Jakarta [PAPOS] – Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Yorris Raweyai menegaskan, berbagai masalah Papua harus bisa diselesaikan secara tuntas pada masa kepemimpinan terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kita inginkan pada periode SBY-Boediono ini kita mampu untuk menyelesaikan Papua dan Aceh, sehingga kredibilitas bangsa ini di mata internasional bisa tercapai dengan cara yang demokratis, berkeadilan, bermartabat," kata Yorris saat rapat Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua dan Otonomi Khusus Aceh bersama pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.
Anggota Komisi I DPR itu menyesalkan kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan UU 11/2006 tentang Otonomi Khusus Aceh yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Tidak pernah ada evaluasi dari pemerintah, mengeluarkan PP juga tanpa ada pembahasan bersama-sama DPR. Maka kalau kita lihat orang menuntut untuk mengembalikan itu, saya setuju," kata Yorris.
Namun demikian, Yorries tidak setuju kalau otonomi khusus dikatakan gagal. "Karena tidak ada parameter, kapan dievaluasi, dimana gagalnya," ujar politisi Golkar dari Papua Barat itu.
Ia juga menyesalkan adanya perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat Papua. Ia mencontohkan pelaku pembunuhan terhadap tokoh Papua Theis Eluay dan tokoh Papua lainnya hanya dihukum 4 tahun dan bahkan banyak yang dibebaskan.
"Tapi masyarakat Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora dihukum 15 tahun penjara karena PP No 77/2007," kata Yorris.
Dikatakan, sebenarnya dalam UU 21/2001 dan UU 11/2006 dilengkapi dengan dana otonomi Khusus yang terpisah dari dana pemerintah. "Kalau pemerintah mau arif, punya `political will`, pemerintah sebaiknya membentuk satu tim yang hanya melaksanakan implementasi otsus secara konsisten, tinggal dikoodrdinsikan dengan Pemda Papua. Itu tidak sulit," kata Yorris.
Sementara itu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, pengaturan lambang daerah sebagaimana diatur dalam PP No 77/2007 tentang Lambang Daerah harus sesuai dengan aturan yang ada dan tidak boleh bertentangan dengan otonomi daerah dan otonomi khusus bagi Papua.
"Berdasarkan amanat pasal 2 ayat (2) UU 21/2001, Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural dari kemegahan jati diri Papua dalam bentuk bendera dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan," ujar Djoko Suyanto.
Tetapi untuk desain lambang daerah seperti bendera Bintang Kejora tidak dapat digunakan sebagai lambang sebagaimana yang diatur pada pasal 6 Peraturan pemerintah 77 tahun 2007. [ant/agi]
Ditulis oleh Ant/agi/Papos
Sabtu, 24 Juli 2010 00:00