Dukungan sekelompok WNI untuk referendum di Papua Barat

Juru bicara FRI-West Papua, Surya Anta dalam konferensi pers di Jakarta, 29 November 2016
Kelompok FRI-West Papua menganjurkan “kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri”.

BBC.com – Sekelompok warga negara Indonesia yang tergabung dalam Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat (FRI-West Papua) menyatakan dukungan agar Papua Barat bisa menentukan nasib sendiri melalui mekanisme referendum.

Dukungan itu rencananya akan disampaikan lewat aksi bersama di Jakarta dan beberapa kota lain pada Kamis 1 Desember nanti dengan berjalan dari kawasan Bundaran Hotel Indonesia ke Istana Negara dan rencananya akan dihadiri 200 orang.

“Keanggotaan kami orang-orang Indonesia, walaupun kami tetap akan bekerjasama dengan orang-orang Papua, dengan organisasi Papua, dari segi mobilisasi massa maupun di dalam informasi, komunikasi,” kata juru bicara FRI-West Papua, Surya Anta, dalam pernyataan pers di kantor LBH Jakarta, Selasa (29/11).

Menurutnya organisasi yang beranggotakan warga negara Indonesia yang bukan asal Papua itu memang sengaja ‘menjadi proyek percontohan’ bagi warga Indonesia dalam menanggapi isu kemerdekaan Papua Barat.

“Masih banyak (warga Indonesia yang menganggap isu kemerdekaan Papua Barat) tabu, banyak yang setuju tapi takut, kami bagian dari yang setuju tapi tidak takut.”

“Proyek percontohan kami adalah untuk membangkitkan kepercayaan diri dan melawan ketakutan supaya orang-orang lain yang bersolidaritas dan masih merasa takut atau berhati-hati untuk supaya bisa berani,” kata Surya.

Image copyright BBC Indonesia
Image caption Presiden Joko Widodo sedikitnya sudah lima kali mengunjungi Papua.

Beberapa pejabat pemerintah Indonesia yang dihubungi BBC Indonesia menolak memberi komentar, antara juru bicara presiden Johan Budi dan Deputi V Bidang Politik, Hukum, Pertahanan Keamanan, dan HAM Kantor Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani.

Sedangkan staf khusus presiden soal Papua, Lenis Kogoya, mengaku belum mengetahui tuntutan yang sebenarnya, “Saya tidak tahu masalahnya.”

Solidaritas untuk Papua

Surya memberi contoh bahwa dalam pengepungan asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta oleh polisi, Juli 2016 lalu, warga setempat bersolidaritas dengan memberi makanan dan air minum bagi mahasiswa yang tak bisa keluar dari barikade.

Namun dia menilai aksi solidaritas tersebut masih berupa sebagai inisiatif yang ‘berserak’ sementara yang diperlukan adalah konsolidasi.

“Yang kami lakukan dengan membentuk FRI-West Papua adalah aksi konsolidasi politik bahwa kami ingin menunjukkan tidak cukup bersolidaritas dengan cara yang minimal dan berserak,” kata Surya.

Kelompok ini juga menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah Papua Barat untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri”.

Dalam dua tahun lebih masa jabatannya, Presiden Joko Widodo sedikitnya sudah lima kali mengunjungi Papua dan mengumumkan berbagai proyek infrastruktur besar di sana, termasuk pembangunan ruas jalan Nduga-Wamena di Kabupaten Nduga yang merupakan bagian dari target menghubungkan semua kabupaten di Provinsi Papua dengan jalur darat pada 2018.

Pada Oktober lalu, presiden juga mengeluarkan kebijakan satu harga BBM.

Namun, menurut Surya, pendekatan-pendekatan seperti ini ‘tidak bisa menjawab’ tuntutan atas pelaksanaan referendum di Papua Barat.

Dalam aksi mereka 1 Desember nanti, menurut Surya, selain mengangkat masalah referendum di Papua Barat, mereka juga mendukung keanggotaan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group (MSG).

MSG adalah sebuah blok regional yang meliputi Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. ULMWP mengajukan diri menjadi anggota penuh, dengan harapan gerakan mereka akan mendapat pengakuan lebih tinggi.

Exit mobile version