jimmy Kora. Mereka kabarnya sudah berada di lokasi kubu tengah di Kwamki Lama.

    Informasi yang diperoleh Radar Timika dari sumber kepolisian, ketiga pimpinan kubu tengah itu belum bersedia hadir dengan alasan yang perlu diutamakan adalah keinginan keluarga korban dari kubu tengah. Setelah tercapai kesepakatan antara keluarga korban kubu tengah dengan pemerintah, kabarnya Elminus Mom baru mau menghadiri pertemuan untuk berdamai.

    Pertemuan berlangsung sejak pukul 15.20 hingga 20.00 WIT tadi malam. Tokoh dari kubu atas yang hadir diantaranya Negro Kogoya dan Jackman Waker. Dari kubu bawah yang hadir diantaranya Philipus Waker dan Yakobus Kogoya.

    Dalam dialog terjadi tarik ulur antara pihak keluarga korban tewas dan para tokoh perang baik dari kubu atas maupun kubu bawah. Namun akhirnya mereka sepakat akan menyelesaikan pembayaran adat.

    Wagub Alex Hesegem dalam dialog meminta kelompok yang bertikai segera menghentikan pertikaian.

    Ini bukan perang suku, tetapi ini adalah kriminal atau kejahatan,” kata Alex yang mengaku malu atas pertikaian selama ini. Dia pun mengingatkan agar masyarakat tidak berpikir bahwa pemerintah takut menghentikan secara paksa pertikaian tersebut.

    Sebelum menghadiri pertemuan, warga telah didekati anggota MRP. Masyarakat diharapkan dengan sendirinya sadar untuk menghentikan pertikaian.

    Sementara Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Tommy Jacobus mengatakan dirinya sudah 7 kali datang ke Timika untuk menangani pertikaian di Kwamki Lama. Sehingga Kapolda meminta warga sadar bahwa kehadiran dirinya, Wagub Papua, Ketua MRP dan anggotanya, sebagai momen berdamai.

    Bupati Mimika Klemen Tinal, tadi malam secara singkat mengatakan selama ini Pemkab Mimika sudah cukup membantu ketiga kubu yang bertikai dengan memberi bantuan bahan makanan. Namun menurutnya, masyarakat tetap tidak sadar. Sehingga Bupati Klemen Tinal meminta masyarakat meninggalkan kebiasaan atau adat yang tidak relevan dengan kehidupan di kota.

    Menurut rencana, pertemuan antara Wagub Papua, MRP, dan Muspida Mimika akan dilaksanakan siang ini (Minggu, 10/9) di Rumah Negara Dinas Mimiak yang terletak di Kampung Karang Senang (SP III). Pertemuan awalnya direncanakan tadi malam, tetapi mengingat waktu dialog bersama kubu atas dan kubu bawah baru selesai malam, sehingga pertemuan itu ditunda. vis/jpnn

    Minggu, 10 September 2006, 03:43:31 WIB

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?