[JAKARTA] Usulan penyelenggaraan sidang darurat khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa dihidupkan kembali, apabila gencatan senjata tidak ditaati. “Ada pengakuan bahwa dengan dorongan ke arah sidang darurat khusus Majelis Umum PBB, sedikit banyak akan memaksa Dewan Keamanan PBB untuk lebih bertanggung jawab, yakni untuk bersidang secara formal dan menghasilkan sebuah resolusi,” ungkap Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda kepada SP di sela-sela peresmian dua kompleks sekolah terpadu di Kabupaten Nias dan Nias Selatan, Sabtu (10/1). Hal itu diakui oleh negara-negara Arab yang semula meminta Pemerintah Indonesia mengerem proses ke arah sidang Majelis Umum. Tetapi, kata Hassan, sidang Majelis Umum itu sendiri tidak ditutup peluangnya. “Kalau gencatan senjata tidak ditaati, kita bisa menghidupkan kembali usulan sidang darurat khusus PBB,” ujarnya didampingi Juru Bicara Deplu Teuku Faizasyah.
Diungkapkan, usulan sidang darurat khusus PBB oleh Pemerintah Indonesia didukung oleh negara-negara lain, termasuk Gerakan Non Blok. Tetapi, DK PBB ternyata juga sudah menetapkan sidang dewan keamanan pada Jumat (9/1) sore.
Jika dicermati, upaya sidang darurat khusus Majelis Umum PBB sudah pernah dilakukan pada tahun 2006, ketika Israel melancarkan serangan militer baik ke Gaza maupun Lebanon Selatan. “Sidang darurat khusus itu tidak ditutup. Jadi, ketika Pemerintah Indonesia menyampaikan surat kepada Presiden Majelis Umum PBB (Miguel d’Escoto Brockmann, Red), ia bilang tidak ada kesulitan karena sidang yang dulu tidak pernah ditutup, hanya di-suspend,” kata Hassan.
Ditunda
Mengacu terhadap usulan yang disampaikan Indonesia dan belakangan juga oleh Malaysia, Presiden Majelis Umum PBB menetapkan, sidang darurat khusus PBB. Tetapi, sidang pada hari Jumat akhirnya terpaksa ditunda karena DK PBB sudah menetapkan resolusi.
“Jadi, kita lihat saja nanti apakah dalam implementasinya Israel mau mematuhi resolusi ataukah tidak,” tandas Hassan.
Sebelum sidang dewan, Jumat (9/1), DK PBB sudah dua kali mengadakan sidang tetapi sebatas sidang informal dan tidak menghasilkan resolusi. Dengan latar belakang semacam itu, maka sidang DK PBB pada hari Jumat dapat dikatakan positif karena telah menghasilkan resolusi gencatan senjata. Dari paragraf operatif (1) dan (2) dalam resolusi tersebut, sangat jelas adanya permintaan penghentian permusuhan dan penetapan gencatan senjata yang diharapkan bersifat langgeng, serta pemberian fasilitasi bantuan dan akses bagi bantuan kemanusiaan di Gaza.
“Dua poin ini kita sambut baik, walaupun terhadap beberapa elemen yang lain DK tidak memutuskan sendiri. Padahal, mereka punya mandat dan kewenangan dalam setiap masalah yang menyangkut pemeliharaan keamanan dan perdamaian internasional,” kata Hassan. [E-9]