Uskup agung kecam penangkapan ratusan warga Papua

 ucanews.com, 15/07/2016

Uskup agung kecam penangkapan ratusan warga Papua thumbnail
Sekitar 260 warga Papua ditahan di Merauke, namun mereka telah dibebaskan.

Para pejabat Gereja Katolik di wilayah Papua telah meminta lembaga penegak hukum memungkinkan orang Papua lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan diri, dan tidak melihat setiap aksi damai sebagai tindakan provokasi.

Uskup Agung Merauke Mgr Nicholaus Adi Saputra MSC mengatakan demonstrasi tersebut adalah pilihan terakhir ketika saluran untuk ekspresi individu tertahan.

“Negara menjamin demokrasi bagi semua warga negara,” kata Uskup Agung Saputra, 14 Juli, setelah ratusan orang ditangkap selama protes damai di banyak kota di seluruh Papua hari itu.

“Jika ruang tidak diberikan kepada mereka, mereka akan turun ke jalan,” kata prelatus itu.

Aksi damai pada 13 Juli menyuarakan dukungan untuk penggabungan Papua ke dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) yang sedang mengadakan KTT di Kepulauan Solomon, 14-16 Juli.

MSG meliputi Kepulauan Solomon, Fiji, Papua Nugini dan Vanuatu bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di antara para anggotanya. Indonesia merupakan anggota asosiasi.

Papua menginginkan status yang sama dalam pengelompokan sebagai New Caledonian Kanak dan Sosialis National Liberation Front, aliansi faksi-faksi yang menginginkan kemerdekaan dari Perancis.

Lebih dari 500 orang ditangkap, termasuk perempuan dan anak-anak pada unjuk rasa damai, 23 Juli.

Sebagian besar warga kemudian dibebaskan, tetapi sejumlah orang masih ditahan hingga 16 Juli untuk diinterogasi lebih lanjut.

0715gPolisi bersenjata menjaga ruang di mana para demonstran ditangkap dan ditahan di Merauke, Papua.

Yoseph Novaris Apay, sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Merauke, mengatakan aksi itu bertujuan memberitahu DPR RI bahwa rakyat Papua mendukung keanggotaan MSG.

“Tapi, aksi kami dihentikan dan ditangkap oleh polisi bersenjata,” kata Apay.

Mengakui polisi tidak menggunakan kekerasan, katanya, “Secara psikologis, orang merasa terintimidasi ketika mereka dipaksa masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa ke kantor polisi.”

Pastor John Djonga dari Keuskupan Jayapura mengatakan kepada ucanews.com bahwa polisi seharusnya tidak mengintimidasi, teror atau penyiksaan warga Papua, karena situasi di Papua telah menjadi perhatian serius di wilayah Asia Pasifik.

MSG secara terbuka mendukung Papua menjadi anggota, katanya.

Papua Nugini, yang sebelumnya mendukung pemerintah Indonesia telah bergeser mendukung Papua Barat sebagai anggota penuh MSG, tambahnya.

“Ini harus memacu pemerintah Indonesia mencari solusi untuk masalah Papua,” kata Pastor Djonga.

Panggrasia Yeem, anggota Parlemen Rakyat, sebuah organisasi hak yang dilarang oleh pemerintah Indonesia dan penyelenggara aksi damai itu, mengatakan tindakan represif polisi merupakan upaya untuk mengekang demokrasi.

Mereka harus tahu bahwa Papua adalah masalah internasional dan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan hukum Indonesia.

“Kami adalah bagian dari Melanesia,” katanya.

Kapolres Merauke, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Taufik Irpan Awaludin, mengatakan para demonstran ditangkap karena mengambil bagian dalam unjuk rasa yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok terlarang – Komite Nasional Papua Barat dan Parlemen Rakyat.

“Kami tidak memberikan izin untuk kelompok-kelompok tertentu untuk menggelar aksi unjuk rasa,” katanya.

Sumber: ucanews.com

Exit mobile version