KEEROM – Merasa dibohongi, masyarakat Adat Waris akhirnya menghentikan Proyek Pembangunan Gapura Perbatasan RI-PNG di Distrik Waris. Proyek ini berasal dari Pemerintah Pusat melalui dana Akokasi Khusus (DAK) oleh Badan Pengelolah Kawasan Perbatasan (BPKP) Kabupaten Keerom sebesar Rp460 juta, yang dimulai pembangunannya sejak Desember Tahun Anggaran 2013 di hentikan sementara. Hal tersebut dilakukan agar pemerintah daerah terutama badan kawasan perbatasan bertanggung jawab atas penunjukan proyek tersebut.
“ Kami menghentikan proyek pembangunan gapura perbatasan RI-PNG yang berada di Distrik Waris yang masih bermasalah antara Badan Pengelolah Kawasan Perbatasan dengan 3 (tiga) Kontraktor, untuk selanjutnya meminta kepada badan pengelolah kawasan perbatasan menyelesaikan persoalan yang ada, apalagi kami sebagai pemilik hak ulayat dan juga yang sebenarnya mengerjakan proyek ini,” ujar Pengusaha Asli Keerom dan juga sebagai Pemilik Hak Ulayat Distrik Waris Bernat Meho saat ditemui Bintang Papua di Keerom, Kamis (23/1) kemarin.
Menurutnya, pembangunan Gapura Perbatasan RI- PNG yang ada di Distrik Waris seharusnya diberikan ke CV. Sungai Em-Pai Brothers, seharusnya diberikan kepada kami, sebagai anak asli terutama sebagai pemilik hak ulayat, namun dengan berbagai kepentingan kami di bohongi dan menyerahkan pekerjaan tersebut kepada kontraktor lain, bukan ke CV. Sungai Em-Pai Brothers,” katanya.
Oleh karena itu, sebagai anak yang mempunyai hak ulayat merasa di permainkan sehingga terpaksa bertindak untuk memulangkan tenaga kerja yang berada di Lokasi pekerjaan Pembangunan Gapura Perbatasan RI- PNG di Distrik Waris. “ Pekerjaan itu seharusnya kami yang kerjakan, tapi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Kabupaten Keerom memberikan pekerjaan kepada kontraktor lain,”ujarnya.
Selain itu, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan kepala Bidang kerja sama Badan Pengelola kawasan perbatasan sejak awal tahun 2013 lalu untuk meminta sejumlah paket pekerjaan di sepanjang kawasan perbatasan. “ Namun kepala bidang kerja sama yang waktu itu masih dijabat ibu Yully Wally membohongi kami dengan alasan sejumlah proyek yang berasal dari pusat telah dipaketkan langsung bersama kontraktornya. Pada akhirnya dengan berbagai kepentingan proyek tersebut diberikan kepada kontraktor lain yang ada di Kabupaten Keerom,” katanya.
Oleh kerana itu, sebagai anak adat, alasan historis yang mendasar sehingga ia memulangkan tenaga kerja pada Pembangunan Gapura Perbatasan RI- PNG dan menghentikan pekerjaan tersebut. “ kata Ibu Yully Pemerintah sekarang Orang Adat di Keerom tidak ada Proyek,” kata Bernat Meho.
Dengan dilakukannya pemulangan terhadap tenaga kerja suatu solusi atau jawabannya yang dianggap pas atas apa yang pernah disampaikan oleh Pemerintah Daerah. “ Jadi adat tidak ada proyek di Pemerintahan Kabupaten Keerom saat ini, kami menghentikan pekerjaan dan kami masih menuggu dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Badan Perbatasan Keerom untuk menyelesaikan persoalan ini,
“Kami juga telah membatalkan pembangunan gapura perbatasan RI – PNG di distrik waris, dan memulangkan tenaga pekerja serta siap mengembalikan dana kontraktor sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta) yang telah membayar masyarakat pemilik hak ulayat,”
tegasnya. (Rhy/don/l03/par)
Jum’at, 24 Januari 2014 11:00, BinPa