Selama ini Tidak Jelas Mana Dana Otsus dan Mana APBD
Ketua Komisi C yang membidangi Anggaran dan Perencanaan Pembangunan pada DPRP, Carolus Bolly, mrngatakan, soal bentuk badan otorita pengelola dana otsus dan formulasinya akan seperti apa nantinya, hal itu akan diatur kemudian, yang masih dibutuhkan saat ini adalah pikiran dan masukan dari semua pihak di Papua, terutama pakar dan yang berkompeten, untuk duduk bersama merancang aturan pemisahan pengelolaan dana otsus dari APBD, dan bersama-sama mendorongnya pada pemerintah pusat,” sambungnya.
Oleh : Hendrik Hay
Ia berpendapat, hal ini baik untuk dilakukan, mengingat jika unsur penting dalam masyarakat Papua tadi duduk bersama dalam mengelola dana otsus, mereka relatif lebih tahu apa yang dibutuhkan masyarakat.
Sebagai contoh adalah Kalau tokoh agama ada disitu duduk satu meja, mereka lebih tahu apa yang mau dibangun untuk bidang keagamaan tahun ini, kemudian juga kalau institusi pendidikan juga ada disitu, tentu lebih paham apa yang harus dibuat untuk pendidikan di Papua. Demikian juga unsur-unsur lain yang telah disebutkan tadi.
“Jadi biarkan mereka bekerja dengan supervisi pemerintah dari sisi regulasi,” ujarnya.
Meski demikian, Carolus Bolly juga ingatkan kalau badan/lembaga otorita pengelola dana Otsus itu tidak kebal hukum, dan tetap mendapat audit dan diperiksa oleh BPK, sehingga harus tetap bekerja sesuai rambu pengelolaan keuangan Negara.
Selama ini, tidak jelas mana yang merupakan dana Otsus dan mana termasuk APBD, sangat sulit dideteksi. Padahal sesuai amanat UU Otsus, dana yang bersumber darinya hanya untuk membiayai empat hal pokok yakni Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan ekonomi kerakyatan.
Selain itu, penggunaan dana otsus dan APBD yang disatukan, juga telah berdampak pada melempemnya kreasi eksekutif dan legislatif daerah untuk berkreasi mencari tambahan dana.
“Padahal seharusnya kalau pemerintah butuh tambahan dana, maka harus berkreasi di Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Bagi Hasil misalnya. Selama ini itu tidak berjalan, karena ada dana otsus maka kreasi pemerintah mati, sebab tanpa diusahakan juga akan turun uang. ibarat ‘Duduk tunggu uang datang’,” jelas Carolus Bolly.
Carolus yang juga pelaksana harian ketua DPD Partai Demokrat Papua, optimis kalau wacana pemisahan pengelolaan dan pengelola dana Otsus dan APBD itu terwujud, maka dengan sendirinya pemerintah dan legislatif juga akan berkreasi dengan APBDnya, dan kepercayaan masyarakat pada pemerintah akan semakin kuat.
“Sekarang ini masih kacau balau. Contoh kecil saja yakni tidak jelas proyek itu dibiayai APBD atau dana Otsus,” ungkapnya.
Gagasan yang diusulkan oleh DPRP ini, ternyata juga mendapat sambutan baik oleh pihak pemerintah (Eksekutif) Provinsi Papua.
Melalui kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Papua, Achmad Hatari saat menghadiri rapat pembahasan anggaran di DPRP, Jumat (16/7), juga telah memberikan sambutan baik dengan, mendukung pemisahan pengelolaan dan pengelola dana Otsus dan APBD, asalkan ada dasar hukum pelaksanaannya.”Jadi pada prinsipnya pemerintah provinsi Papua mendukung gagasan dewan itu,” kata Achmad Hatari sebagaimana dikutip Carolus Bolly.
DPRP sendiri, telah sepakat dengan pemerintah untuk bersama membentuk tim, guna mendorong terwujudnya cita-cita luhur itu, dan intinya pemerintah sudah sambut baik adanya keinginan kuat dari kita,” katanya lagi.
Kalau itu sudah bisa terwujud, maka besar harapan legislatif dan eksekutif Papua bahwa sudah bisa penuhi sebagian kecil dari keinginan rakyat Papua dalam era Otsus, guna kesejahteraan mereka dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masih terkait hal sama, Ketua Komisi A, yang membidangi Pemerintahan Umum dan Keamanan, Ruben Magay juga mengatakan sangat mendukung usulan pemisahan pengelolaan dan pengelola dana Otsus dari APBD. Politisi asal Pegunungan Papua ini mengatakan, semua di Legislatif Papua memang sepakat mendukung terwujudnya hal itu, karena merupakan permintaan rakyat.
Dan kedepannya juga, Konsepnya seperti apa yang berhasil dibuat dari Papua, akan diusulkan juga untuk saudar-saudara di Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam, sebagai provinsi yang sama-sama berstatus otonomi Khusus (Otsus).
Sejak menjadi provinsi yang berstatus otonomi Khusus pada tahun 2001 silam, sesuai amanat UU nomor 21 tahun 2010, jumlah dana otsus yang diterima provinsi Papua, hingga saat ini mencapai kurang lebih Rp 20 Triliun.
Besaran dana yang diterima, tapi tidak sebanding dengan kesejahteraan masyarakatnya, telah membuat banyak kali terjadi demonstrasi menuntut transparansi pengelolaan keuangan di Papua, bahkan sebagian masyarakat yang sudah tak percaya dengan eksekutif justru meminta referndum.***