Konflik Manokwari : Polisi keluarkan tembakan, aktivis WPNA tewas

Masyarakat yang melakukan pemalangan jalan di Kota Manokwari pasca penikaman terhadap Vigal dan penembakan yang menewaskan Onesimus Rumayom - Jubi/Niko MB
Masyarakat yang melakukan pemalangan jalan di Kota Manokwari pasca penikaman terhadap Vigal dan penembakan yang menewaskan Onesimus Rumayom – Jubi/Niko MB

Manokwari,Jubi – Kota Manokwari mendadak tegang sejak Rabu (26/10/2016) pukul 21:45 WP. Ketegangan ini terjadi setelah penikaman terhadap seorang anak Papua bernama “Vigal Pauspaus” asal Fakfak yang dilakukan oleh seorang warga asal Makassar.

Dari kronologis yang dikumpulkan Jubi, insiden ini bermula ketika Vigal makan di sebuah warung makan di sekitar kantor Golkar Sanggeng Manokwari. Namun setelah makan Vigal tidak bisa membayar makanan yang dipesannya karena uangnya kurang. Ia lalu menelpon orang tuanya untuk datang membayar makanan tersebut.

Abdul Pauspaus ayah korban, mengaku bahwa anaknya Vigal Pauspaus menelpon dia sekitar pukul 22:00 WP. Ia kemudian datang ke warung makan yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Manokwari.

“Saya menyampaikan pada pemilik warung bersabar karena saya juga muslim dan saya balik kerumah untuk ambil uang untuk bayar. Saat saya kembali sudah terjadi penikaman terhadap anak saya,” kata Abdul.

Mendengar terjadinya penikaman ini, masyarakat Papua di Sanggeng langsung melakukan perlawanan dengan memalang jalan-jalan. Aksi pemalangan oleh masyarakat ini berujung bentrok dengan aparat kepolisian di Manokwari ketika aparat kepolisi berusaha untuk membuka palang. Sebelumnya terjadi tarik-menarik palang sehingga aparat kepolisian mengeluarkan tembakan yang berakibat tewasnya salah satu masyarakat yang juga anggota pengurus West Papua National Authorithy (WPNA) wilayah Manokwari, Onesimus Rumayom dan beberapa masyarakat sipil lainnya yang luka parah dan kini sedang dirawat di RS Angkat Laut Manokwari.

“Onesimus sedang keluar dari rumah untuk membeli makan malam di warung namun selang 5 menit ia ditembak aparat kepolisian yang melakukan penyisiran di jalan Yos Sudarso dan jalan Sepatu sanggeng,” kata Edison Baransano, kerabat korban.

Jenasah Onesimus, saat ini berada di rumah sakit AL Manokwari. Selain korban tewas, korban penembakan lainnya adalah Erik Inggabouw (18) ditembak di leher dan Tinus Urbinas (38) di tembak di tangan.

Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Royke Lumowa secara terpisah menegaskan alasan dua warga di tembak di kaki karena massa dinilai semakin anarkis dengan membakar 6 unit sepeda motor dan membacok Danramil Manokwari Kota. Dua orang yang tertembak di kaki ini, menurut Kapolda bernama Onesimus Rumayon (35) dan Abel (43).

“Mereka sudah kami larikan ke RS Angkatan Laut untuk mendapat perawatan,” ujar Kapolda Royke Lumowa Kamis, (27/10/2016).

Tapi menurut informasi dari warga sipil di kawasan Sanggeng yang dihubungi Jubi, aparat polisi melakukan tindakan menembak secara membabi-buta, hingga mengakibatkan jatuh korban di pihak warga sipil Sanggeng.

Hal ini dibenarkan oleh Yan Warinussy, Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH Manokwari).

“Diinformasikan terdapat tujuh korban luka tembak senjata api, dimana satu orang atas nama Ones Rumayom (45) tewas dan sisanya ada yang kritis diantaranya Erik Inggabouw (18) tahun dan 5 (lima) orang lain yang masih diidentifikasi identitasnya. Mereka berenam yang korban saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.Ashari – Biryosi, Manokwari-Papua Barat,” kata Yan.

Ia menambahkan, sejak malam pukul 20:30 WP hingga tadi pagi jam 06:25 WP masih terdengar bunyi letusan senjata api di kawasan Sanggeng hingga ke Swafen dekat Kantor Pengadilan Negeri Manokwari dan Mapolda Papua Barat.

Terkait insiden penikaman hingga penembakan ini, Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigay meminta proses hukum terhadap pelaku harus dilakukan secara transparan dan obyektif. Ia menilai Pemerintah Indonesia tidak menaruh perhatian serius terhadap kondisi hukum dan HAM di Papua yang mengakibatkan korban Orang Asli Papua.

“Salah satu faktor utama pelanggaran HAM terus menerus terjadi di Papua adalah karena hingga hari ini, Presiden Jokowi tidak pernah mengeluarkan satu patah katapun tentang kondisi HAM Papua,” kata Pigay.

Exit mobile version