Penulis: Eben E. Siadari 17:25 WIB | Selasa, 21 Juni 2016
SUVA, SATUHARAPAN.COM – Sub Komite Regionalisme atau Specialist Sub-Committee on Regionalisme (SSCR) Pacific Islands Forum (PIF) yang bertemu di Suva pekan lalu menyatakan telah menerima sebanyak 47 proposal isu yang diusulkan untuk dibahas. Dari 47 proposal, isu pelanggaran HAM Papua dan dan penentuan nasib sendiri menjadi yang mayoritas atau dominan. Isu Papua mencapai 13 proposal, sementara sisanya terdiri dari berbagai macam isu.
“Ada 47 proposal yang diajukan dalam kerangka Regionalisme tahun ini, dan seperti tahun lalu, SSCR akan membahas setiap usulan,” kata Willy Kostka, perwakilan masyarakat sipil di SSCR.
“Kami menghabiskan tiga hari yang ada tidak hanya berdebat dan menilai setiap usulan, kami juga terlibat dalam dialog dengan semua pihak terkait – pemerintah anggota, lembaga-lembaga CROP, mitra pembangunan penduduk, masyarakat sipil dan organisasi sektor swasta, berdasarkan pelajaran yang didapat dari proses tahun lalu,”
kata dia, dilansir dari situs resmi sekretariat PIF.
PIF adalah sebuah forum yang beranggotakan negara-negara dan wilayah di Pasifik Selatan. Anggota-anggotanya adalah (anggota penuh) Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, dan Samoa. Sedangkan associate member: Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau, Wallis and Futuna, American Samoa, PBB, Timor Leste, Guam, North Marina Islands, ADB, Commonwealth of Nation dan WCPFC.
Laporan dan rekomendasi dari SSCR akan dibawa ke Forum Officials Committee (FOC) yang akan berlangsung pada 9-10 Agustus mendatang, dan ke Forum Menteri-menteri Luar Negeri PIF pada 12 Agustus. Kedua forum itu akan dilangsungkan di Suva, Fiji.
Laporan dan rekomendasi itu juga akan disampaikan sebagai bagian dari agenda pertemuan pemimpin PIF atau Pacific Islands Forum Leaders, yang akan dituan-rumahi oleh Federated States of Micronesia, pada 7-11 September mendatang.
“Panitia terdiri dari para ahli di bidang khusus dan kami bertugas mengidentifikasi dan merekomendasikan kepada para pemimpin forum serangkaian inisiatif yang transformatif dari wilayah tersebut dan mendukung regionalisme yang lebih dalam,” kata Lopeti Senituli, salah seorang anggota SSCR, menambahkan.
“Selama penilaian kami, kami menemukan bahwa 13 dari 47 proposal yang diterima adalah menyangkut masalah Papua,” kata dia, kepada Fiji Times.
Berdasarkan penelusuran satuharapan.com dari dokumen yang ada di situs PIF, isu-isu menyangkut Papua yang diusulkan untuk dibahas adalah topik-topik sebagai berikut:
Pertama, Pelanggaran HAM dan Penentuan Nasib Sendiri bagi Penduduk Asli Papua (Human Right Violation and Self Determination for Indigenous People from Papua). Isu ini diangkat oleh .Yoseph Novaris Wogan Apay, yang beralamat di Merauke, Papua.
Proposal ini menyatakan bahwa PIF telah merekomendasikan adanya tim pencari fakta terhadap pelanggaran HAM di Papua. Namun karena pemerintah RI menolaknya, proposal ini meminta PIF membawa masalah ini ke Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kedua, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua (Truth and Reconciliation Tribunal for West Papua) , diusulkan oleh West Papua Project, Centre for Peace and Conflict Studies, The University of Sydney.
Proposal ini meminta agar PIF mendorong pemerintah RI membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk Papua.
Ketiga, Mengakui Papua menjadi bagian dari Pacific Islands Forum, diajukan oleh Sisters of St Joseph Justice Network. Proposal ini menyebutkan bahwa tim pencari fakta yang direkomendasikan oleh PIF ke Papua belum juga terlaksana. Proposal ini mendesak agar PIF mendorong pelaksanaannya. Selain itu, diusulkan pula agar representasi rakyat Papua diberi tempat pada pertemuan pemimpin PIF pada September mendatang untuk mendengarkan suara mereka.
Keempat, Penetapan Perwakilan Khusus PBB untuk Menginvestigasi Pelanggaran HAM di Papua (Appointment of UN Special Representative to Investigate Human Rights Violations in West Papua). Proposal ini diajukan oleh Pacific Islands Association of Non-Governmental Organisations (PIANGO).
Kelima, Pelanggaran HAM di Papua (Human Rights Abuses in West Papua), diajukan oleh Dale Hess.
Keenam, Status dan Dukungan HAM bagi Rakyat Papua, (Status and Human Rights Support for West Papua) diajukan oleh Catherine Delahunty, dari Partai Hijau, Selandia Baru.
Ketujuh, Dukungan Terhadap Rakyat Melanesia Papua di PIF dan di PBB (Melanesian Peoples of West Papua – Support at the Pacific Island Forum and at the United Nations), diajukan oleh David Jhonson.
Kedelapan, Papua: Perlunya PIF Mengangkat Isu Ini di PBB (West Papua: the need for the PIF to take the issue to the United Nations), diajukan oleh Dr Jason MacLeod, Coordinator of Pasifika, sebuah LSM berbasis di Vanuatu dan Australia.
Kesembilan, PIF Mengambil Langkah Membawa Isu HAM Papua di UNGA dan UNHRC (The PIF to Take Action on Human Rights in West Papua at the UNGA and the UNHRC), diajukan oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane.
Kesepuluh, West Papua – Cause for Concern, diajukan oleh Australia West Papua Association, Sydney.
Kesebelas, Papua dalam Agenda PBB (West Papua on the United Nations Agenda), diajukan oleh Jane Humpreys.
Keduabelas, Isu HAM di Papua harus Menjadi Prioritas (Human Rights Issues in West Papua to be Prioritised), diajukan oleh Marni Gilbert, West Papua Action Auckland dan Leilani Salesa, Oceania Interrupted
Ketigabelas, Papua: Perlunya PIF Membawa Isu Ini ke PBB (West Papua: the Need for the PIF to Take the Issue to the United Nations), diajukan oleh Thomas Dick, direktur Further Arts.
Daftar lengkap proposal yang diajukan sebagai agenda isu di PIF dapat dilihat pada link ini.
Editor : Eben E. Siadari