JAYAPURA – Pro-kontra soal rencana kedatangan Presiden Jokowi Dodo (Jokowi) pada perayaan natal Nasional bersama rakyat Papua tanggal 27 Desember mendatang, masih terus bergulir. Di satu sisi, banyak pihak mendukung, namun di pihak lain ada yang justru menolak kedatangan orang nomor satu di negeri ini. Kedua kelompok ini baik, yang pro maupun kontra masing-masing punya argumen yang menyakinkan.
Kali ini penolakan rencana kedatangan Presiden Jokowi ke Papua, datang dari seorang anak Adat Asal Paniai, Ev. Yonatan Bunai, S.Th. Ia mengatakan, rakyat Papua tidak bisa berharap banyak akan kedatangan Presiden Jokowi ke Jayapura (Papua). “ Memang tujuan presiden ke Jayapura jelas yaitu dalam rangka natal bersama rakyat Papua, tapi yang jadi pertanyaan, kira-kira apa yang mau disampaikan Presiden Jokowi bagi orang Papua dalam pesan-pesan atau sambutan di acara natal itu?”jelas Ev. Yonatan Bunai yang sehari-harinya bertugas sebagai Kabintal di Korem 172/PWY ini.
Sebab kita dia, jika Presiden Jokowi mau berbicara masalah HAM, maka jelas itu tidak nyambung, karena sejak tahun 1961 sampai tahun 2014 (sekarang) kasus pelanggaran HAM di Papua masih terjadi. Bahkan kasus penembakan warga sipil yang terjadi tanggal 8 Desember di Enarotali, Paniai. Kasus yang menewaskan 4 warga dan 27 orang korban luka, terkesan tak direspon presiden, buktinya sampai saat ini Presiden Jokowi belum pernah memberikan komentar apa-apa soal kasus tersebut, padahal itu diduga ada pelanggaran HAM. Sikap ‘diam’ dan tak responsif yang ditunjukkan presiden ini, beda dengan penangan musibah Tanah Longsor di Banjar Negara, dimana sejak kejadian itu Presiden langsung ke lokasi kejadian.
Ia juga minta semua pihak, untuk tidak mempolotisir kasus penembakan di Enarotali. Menurut dia, sesuai komentar-komentar yang berkembang selama ini, kasus Enarotali sudah dipolitisir dengan kepentingan tertentu.
Pengungkapan kasus itu seakan-akan dibuat menjadi ruwet, padahal terjadinya di kota ada banyak saksinya. “Sesuai laporan dari keluarga saya yang juga menjadi korban, penembakan massa yang datang menanyakan keberadaan temannya itu terjadi di depan Koramil yang bersebelahan Polsek dan juga ada Pos Kopassus. Sehingga siapa yang menembak dan menggunakan peluru apa, sebenarnya itu sudah jelas datang dari aparat, tetapi kenapa harus dibuat bertele-tele. Jadi sebaiknya diungkap saja pelakunya untuk diproses hukum,”katanya.
Secara khusus juga dirinya berharap kepada Pdt. John Gobay selaku dewan Adat untuk tidak mempolitisir kasus ini. “Sebaiknya diserahkan ke proses hukum saja,”jelasnya
Selain masalah HAM, Presiden Jokowi juga jelas tidak bisa bicara soal ekonomi di Papua. Sebab kenyataan, ekonomi rakyat Papua jika dibanding dengan pendatang di Papua sangat jauh, rakyat Papua tidak bisa bersaing dengan pendatang, termasuk di era Otsus ini.
Begitu juga bidang sosial budaya dan komuniaski sosial, jelas tidak nyambung. Para pejabat daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat punya kepentingan yang berbeda-beda, bermasa bodoh, cuek-cuek dengan keadaan masyarakat.
Beberapa alasan inilah yang seakan membuatnya jadi pesimis bahwa kedatangan Presiden ke Papua ini tidak akan berdampak apa-apa .
Namun demikian ia mengajak Rakyat Papua harus optimis atas segela sesuatu yang kita kerjakaan dengan segenap hati akan suskses, seperti pendidikan,usaha eknomi, termasuk aspirasi Papua merdeka, semua itu kalau Tuhan yang Maha Kuasa berkenan akan sukses.
Dikatakan, situasi Papua merdeka yang sedang menyebar dan memanas di kalangan masyarakat suku-suku Melanesia di Papua Indonesi ini, karena adanya masalah Papua merdeka masuk agenda PBB tanggal 13 September 2013 dan praksi-praksi perjuangan Papua merdeka bersatu di Vanuatu tanggal 6 Desember 2014, itu boleh saja optimis Papua merdeka, tapi ingat bahwa jika Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan baru akan merdeka, jadi sebaiknya kerja yang baik, sekolah baik, beribadah, berdoa yang baik sambil menunggu waktu Tuhan. “Dan jangan terprovokasi dengan isu Papua merdeka tersebut,”harapnya. (don/don)
Sabtu, 20 Desember 2014 07:34, BP