Akibatnya pertama-tama permainan menjadi kacau-balau, karena para komentator dan reporter mambawa masuk semua komentar dan laporan permainan sebelumnya dan mereka masuk di dalam justru berkomentar dan melaporkan, bukannya bermain.
Demikian kata Gen. WPRA Amunggut Tabi dalam sambutan Upacara Perwira Tinggi TRWP menyambut pemberian hadiah “Freeom of Oxford” sebuah hadiah Kota Oxford kepada pembela Hak Asasli Manusia (HAM) di seluruh dunia. Kali ini akan diberikan kepada Sekretaris-Jenderal Dewam Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DEMMAK), sekaligus ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Gen. Tabi mengatakan bahwa persoalan yang dihadapi bangsa Papua saat ini, terutama pro-kontra dalam berbagai isu Papua Merdeka, terkait pembentukan West Papua Army (disingkat WPA) di bawah koordinasi atas hasil kerja Biro Pertahanan ULMWP terkait dengan dua hal. Yang pertama, dan terutama karena saat ini para pemain, para komentator dan para reporter sama-sama masuk lapangan dan bermain, sehingga para komentator tetap berkomentar sambil bermain, para reporter juga tetap melaporkan sambil bermain. Bahkan sebelum main juga sudah dikomentari dan dilaporkan.
Persoalan kedua ialah karena bangsa Papua tidak memiliki sikap kriteria yang jelas tentang siapa yang mereka anggap sebagai pemimpin Papua Merdeka. Bahkan para penonton-pun bisa tiba-tiba mengkleim diri pemimpin dan tiba-tiba juga bangsa Papua bisa mengakuinya sebagai pemimpin Papua Merdeka. Sama saja dengan banyak Sinode Gereja Kristen yang sudah menjamur di Tanah Papua, banyak Sinode minta uang ke Lukas Enembe dan Klemen Tinal. Sekarang juga banyak Sinode yang dulunya satu sudah terbagi menjadi beberapa Ketua Sinode. Dan semuanya dianggap sah dan dianggap oleh orang Papua sebagai pemimpin gereja. Fenomena yang sama terjadi dalam kepemimpinan Papua Merdeka.
Bayangkan saja, pemain Persipura Boas Solossa dan kawan-kawan bermain di lapangan, tetapi tiba-tiba menejer Benhur Tomy Mano, pelatih Jacson F. Tiago, supporter John Tabo dan Befa Jigibalom serta reporter Victor Mambor juga ikut masuk bermain menggunakan seragam Persipura, dengan nomor punggung yang mereka cetak masing-masing.
Banyakan lagi saja kalua lebih parah lagi, penonton yang ada di luar juga ikut meramaikan, dan ikut berkomentar dan ikut memihak kepada Persipura, yang isinya pada menejer, pelatih, penonton dan reporter.
Dalam semua hal, dalam banyak hal, permainan seperti ini tidak pernah terjadi. Guru Taman Kanak-Kanak Saja, majelis jemaat di kampung saja, harus-lah dipilih dan ditugaskan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yang kebanyakan tidak mudah dipenuhi oleh banyak orang.
Apalagi para tokoh dan pemimpin Papua Merdeka? Tahukah Anda apa kriteria kita mengakui seseorang sebagai
- pejuang Papua Merdeka
- aktivis Papua Merdeka
- tokoh Papua Merdeka
- pemimpin Papua Merdeka
- pendukung Papua Merdeka?
- simpatisan Papua Merdeka?
- reporter Papua Merdeka?
- konseptor Papua Merdeka?
- mentor Papua Merdeka?
Semua kelompok ini memiliki kriteria tertentu! Dan kriteria itu tentu saja didasari dengan latar-belakang pendidikan, pengalaman dan dedikasi yang telah terbukti dalam kehidupan ini.
Sekarang, apa yang terjadi saat komentator dan reporter ikut bermain menggunakan nomor kesebelasan sendiri? Siapa yang bermain, siapa yang melaporkan, siapa yang mengomentari?
Komentator dan reporter bukanlah pemain. Dan siapa saja yang menganggap komentator dan reporter sebagai pemain ialah manusia yang paling tersesat di dunia, yang hidupnya akan terkatung-katung, seperti air di daun talas. Dia akan muncul menyalahkan dan menggosip, akan keluar membela dan membenarkan, akan terlibat seperti pahlawan di siang bolong.