Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki pribadi manusia sejak lahir secara kodrat sebagai anugrah dari Tuhan. Hak Asasi Manusia yang dalam bahasa Inggrisnya Human Rights haruslah universal yang artinya merata untuk semua orang, baik orang Jawa, orang Sumatra, orang Bali maupun orang Papua sendiri. Hak Asasi Manusia haruslah dihargai dan dijunjung tinggi. Untuk tetap menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia Negara kita bangsa Indonesia membuat beberapa peraturan dan menetapkan dalam berbagai tulisan, seperti; dalam UUD 1945, Tap MPR NO XVII/MPR/1998 dan lebih rinci lagi diatur dalam UUD NO 39 THN 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dibuatnya berbagai peraturan tersebut dengan maksud dan tujuan agar Hak Asasi dari setiap orang tersebut tidak dilanggar, diinjak-injak dan dilecehkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab semaunya, baik dari kalangan militer ( Kopasus, Mariner, Polisi, Tentara, dan lain sebagainya yang menyangkut militer), kalangan cendekiawan, kalangan opurtunis dan dari kalangan lainnya yang merasa dirinya lebih mampu dan lebih layak dibandingkan dengan orang lain.
Namun semua peraturan yang telah dituangkan dalam UUD 1945, tap MPR NO XVII/MPR/1998 dan UUD NO 39 THN 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut hanya tinggallah tulisan yang terbaca diatas kertas putih yang dapat dijual untuk menghasilkan uang dan juga pengadaan peraturan agar mendapat simpatisan dan perhatian dari Negara luar khususnya Negara yang menjunjung tinggi HAM agar Negara kita Negara Indonesia dianggap Negara yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan telah menghormatinya. Mengapa bisa saya katakan dengan sekasar itu terhadap bangsa kita, akan saya uraikan beberapa pelanggaran yang telah nyata-nyata melanggar HAM di Indonesia dan semua itu telah terbukti melanggar peraturan yang telah dicantumkan dan ditetapkan dalam berbagai Instrument tersebut.
UUD 1945 PASAL 28E ayat 1
Setiap warga Negara berhak untuk mengeluarkan pendapat. Mengeluarkan pendapat disini tidak dikhususkan untuk satu suku saja atau satu ras saja melainkan semua warga Negara diberikan hak untuk mengeluarakan pendapat. Biasanya pendapat dikeluarkan atau diajukan apabila terjadi berbagai kesalahan, baik kesalahan dalam memimpin, kesalahan dalam mengambil keputusan maupun berbagai kesalahan lainnya yang intinya dengan pendapat tersebut bisa membuat rakyat atau orang banyak yang dipimpin bisa semakin terkontrol dan terarah. Kita disini diberikan kebebasan untuk mengeluarkan berbagai pendapat namun satu yang perlu dipahami dalam mengeluarkan pendapat adalah bisa pertanggungjawabkan setiap pendapat yang telah dikeluarkan tersebut.
Dengan demikian tidak salah saya mengkritik sedikit kesalahan atau ketidakpatuhan pemerintah terhadap setiap Instrumen dan perundangan yang dibuat dan ditetapkan oleh mereka sendiri, Sebagaiman orang Papua sudah sangat lama dari tahun 1964 saat terjadi pemberontakan Organisasi Papua Merdeka tepatnya didaerah Manokwari dibawah pimpinan Terianus Aronggear hingga tahun 2007 ini selalu meminta kepada pihak pemerintah Indonesia untuk mendiskusikan atau membicarakan masalah kelurusan sejarah Bangsa Papua yang sebenarnya yang telah nyata-nyata bahkan sengaja dibengkokan atau diputar oleh pemerintah Indonesia sendiri, namun apa jawaban dan tanggapan mereka terhadap argumen tersebut selalu saja dianggap sebagai suatu masalah yang tidak penting dan tidak perlu untuk di diskusikan. Mereka selalu beriskeras untuk tidak mendiskusikan dan membicarakan masalah itu dengan banyak maksud dua diantaranya adalah yang pertama agar mereka tetap menjajah dan membantai orang Papua secara perlahan seperti yang terjadi saat-saat ini di Provinsi Papua terlebih khusus didaerah Nabire sendiri dan yang kedua karena Papua sendiri telah nyata-nyata memberikan pemasukan atau devisa yang sangat besar bagi Negara Indonesia yang berjumlah 24 trilyun pertahun yang sebagian besarnya dari pajak PT Freport Indonesia data inipun di ambil dari data tahun 2002.
Melihat ketidakseriusan pemerintah dalam meresponinya tidak salah kalau saya menyatakan sebagai tindakan yang sungguh sangat melangar hak setiap orang untuk mengeluarkan pendapatnya seperti yang nyata-nyata telah tertera sendiri dalam UUD 1945 pasalanya yang ke-28E tersebut.
UUD 1945 PASAL 28E ayat 3
Setiap warga negara berhak untuk berkumpul dan berserikat. Namun sangatlah disayangkan dan berdosalah seluruh pemerintah karena lagi-lagi peraturan yang dibuat karena kesepakatan dan persetujuan mereka harus dilangar lagi oleh mereka sendiri. Contoh paling nyata adalah orang Papua membentuk suatu organisasi yang mereka sebut dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang tujuannya tidak lain hanya berkumpul untuk membahas dan mendiskusikan kemajuan daerah mereka agar kedepan daerah mereka daerah Papua lebih baik, lebih aman dan lebih diperhatikan lagi. Contoh paling nyata juga terlihat dari orang Maluku membentuk suatu organisasi yang mereka sebut dengan Republik Maluku Selatan (RMS) yang tujuan kumpulnya sama juga dengan orang Papua yaitu untuk membahas dan mendiskusikan kemajuan daerah atau kota mereka agar kedepannya lebih aman, lebih makmur, lebih sejahtra dan lebih diperhatikan lagi. Namun semua kegiatan perkumpulan selalu saja dianggap perkumpulan pemberontak atau lebih sadisnya lagi disebut dengan kata kaum separitis. Jahat bukan? Julukan dan cap yang mereka berikan kepada setiap orang yang nyata-nyata telah mengikuti dan telah mematuhi setiap Instrument dan perundangan yang mereka buat. Katanya pemerintah pemerintah Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia mana buktinya malahan mereka-mereka yang disebut atau dijuluki kaum separitis tersebut selalu saja dikejar-kejar bahkan selalu diawasi langkahnya bagaikan mengawasi seorang bayi yang baru mau belajar untuk berjalan.
UUD 1945 PASAL 28G
Setiap warga Negara berhak memperohleh suaka politik dari Negara lain dikatakan dalam pasalanya yang ke 28G dengan sungguh sangat jelas apabila kita tidak mendapat perlindungan yang baik, kurang mendapat perhatian, selalu ditindas dan diabaikan yang semuanya menyangkut hak hidup seseorang atau kelempok haruslah mereka mencari suaka politik atau mencari perlindungan dinegara lain yang di anggap mampu memberikan keamanan dan perlindungan kepada mereka dengan maksud agar hak hidup mereka tetap ada.
Dengan demikian tidak salah lagi kalau saya menyebutkan pemerintah melangar peraturan yang telah dibuat sendiri sebagaimana saya menyebutkannya karena beberapa saat lalu beberapa orang asli Papua dari daerah Jayapura yang mencarai suaka politk di Negara Australia dibahwa pimpinan Yunus Wanggai yang pada saat itu tiba di benua tetangga benua Australia langsung membuka bendera bintang kejora tanpa kompromi sedikutpun padahal pada saat itu terdapat berbagai wartawan baik wartawan media cetak maupun media elektronik yang meliput langsung aksinya. Meraka mencari suaka politk didaerah benua tetangga benua Australia disebabkan berbagai hal diantaranya ketidaknyamanan mereka dalam hidup didaerah mereka yaitu daerah Papua karena selalu dikucilkan dan selalu diasingkan padahal tanah tempat mereka tinggal adalah daerah kelahiran mereka sendiri dan tanah yang telah membesarkan mereka, mengasuh mereka dan telah mendidik mereka, Aneh, bukan?
Karena kegiatan atau aksi mereka yang membuat bangsa Indonesia malu maka dengan perantara Menteri Luar Negeri banyak kritikan menghujani mereka dengan maksud agar mereka kembali dipulangkan kedaerah asal mereka, akibat hujan kritikan yang dikirim dari Indonesia terhadap mereka maka tambah tersiksalah dan terkucillah hidup mereka, tetapi Tuhan membuka jalan untuk mereka dan akhirnya mereka dititip untuk tinggal disatu pulau yaitu pulau Chrismas dibenua Australia untuk sementara waktu.
Melihat peristiwa ini berarti telah nyata-nyata melanggar UUD 1945 pasal 28G yang telah mereka tetapkan sendiri dengan demikian perlu untuk mereka kaji atau amati kembali apakah peraturan tersebut tidak salah dibuat.
Dengan mengamati berbagai ketidakpatuhan dan ketidakseriusan pemerintah dalam mengikuti dan mematuhi setiap instrument dan perundangan yang mereka buat sendiri khususnya Instrument dan perundangan yang menyangkut Hak Asasi Manusia apakah perlu untuk tetap ditegakan bahkan tetap dijunjung tinggi Hak Asasi Manusia di Negara kita Negara Indonesia padahal telah nyata-nyata tidak sesuai dengan semua yang mereka buat. Akan saya uraikan beberapa ketidakseriusan mereka dalam menjujung tinggi Hak Asasi Manusia diantara berbagai kasus yang belum tuntas hingga saat ini.
Penuntasan Kasus HAM
Tidak bisa kita bicara soal HAM panjang lebar padahal hal ini masih disebelamatakan oleh Negara kita Bangsa Indonesia. Bangsa dan Negara yang menjujunjung tinggi HAM adalah bangsa dan Negara yang betul-betul meyakini adanya Tuhan, karena setiap manusia atau pribadi yang ada adalah ciptaan yang diciptakan seturut rupa dan gambarnya.
Kita akan melihat lagi-lagi ketidakbecusan Negara yang mengaku adanya Tuhan dan menomorsatukan Tuhan dalam sila mereka dalam menuntaskan seluruh kasus HAM dinegara ini. Seluruh kasus yang sampai saat ini belum tuntas adalah kasus yang masuk dalam golongan kejahatan genosida. Kasus tersebut terjadi disaat orde lama hingga saat orde baru ini. Beberapa kasus besar yang sampai saat ini belum dituntaskan bahkan tidak pernah dipastikan titik temunya akan diuraikan dibawah ini.
Sejak terjadinya demo besar-besaran yang pada saat itu dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trisakti yang menuntut mundurnya Presiden Soeharto dan terjadilah kasus Trisakti dan Semanggi yang pada saat itu beberapa mahasiswa baik pria maupun wanita ditembak dengan senjata tanpa kompromi olah pihak Mariner yang sampai saat ini telah dilupakan karena tidak pernah ditemukan titik temunya, bukannya tidak ditemukan titik temunya melainkan karena takut militer berbicara padahal kasus ini selalu diupayakan untuk dikuak kebenarannya baik dari orang tua para korban maupun organisasi yang menangani kasus seperti ini seperti Komnas HAM, lembaga bantuan hokum (LBH) dan organisasi lainnya yang merasa iba terhadap kasus ini.
Setelah berakhirnya orde lama maka lain halnya juga dengan orde baru yaitu terjadi kasus yang mengemparkan bahkan menghebohkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia yaitu dengan tewasnya pejuang Hak Asasi Manusia bapak Munir. Kalau dilihat kasus ini begitu mendapat perhatian dari berbagai pihak terutama bapak presiden RI sendiri dengan menunjuk kepolisian RI untuk membentuk berbagai tim yang kiranya dapat memuluskan dalam menuntas dan mengkuak pembunuh pejuang HAM tersebut namun lagi-lagi sampai saat ini pembunuh beliau belum dipastikan kebenarannya karena hanya selalu berputar sebatas terdakwa bukan tersangka. Dengan demikian sudah hampir 3 tahun kasus sebesar itu belum dikuak kebenaranya kalau begitu ada apa dengan cara kerja para tim kepolisian tersebut?
Tidak sampai disitu saja namun beberapa saat lalu seluruh masyarakat papua digemparkan dengan meninggalnya salah satu tokoh besar Papua yaitu bapak Theys Elluay yang menurut kebenaran beberapa pihak bahwa beliau dibunuh dengan cara diculik oleh beberapa orang yang sama sekali tidak diketahui identitasnya. Dengan kasus sebesar ini masyarakat Papua berharap semoga saja bisa diusut tuntas dan bisa mengetahui siapa pembunuh beliau namun apa kata sampai saat ini kasus itu telah dilupakan bahkan sama sekali tidak pernah dibicarakan. Dengan ketidakseriusan mereka dalam menuntas kasus tersebut otomatis seluruh harapan rakyat Papua dan seluruh kepercayaan rakyat Papua terhadap mereka akan semakin pupus dan sirna.
Dengan ketidakmampuan mereka dalam menuntaskan berbagai kasus kejahtan terhadap pelanggaran HAM tersebut mana ada rakyat yang mau mempercayakan cara kerja mereka dalam menangani berbagai kasus tersebut, yang ada hanya kekecewaan, kecemburuan dan ketidakpuasan seluruh rakyat terhadap mereka yang intinya tidak sejalan dengan pemerintah dalam hidup. Memang dalam menuntas berbagai kasus seperti ini bukanlah hal mudah seperti kita memutar balik telapak tangan kita, tetapi dalam penuntasan tersebut akan tersa mudah apabila kejujuran dan kebenaran diutamakan dalam kerja dan satu yang perlu diingat sesuai dengan kelima sila kita nomor satu utamakan Tuhan dalam segalanya. Tuhan Yesus Memberkati. (o. pogau)