Ketua Forum Papua Bersatu:Pemerintah Perlu Fasilitasi Perdamaian

Jayapura, Kompas – Untuk menghindari konflik lanjutan antara pihak yang pro dan kontra terhadap pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah di Timika, Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua sepatutnya segera memfasilitasi proses perdamaian adat di antara kedua pihak.

Ketua Forum Papua Bersatu Paskalis Kosay mengemukakan hal itu di Jayapura, Senin (8/9). “Jika proses perdamaian adat terus-menerus ditunda, akan memberi peluang sangat besar bagi konflik susulan di Timika. Apalagi jika ada provokasi dari pihak luar, perdamaian akan sulit dilakukan,” kata Kosay mengingatkan.

Menurut dia, konflik pekan lalu antara pihak yang pro dan antipemekaran provinsi, yang menewaskan lima orang dan mengakibatkan 120 orang lainnya mengalami luka-luka, selayaknya mengingatkan semua pihak untuk segera mencari jalan keluar mengatasi masalah ini.

“Pemerintah Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua jangan menilai masalah di Timika adalah tanggung jawab pemerintah pusat semata. Konflik itu terjadi juga karena pemerintah setempat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat kurang mengelola kebijakan pusat dan daerah secara bijaksana,”

kata Kosay.

Kelompok antipemekaran melakukan tarik-ulur proses perdamaian adat di Timika yang disebut Arma Kuriwin, atau pesta babi. Mereka belum sepaham mengenai sejumlah kesepakatan yang telah dilakukan antara kelompok anti dan propembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah (Irjateng).

Secara terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Papua Komisaris Besar Daud Sihombing mengatakan, sampai kemarin, pihak antipemekaran belum sepakat mengenai perdamaian adat tersebut. Di antara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda. “Polisi tidak bisa mengintervensi soal kesepakatan itu karena menyangkut soal politik. Polisi hanya bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban bersama,” kata Sihombing.

11 pernyataan

Sumber di Timika menyebutkan, kelompok antipemekaran menyampaikan 11 pernyataan sikap yang harus direalisasikan pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten Mimika serta DPRD Mimika. Pernyataan sikap itu dibacakan YA Deikme, Direktur Eksekutif Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa), di hadapan seluruh unsur Muspida Mimika, untuk segera dilanjutkan ke pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika.

Ke-11 pernyataan itu adalah meminta dengan tegas agar Presiden RI segera mencabut/membatalkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2003 karena dinilai tidak dikenal dalam hierarki perundang-undangan menurut Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 dan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001. Selain itu, mendesak DPR memanggil Presiden dan Menteri Dalam Negeri untuk mempertanggungjawabkan Inpres No 1/2003 sebagai bentuk kooptasi terhadap hak-hak politik rakyat Papua.

Sekitar 500 penentang pemekaran yang hadir pada kesempatan itu juga mendesak aparat penegak hukum segera meminta pertanggungjawaban Ketua DPRD Mimika dan pelaksana deklarasi Provinsi Irjateng yang dilakukan secara sepihak.

Mereka juga meminta Kepala Polri untuk tidak menjawab peristiwa Timika dengan mengirim pasukan yang tidak dibutuhkan di Papua karena hal itu hanya menambah beban Polda Papua.

Hal lain yang diutarakan adalah menyerukan kepada semua pihak untuk mencegah diberlakukannya darurat militer di Papua dan lebih mengutamakan proses dialog guna menyelesaikan semua persoalan yang terjadi di Papua.

Mendesak Pemerintah RI segera melaksanakan UU Otonomi Khusus secara penuh dan bertanggung jawab dalam tenggat satu bulan ke depan. Jika hal itu tidak direalisasikan, Pemerintah RI segera membuka diri bagi rakyat Papua untuk melaksanakan referendum.

Mendesak pemerintah Jakarta untuk tidak lagi menggunakan nama Irian Jaya dalam bentuk apa pun, kapan pun, dan di mana pun kecuali nama Papua. Nama Papua adalah nama asli orang Papua yang telah disetujui dan diakui pemerintah Jakarta.

Meminta kepada DPP, DPD, dan DPC partai-partai politik yang beroperasi di Mimika, dan memiliki perwakilan di DPRD Mimika agar segera me-recall mereka yang terlibat dalam deklarasi Provinsi Irjateng. Mendesak pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika segera membekukan lembaga legislatif Mimika sampai Pemilu 2004. Pemerintah RI bertanggung jawab atas para korban di Timika beberapa waktu lalu.

Mendesak pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten segera memenuhi 11 pernyataan sikap kelompok antipemekaran itu. Jika pernyataan tersebut tidak ditanggapi, para tokoh masyarakat antipemekaran tidak bertanggung jawab atas segala kejadian susulan terkait dengan pemekaran itu.

Pernyataan sikap ditandatangani pimpinan Lemasa, Viktor Beanal, bersama Bartolomeus Magal, Lukas Amisim, Yohanes Deikme, Matias Kelanangame, dan pihak keluarga korban.

Di Jakarta

Panglima Perang Tujuh Suku Papua di Jakarta juga menuntut DPR dan pemerintah mencabut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 serta Inpres No 1/2003 tentang Percepatan Pelaksanaan UU No 45/1999.

“Saya atas nama panglima perang tujuh suku menuntut DPR dan pemerintah, dalam hal ini Presiden Megawati Soekarnoputri, untuk mencabut UU No 45/1999 dan Inpres No 1/2003 dan minta maaf kepada rakyat Papua,”

ucap Kepala Suku Lani Mimika (lebih populer dengan sebutan suku Dani) Negro Alpius Kogoya ketika ditemui di sebuah hotel di Jakarta, Senin.

Ia datang ke Jakarta mewakili panglima tujuh suku-suku Dani, Amungme.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kemarin, mengirim timnya ke Timika untuk melihat berbagai persoalan lebih dekat. Tim beranggotakan lima orang, termasuk dari Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) HAM yang berkedudukan di Jayapura. Tim tersebut dipimpin M Anshari Thayib.

Sementara itu, Alberth Rumbekwan, wakil Elsham Papua yang berkedudukan di Timika, juga menegaskan, Ketua Dewan Adat Papua Tom Beanal telah memberikan kuasa kepada sembilan orang yang berprofesi sebagai advokat untuk melakukan class action (gugatan kelompok) terhadap Presiden Megawati Soekarnoputri dan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno. (win/nic/kor)

 

Sumber: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=2585&coid=3&caid=22&gid=3

Exit mobile version