Terlibat Dalam MSG, Pemerintah Indonesia Bisa Digugat Ke MK

Jayapura, Jubi – Sebagai negara pluralis, Indonesia diharapkan tidak terlibat atau masuk dalam kelompok negara yang berbasiskan ras, seperti Kelompok Negara-negara Melanesia (Melanesian Spearhead Group/MSG).

Hal ini dikemukakan kepada media oleh pengamat intelijen Susaningtyas NH Kertopati di Jakarta, Senin (20/6/2016). Nuning menanggapi kehadiran Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Desra Percaya pada pertemuan tingkat menteri luar negeri MSG yang berlangsung di Lautoka, Fiji, Kamis (16/6/2016).

Dalam pertemuan tingkat menteri MSG ini, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk pertama kalinya hadir secara resmi dalam sebuah forum MSG. Kehadiran ini diprotes oleh delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya.

Keberatan Indonesia ini, menurut Desra karena Indonesia beranggapan Papua telah diwakili oleh delegasi Indonesia dalam pertemuan di Lautoka ini.

Melalui saran pers Kementerian Luar Negeri, Jumat (17/6/2016) Indonesia menjelaskan penolakan atas klaim ULMWP yang disebut sebagai gerakan separatis.

“ULMWP adalah gerakan separatis di negara yang berdaulat. Gerakan ini tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili rakyat Papua Barat,” kata Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya dalam pertemuan Tingkat Menteri Melanesian Spearhead Group (MSG).

Meski sepakat dengan pernyataan Desra ini, Nuning menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang ingin hadir dalam pertemuan tersebut.

“Kehadiran delegasi Indonesia itu bisa dimainkan di tingkat internasional secara sepihak,” ujar Nuning, dikutip beritasatu.com

Ia mengingatkan, politik luar negeri yang spesifik seperti kasus MSG ini bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena tidak konstitusional. Kalau tidak berhati-hati, pemerintah menurutnya bisa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

“Karena melanggar sila ke-3 Pancasila. Pasal itu menyebutkan, hubungan luar negeri dan politik luar negeri didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara,”

jelasnya.

Indonesia, lanjut Nuning adalah negara pluralis, sehingga tidak bisa masuk ke organisasi yang dibentuk berdasarkan ras.

“Sebagai bangsa demokratis pluralis terbesar ketiga, jangan sampai kita terjebak dengan politik ras. Kita harus berhati-hati,” tuturnya.

Indonesia telah melobi intens beberapa negara anggota penuh MSG di wilayah ini untuk melawan upaya ULMWP menjadi anggota penuh di MSG. Namun dukungan akar rumput di negara-negara Melanesia untuk penentuan nasib sendiri Papua Barat dan kegiatan diplomasi internasional atas masalah Papua ini semakin kuat. (*)

Exit mobile version