Ada kemiskinan parah dibalik kemasyhuran Raja Ampat

Ada kemiskinan parah dibalik kemasyhuran Raja Ampat” adalah judul artikel yang diturunkan oleh TabloidJubi.com. Artikel ini menceritakan kisah dari seorang peneliti Indonesia yang membandingkan kemasyuran nama Raja Ampat dengan tingkat perekonomian masyarakat Papua di wilayah Raja Ampat.

Asmiati Malik, seorang kandidat doktor dari Birmigham University mengungkapkan adanya kemiskinan yang sangat memprihatinkan dibalik masyhurnya  Raja Ampat, lokasi diving paling terkenal di dunia.

Ia seorang peneliti dari perguruan tinggi di Inggris, jadi jelas penelitian yang dialkukannya dalam rangka membandingkan hasil proses modernisasi di Raja Ampat dengan kemasyuran nama Raja Ampat.

Kesalahan peneliti di sini sangat fatal, karena peneliti punya dasar pemikiran bahwa kemashyuran Raja Ampat dan pembangunan harus seimbang. Salah fatal. Yustru Raja Ampat mashyur di seluruh dunia karena keterbelakangannya. Kalau sepuluh tahun ke depan, Raja Ampat mau dimajukan sama dengan apa yagn dikeluhkan peneliti ini, dijamin kemasyuran Raja Ampat akan hilang.

Raja Ampat itu tempat Eko Wisata, alam terjadi bukan hasil pembangunan, bukan karena ada orang modern di situ. Justru Masyarakat Adat yagn memelihara alam dari nenek-moyang sampai hari ini.

Yang kedua, kesalahan fatal juga, yaitu mengharapkan Jakarta membangun Papua adalah sebuah kemustahilan yang kalau kita perhatikan sangat memalukan. Peneliti ini berasal dari mana? Bukankalh beliau sendiri orang Indonesia?

Pertanyaan yang harus dijawabnya sendiri ialah

“Apakah Indonesia ada di Tnaah Papua untuk membangun Papua, ataukah untuk mengeruk kekayaan alam Papua dan menjarahnya bawa ke Jawa?”

Niat NKRI ada di Tanah Papua berlainan dengan harapan dari sanga peneliti, seingga dengan jelas kita dapat katakan bahwa peneliti harus pergi ke Jakarta dan bertanya, “Kenapa NKRI ada di Tanah Papua? Apa tujuan Anda di sana?”

Kalau ada orang Papua berharap NKRI datang bangun tanah Papua, sama dengan harapan-harapan sang peneliti ini, maka itu lebih parah lagi. Orang Papua itu seharusnya tidak usah dilahirkan sebagai orang Papua.

Exit mobile version