Pohnpei, Jubi – Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Pasifik telah mendorong para pemimpin Pasifik untuk mendukung keterlibatan PBB dalam kasus rakyat dan bangas Papua Barat.
Ini adalah salah satu poin kunci dari perwakilan OMS yang diajukan selama pertemuan dengan Forum Troika Pacific Islands Forum (PIF). Troika forum adalah forum yang melibatkan Ketua PIF sebelumnya, Ketua PIF saat ini dan Ketua PIF mandatang. Ketua saat ini, Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill tidal hair dalam pertemuan tersebut karena belum tiba di Ponhpei, Negara Federasi Micronesia. Ia diwakili oleh Menteri Luar Negerinya, Rimbink Pato.
Kepada Jubi, usai pertemuan dengan forum Troika, Ketua Pacific Islands Association of NGO (PIANGO), Emele Duituturaga mengatakan ia bersama rekan-rekan NGO se Pasifik menyampaikan kepada pemimpin PIF tentang proses-proses di PBB yang tersedia untuk mengadvokasi kasus Papua Barat.
“Kami melihat proses-proses di PBB mungkin bisa menjadi salah satu jalur untuk menyelesaikan kasus Papua Barat,” kata Emele.
Ia menambahkan hingga saat ini publik di Pasifik dan Melanesia hanya berpikir kasus Papua Barat adalah isu di Melanesia saja. Inilah yang membedakan advokasi sebelumnya dan saat ini untuk Papua Barat yang dilakukan beberapa negara dan NGO di Pasifik.
“Dalam rekomendasi kami, kami juga mencoba membantu para pemimpin kami untuk mengidentifikasi beberapa hubungan bilateral antara negara-negara di Pasifik dengan Indonesia. Terutama bantuan bilateral yang bisa menghalangi kepentingan dan pilihan kita di Pasifik yang perdu menjadi kepedulian kita,” lanjutnya.
Sebagai salah satu dari enam perwakilan OMS Pasifik yang ditunjuk untuk bertemu forum Troika, Emele juga mendorong pemimpin PIF untuk mensponsori Papua Barat masuk dalam daftar dekolonisasi dan berbicara pada Sekretaris Jenderal PBB untuk menunjuk utusan khusus dalam menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua Barat.
Dalam kesempatan yang sama, Perdana Menteri Samoa, Tuilaepa Lupesoliai Neioti mengkonfirmasi perwakilan OMS mengangkat isu Papua Barat dalam pertemuan dengan Forum Troika. Namun ia mencatat, isu Papua Barat terdiri dari dua isu.
“Pertama adalah soal Hak Asasi Manusia. Isu ini bisa kita angkat dalam situasi seperti saat ini. Tapi soal penentuan nasib sendiri, ada proses yang harus kita ikuti,” kata Neoti.
Ia mencontohkan kasus negaranya sendiri yang menurutnya sangat mirip dengan kasus Papua Barat saat ini.
“Apa yang muncul di Papua Barat sangat mirip dengan situasi negara saya sendiri ketika kami ingin menjadi negara merdeka. Tentu saja kemudian PBB datang dan membimbing kami sepanjang jalan menuju kemerdekaan akhir tahun 1962. Jadi ada proses yang harus dilewati dan itu adalah langkah formal yang harus dilakukan,” lanjutnya.
Namun kekhawatiran atas isu Papua Barat dalam pertemuan puncak para pemimpin PIF pada Sabtu (10/9/2016) sempat muncul di kalangan NGO Pasifik ini. Hal ini disebabkan kemungkinan ketidakhadiran Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare dalam pertemuan retreat tersebut, karena dilakukan pada hari Sabath. Sogavare adalah penganut Advent. Sogavare, sebagai Ketua Melanesia Spearhead Group (MSG) adalah salah satu kunci utama dalam advokasi kasus Papua Barat
Terkait hal ini Direktur Jenderal Kantor Perdana Menteri Vanuatu, Johnson Naviti menegaskan posisi Koalisi Pasifik untuk Papua Barat sangat jelas dalam pertemuan PIF kali ini. Menurutnya, Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai akan membawa isu Papua Barat dalam retreat nanti.
“Ketika saya berbicara atas nama pemerintah Vanuatu, ketika koalisi terbentuk di Honiara tahun lalu, saya telah menjelaskan kepada Perdana Menteri Kepulauan Solomon, posisi kami jelas; Dukungan yang kami nyatakan bukan hanya dari pemerintah atau satu kelompok politik, namun dari seluruh populasi Vanuatu,” kata Naviti.
Koalisi Pasifik untuk Papua Barat di Pasifik di bentuk di Honiara pada bulan Juli lalu atas inisiatif Sogavare setelah pertemuan khusus MSG. Anggota awal koalisi ini adalah Kepulauan Solomon, Vanuatu, Kepulauan Marshall, Tonga, Front Pembebasan Kanak (FLNKS), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Pacific Islands Association of NGO (Piango). Saat ini dua negara, Tuvalu dan Nauru telah bergabung dalam koalisi ini. (*)