Jakarta, (ANTARA News)- Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Rabu pagi merosot karena pelaku pasar masih khawatir gejolak ekonomi global masih tak menentu dan membaiknya harga minyak mentah dunia.
“Kekhawatiran pelaku pasar itu direalisasikannya dengan membeli dolar AS di pasar uang domestik, meski mata uang asing itu di pasar global cenderung melemah,” kata analis Valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, Rabu.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun menjadi Rp9.770/9.775 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.695/9.708 atau melemah 75 poin.
Rully mengatakan, gejolak ekonomi yang masih tak menentu itu terlihat dengan melemahnya pasar saham Jepang, Taiwan akibat merosot bursa Wall Street, setelah hari sebelumnya menguat.
Karena itu pelaku lebih cenderung membeli dolar AS ketimbang rupiah yang dipicu oleh menguat harga minyak mentah dunia yang mencapai 84 dolar AS per barel dari sebelumnya 80 dolar AS per barel, katanya.
Menurut dia, Bank Indonesia (BI) sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya untuk memicu rupiah menguat, apalagi BI menyatakan akan tetap berada di pasar untuk mengkontrol kedua mata uang itu.
BI bahkan mengawasi perdagangan valas terhadap bank-bank asing yang sering melakukan spekulasi jual beli dolar dalam jumlah yang besar, ucapnya.
Namun, lanjut Rully Nova, gejolak pasar global yang masih tak menentu membuat pelaku masih khawatir untuk memegang rupiah, sehingga mata uang Indonesia itu kembali terpuruk.
Rupiah kedepan kemungkinan akan sulit untuk bisa mencapai angka Rp9.000 per dolar AS, karena rupiah pada level itu sudah tidak mungkin lagi terjadi, ucapnya.
Sementara itu dolar AS diperdagangkan sebagian besar melemah terhadap mata uang lainnya. Euro terhadap dolar AS naik menjadi 1,3618 dolar dari 1,3576 dolar di New York. Dolar AS terhadap yen menguat tipis menjadi 102,07 dari 102,01.
Pasar finansial mulai tenang setelah otoritas AS mencairkan dana talangan untuk menyelamatkan sektor finansial dengan menyuntikkan hingga 250 miliar dolar ke bank-bank bermasalah dan menawarkan penjaminan baru untuk membantu memperbaikik aliran kredit.
Dolar sebelumnya telah menguat karena para investor menjadikan mata uang asing sebagai tempat berlindung yang aman di tengah jatuhnya pasar saham dan kekhawatiran terus merosotnya ekonomi, kata Rully Nova.(*)