Rakyat Papua Jangan Pusing Dengan SK MRP

ASMAT [PAPOS]- Pengusulan PP untuk SK MRP kepada Mendagri yang hingga saat ini belum mendapat respon dari pemerintah pusat tidak perlu harus dipusingkan, yang berakibat terganggunya pelaksanaan Pemilukada di Tanah Papua.

Hal itu dikatakan Dewan Adat Wilayah (DAP) Wilayah V, Salmon Kadam kepada Papua Pos, Sabtu [5/6] menanggapi perjuangan Pansus Pilkada DPRP di Jakarta yang tidak ada hasilnya.

Dia berharap agar rakyat Papua jangan terjebak dalam permainan elit-elit politik, tetapi harus jeli melihat

perubahan politik global yang sedang terjadi.

Menurut Kadam, Otonomi khusus Papua selama 10 tahun tidak berjalan mulus karena dipaksakan, maka keluarnya SK MRP nomor 14 tahun 2009 yang merupakan penjabaran Otsus nomor 21 tahun 2001 tersebut jangan dipaksakan karena akan dipermainkan lagi di Jakarta.

“ Kami DAP membaca sikap pemerintah pusat saat Kongres di Jayapura awal tahun 2000 lalu atau saat pengusulan Otsus untuk Papua seolah-olah terpaksa dibrikan,” ucapnya.

Sehingga MRP seharusnya mengurusi hak-hak dasar orang Papua. “ Jangan tergiur oleh uang otsus dan isu perpecahaan karena alasan politik antar pejabat orang Papua,” tambahnya.

Ia menilai aturan tersebut bukan aspirasi rakyat Papua tetapi aspirasi pejabat gila uang Otsus. “Pejabat pro SK MRP  ingin mengkancing pejabat pro rakyat,” terangnya. Sehingga usulan ini bukan murni dari rakyat Papua.

Kadam juga mengatakan, jika aturan ini disahkan dan diberlakukan atau tidak dalam ajang Pemilukada sekarang tidak ada masalah, sebab urusan politik Papua bukan urusan Indonesia. Sehingga SK MRP dikaitkan dengan politik Papua merdeka, karena urusan politik Papua merdeka itu sejak 27 November 2009 sudah diserahkan kepada pihak Internasional.

“Para pejabat Papua jika mau berbicara berpihak pada orang asli Papua dalam rangka proteksi maka itu omong kosong. Kami (DAP) sudah serahkan agar urusan proteksi kepada orang Papua itu agar diurus oleh Badan Hukum Internasional,” tegasnya.

Menurutnya, salah satu Menteri Luar Negeri dari Negara Pasifik  ykni Inaury sudah menyerahkan kepada pihak

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Amerika Serikat.

Sementara itu Bupati Kabupaten Asma, Yuvensius A Biakai, BA, SH kepada media ini menyayangkan sikap MRP yang ngotot memperjuangkan SK No 14 tersebut. baginya apa yang diperbuat oleh MRP sungguh sangat tidak rasional. Sebab sikap yang ditunjukan dalam SK MRP itu berarti diskriminasi terhadap warga non Papua. Seharusnya MRP bisa masuk dalam koridor tugas dan fungsi mereka, bukannya mengurusi masalah politik.

“Lebih baik MRP mengurus masalah budaya orang Papua yang sudah mulai punah, bagaimana cara mengembalikan adat dan budaya yang sudah mulai punah agar generasi penerus bangsa bisa mengenali budaya asli Papua. Saya rasa ini cuma permainan politik orang MRP saja, kita lihat saja banyak orang Papua yang memimpin suatu kabupaten tetapi hasil akhirnya apa “bui”. Saya tidak mengerti jalan pikiran MRP,”ungkapnya.

Biakai yang merupakan orang asli Papua yang berasal dari Asmat mengingkan MRP melihat kehadiran pendatang di Papua membawa perubahan. Banyak sekali mengalami perubahan dan membantu orang asli Papua. “ Kadang kala orang non Papua mempunyai hati yang tulus untuk membangun Papua dari pada orang Papua asli. Itu yang harus diperhatikan oleh MRP, pintanya.[cr-57]

Ditulis oleh Cr-57/Papos  
Senin, 07 Juni 2010 00:00

Exit mobile version