Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya Dinilai Langgar HAM

Koordinator SKP-HAM Papua Peneas Lokbere menyampaikan keterangan pers di  Kantor Kontras, Padang Bulan, Kota Jayapura, Selasa (16/9). JAYAPURA — Kepolisian Daerah  (Polda) Papua didesak segera mengungkap kasus  pembunuhan terhadap Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Sorong Raya, Marthinus Yohame pada 26 Agustus 2014 di sekitar Pulau Nana, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.

Desakan ini disampaikan Koordinator Solidaritas Korban Pelanggaran SKP-HAM Papua Peneas Lokbere, ketika menyampaikan keterangan pers terkait pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya, Marthinus Yohame di  Kantor Kontras, Padang Bulan, Kota Jayapura,  Selasa (16/9).

Dikatakan, sejak peristiwa ini, pemerintah Indonesia melalui aparat Polda Papua tidak menunjukkan sikap yang serius untuk melakukan penyelidikan, dan pengungkapkan kasus tersebut.

Di media massa, Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) Pudjo Sulistiyo mengatakan, aparat kepolisian sulit mengungkapkan identitas korban, karena keluarga tidak memberikan izin untuk dilakukannya otopsi oleh pihak rumah sakit. Padahal, telah jelas-jelas yang menjadi korban adalah Marthinus Yohame dan keluarga telah menggelar acara duka dan pemakaman jenazah yang bersangkutan.

Hingga saat ini, Kepolisian Daerah Papua masih menolak sebut Yohame sebagai orang yang ditemukan oleh nelayan, dan berdalih keluarga menutup akses untuk melakukan penyelidikan.

Karena itu, kata Peneas, ada beberapa poin yang menjadi pernyataan sikap SKP HAM Papua. Pertama,mendesak Pelapor Khusus PBB bidang anti penyiksaan dan penghilangan paksa, Mr. Juan Ernesto Mendez untuk datang ke Papua melakukan penyelidikan atas peristiwa penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan kilat terhadap Marthinus Yohame.

Kedua,mendesak pemerintah Indonesia, melalui aparat kepolisian untuk menegakan hukum, dan secara terbuka mengusut peristiwa pembunuhan kilat yang dilakukan terhadap Marthinus Yohame.

Ketiga,meminta lembaga-lembaga HAM internasional, nasional, dan lokal untuk mendesak pemerintah Indonesia agar membuka akses pelapor khusus PBB, peneliti, dan media internasional lainnya untuk masuk ke tanah Papua.

Menurut Peneas, beberapa kasus yang belum dilakukan penyelidikan oleh pemerintah Indonesia antara lain pembunuhan terhadap Wakil Ketua I KNPB, Musa Mako Tabuni pada 14 Juni 2012, di Perumnas III, Abepura, Papua. Penembakan terhadap Hubert Mabel, anggota KNPB pada 16 Desember 2012, di Wamena, Papua.

Kasus pembunuhan terhadap Terijoli Weya, mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Port Numbay, pada 1 Mei 2012 di depan Kantor Koramil 1701 Perwakilan Jayawijaya, Abepura, Papua. Penembakan dan pembunuhan kilat terhadap Yesa Mirin, mahasiswa Uncen pada 4 Juni 2012 di Kampung Harapan, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua; Keempat kasus di atas, dan banyak kasus lainnya tidak pernah dilakukan penyelidikan oleh pemerintah Indonesia.

Peneas mengatakan, pihaknya menilai peristiwa pembunuhan terhadap Marthinus Yohame,  sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat, dan perlu mendapatkan respon yang cepat dari komunitas internasional (PBB). Berbagai ketentuan-ketentuan hukum Indonesia, maupun hukum internasional antara lain Mandat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No  21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, pasal 45 berbunyi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakan, memajukan, melindungi dan menghormati HAM di Papua. (mdc/don/l03)

Rabu, 17 September 2014 11:58, BintangPapua.com

Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya Dinilai Langgar HAM was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Exit mobile version