Isu Papua Merdeka, Hanya Kepentingan Elit Politik Vanuatu

Sabtu, 16 Agustus 2014 06:42, BINPA

Marinus YaungJAYAPURA – Negara Vanuatu merupakan salah satu negara yang konsisten dan terang-terangan mendukung kemerdekaan Papua. Vanuatu telah berusaha untuk mendukung masuknya Papua kedalam organisasi MSG sejak Tahun 2013 hingga tahun ini,

Namun dalam MSG Summit di Port Moresby Juni 2014, Proposal Papua ditolak, tetapi di minta untuk mengajukan kembali Proposal permohonan menjadi anggota MSG oleh satu organisasi resmi yang mempresentasikan seluruh elemen perjuangan masyarakat asli Papua Melanesia.

Keputusan MSG ini kemudian ditindaklanjuti oleh Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Joe Natuman dengan dua langkah strategis. Pertama, memfasilitasi pertemuan rekonsiliasi seluruh komponen perjuangan Papua Merdeka di Port Villa, Vanuatu untuk membentuk suatu organisasi baru dan merumuskan bersama Proposal baru untuk diajukan lagi ke MSG.

Kedua, PM Vanuatu Joe Natuman akan membentuk tim khusus di bawah pimpinan Menteri Luar Negeri Vanuatu atau Duta Besar Vanuatu untuk PBB untuk melakukan proses hukum tentang masalah PEPERA Tahun 1969 ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Diplomasi hukum ini dimaksudkan unuk meminta pendapat hukum Mahkamah Internasional tentang keabsahan PEPERA di mata hukum Internasional.

Tindakan kedua inilah yang sangat kontraversi karena secara hukum Internasional Papua telah sah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 19 November 1969. Tanggal Majelis Umum PBB menetapkan resolusi 1524 PBB tentang hasil PEPERA yang menyatakan Papua sah menjadi bagian NKRI.

“Tetapi kalau Vanuatu memiliki bukti-bukti lain yang kuat untuk meyakinkan Mahkamah Internasional bahwa PEPERA 1969 cacat hukum dalam Perspektif hukum Internasional, maka silahkan saja Vanuatu meminta pendapat hukum Mahkamah Internasional,”

ungkap Marinus Yaung kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Kamis, (14/8).

Tetapi perlu menjadi catatan penting bagi semua orang Papua bahwa dari pengamatan dirinya selama ini, isu Papua Merdeka di negara Vanuatu telah menjadi komoditi politik para elit politik di Vanuatu untuk memperebutkan kursi kekuasaan perdana menteri.

Isu Papua Merdeka yang disuarakan di Vanuatu, tidak untuk kepentingan orang Papua, tetapi untuk kepentingan politik para elit politik Vanuatu. Hampir sebagian besar Perdana Menteri Vanuatu yang terpilih sejak Tahun 1986 sampai sekarang, selalu menjadikan isu Papua Merdeka sebagai isu kampanye politiknya untuk mendapatkan kepercayaan parlamen dan rakyat Vanuatu. Sehingga dirinya masih pesimis dengan sikap dan tindakan Negara Vanuatu terhadap masalah Papua saat ini.

“Siapa sesungguhnya diuntungkan dari perkembangan isu Papua Merdeka di Vanuatu? Para elit politik di Vanuatu? Atau Pemerintah Inggris sebagai pihak yang berdiri di belakang negara Vanuatu yang akan mengambil keuntungan ekonominya di Indonesia? Atau orang Papua yang sedang berjuang untuk kemerdekaan Papua?,”

jelasnya.

Jikalau sampai Oktober 2015 tidak ada lagi 1-2 negara yang ikut bersama Vanuatu mendukung secara terbuka kemerdekaan Papua, Papua tidak masuk menjadi anggota MSG dan masalah Papua akhirnya tidak masuk agenda sidang PBB, maka semua orang Papua harus mengecam negara Vanuatu dan mengutuk bersama-sama para elit politik di Vanuatu yang telah menjadikan isu Papua Merdeka sebagai alat komoditi politik utama mereka dalam memperebutkan kursi Perdana Menteri Vanuatu. Dan orang Papua hanyalah dari strategi eksploitasi politik negara Vanuatu.(Nls/don)

Exit mobile version