Otsus Dihapus – Pelanggaran Konstitusi

JAYAPURA — Anggota Pokja Adat MRP Joram Wambrauw, SH., menegaskan, jika Otsus dihapus adalah suatu pelanggaran konstitusi serius.

Joram Wambrauw ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (19/11) terkait wacana Otsus dihapus mengutarakan, jika pemerintah pusat menghapus Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua pihaknya memandang hal ini agak sulit dan yang mustahil. “Jadi Pemerintah Pusat jangan mengambil tindakan yang justru dapat memicu disintegrasi bangsa,”katanya.

Joram menandaskan, Otsus bagi Papua dan Aceh pada tahun 2001 berdasarkan Tap MPR No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000. Didalam Tap MPR No. 4 Tahun 1999 pada huruf G menyangkut penataan Otonomi Daerah dikatakan, khusus untuk Aceh dan Irian Jaya dalam rangka menunjang integritas nasional NKRI dan menyelesaikan pelanggaran HAM di Provinsi Aceh dan Irian Jaya, maka kepada 2 Provinsi tersebut diberikan Otsus yang diatur dengan UU.

Karenanya, cetus Joram, jika amanatnya demikian, maka tafsiran yuridisnya adalah bahwa UU yang dimaksud adalah UU yang bersifat khusus dan Otsus yang dimaksud disini pula adalah sistem penyelenggaraan desentralisasi/penyerahan kewenangan kepada daerah, kecuali desentralisasi fiskal asimetris yang ada batas waktunya. Artinya, dana Otsus 25 tahun itu dapat dikurangi secara bertahap sampai orang asli Papua maju dan sejahtera barulah dana Otsus dapat dihapus.
“Amanat di dalam Tap MPR RI No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000 tersebut dari hukum tata negara mempunyai kedudukan yang sama dengan amanat konstitusi atau UUD,” terang Joram.

Karenanya, kata Joram, jika UU Otsus No 21 Tahun 2001 dibentuk, maka salah-satu dasar hukumnya adalah pasal 18 b ayat (1) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghendaki sistem pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur UU.

Dengan begitu, jelas Joram, adalah hal yang tak mungkin kalau pemerintah bersikap gegabah untuk menghapus Otsus di Provinsi Papua. Jika pemerintah bersikeras untuk menghapus Otsus, maka itu adalah sebuah pelanggaran konstitusi serius, yang menyebabkan Presiden bisa diimpeachment.

Karenanya, tandas Joram, pihaknya dalam konteks ini memahami betul konsekuensi hukum yang sangat serius dan akan berakibat pada disintegrasi nasional.

Pemerintah tak akan ceroboh untuk melakukan hal tersebut, kecuali memang pemerintah ingin melakukan tindakan untuk terjadi adanya disintegrasi nasional seperti terjadi pada kasus Timor-Timur, kata Joram, maka hal yang diwacanakan pemerintah pusat terkait dengan pelaksanaan Otsus di Papua adalah rencana untuk melakukan penataan pelaksanaan Otsus di Tanah Papua. Tapi hal ini pun harus diwanti-wanti yakni jangan sampai pemerintah pusat kemudian memperhangus hal-hal yang bersifat khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus di Papua.

Dikatakanya, jika hal itu yang terjadi dalam konteks perubahan Otsus yang kita sebut dengan Otsus Plus dimana banyak substansi-substansi yang diusulkan pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, berkaitan dengan kekhususan di Papua, ternyata ditiadakan oleh pemerintah pusat dalam naskah RUU Otsus Plus tersebut. Bahkan nampak secara jelas betapa pemerintah pusat ingin menerapkan kembali sifat sentralisme dan sikap egosentris yang kemudian cenderung menihilkan Otsus di Tanah Papua, yakni merumuskan pasal-pasal terkait dengan substansi RUU Otsus Plus menganut paham sentralisme dan sektoral seperti dimaksud, maka sebenarnya Otsus bagi Papua sudah tak ada lagi. Dan disinilah letak kontroversi sosial yang akan menjadi persoalan hukum dan sosial politik yang serius.

Kata Joram, jika pemerintah pusat mencoba untuk membuat norma-norma yang bersifat totaliter terkait dengan Otsus Plus di Papua. Norma-norma totaliter adalah norma yang menggunakan teknikal yuridis yang dapat masuk akal, tapi sesungguhnya dikondisikan oleh kesadaran palsu yang merendahkan martabat manusia dan memperbudak masyarakat itu sendiri atau mereka yang menjadi sasaran dalam pengaturan peraturan hukum tersebut. (Mdc/don)

Kamis, 20 November 2014 02:14, BinPa

Exit mobile version