Pancasila dan UUD (Undang-Undang Dasar) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai hukum tata negara Republik Indonesia, jika diamati dan dihayati secara mendalam sebagaimana rumusan itu di maksudkan dan dinyatakan pendiri NKRI, Muhammad Hatta, maka sungguh benar dan betul-betul bahwa Konstitusi Indonesia sendiri yakni PANCASILA DAN UUD 45 100% sangat mendukung Papua Merdeka/ OPM.
Hal ini kita tahu karena muqoddimah Indonesia sendiri mengamanatkannya demikian. Untuk lebih jelasnya coba perhatikan pengalan yang dikutip dari sebagahagian isi teks muqoddimah atau pembukaan konstitusi Indonesia berikut ini. Demikian jaminan agar Papua merdeka itu misalnya …”bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikeadilan dan kemanusiaan…”dst.
Siapa yang merumuskan ini? Dialah Muhammad Hatta, tokoh proklamator kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Mengapa demikian? Karena dia adalah seorang dari beberapa orang Indonesia pertama berpendidikan modern (Barat, Belanda) yang sangat paham demokrasi (Cak-Nur, 1995). Muhammad Hatta yang anak seorang sufi (ulama besar pembaharu Islam) Sumatera Barat adalah orang pertama yang tidak setuju dan mengatakan keberatannya kepada Soekarno rekan proklamatornya, bahwa kemerdekaan Indonesia tidak meliputi Papua (Natalis Pigay, 2001).
Tapi mengapa lain konstitusi dan lain pula kenyataannya sekarang? Atau dengan kata lain; Mengapa NKRI menjajah Papua yang berarti bertentangan dengan konstitusinya sendiri? Padahal Pancasila dan UUD 45, wajib mendasari diri (jadi tidak boleh bertentangan) dengan isi dan bunyi muqoddimah Pancasila dan UUD 45? Dan karena itu amandement hanya boleh disentuh (diubah) pasal-pasal dari Undang-Undang-nya saja, kalau ada yang bertentangan dengan amanat muqoddimah dan Pancasila disesuaikan dengan dinamika perkembangan waktu dan perubahan sosial. Tapi pertanyaannya kembali lagi, Mengapa Indonesia dengan konsep NKRI-nya tetap saja mengklaim Papua sebagai bagian dari dirinya?
Padahala dalam pasal-pasal konstitusinya dari semangat atau amanat moqoddimah tidak boleh ada satu pasal/ayatpun yang bertentangan dengan amanat muqoddimahnya itu? Lain itu misalnya konstitusi NKRI jelas-jelas bahkan sangat terang benderang menyatakan bahwa “penjahan harus dihapuskan karena tidak sesuai pri-keadilan dan pri-kemanusiaan”. Tapi mengapa banyak TNI/POLRI datang ke Papua untuk merebut, merampas tanah Papua dari tangan orang Papua sendiri pada tahun 1961-1969?
Dan sekarang mereka dalam era Otsus Papua ini datang dalam jumlah lebih banyak lagi menjajah Papua dan memperaktekkan sikap-sikap kasar dan kuasa di mata rakyat pemilik Tanah Papua itu sendiri? Mengapa juga Indonesia tidak datang membebaskan Papua sebagaimana amanat konsitusi atau lebih tegasnya pesan Pembukaan (muqoddimah) Pancasila dan UUD 45 yaitu sebagaimana amanatnya/ pesannya…”penjajahan dunia harus dihapuskan…” tapi malah sebaliknya datang menjajah Papua?
Malahan kita rakyat Papua sebagai pemilik sah dan sebagai bangsa merdeka juga, merasakan betul betapa pahitnya, –karena mereka memang sangat kecam sekali dalam tindakan penjajahan terhadap bangsa Papua –kehadiran TNI/POLRI dari Indonesia ke Papua bukan untuk menjaga dan memerdekakan Papua sebagaimana amanat/pesan konstitusi NKRI, malah sebaliknya secara bertentangan dengan melanggar konstitusinya sendiri, Indonesia (baca TNI/POLRI), sekarang ini merasa boleh membunuh, merebut, menjajah Rakyat Papua dan mempertahankan tindakan jajahannya atas usaha membebaskan diri bangsa Papua, adalah suatu pertanyaan dan banyak pertanyaan lain yang sesungguhnya membingungkan masyarakat transmigrasi dari Jawa di Arso dan penduduk eks Timor Leste di Perbatasan Papua-PNG, yang didatangkan sebagai wujud konkrit penjajahan itu jika mereka menyadarinya.
Fallasy (kekeliruaan) Indonesia mempertahankan tanah Papua yang direbutnya dari tangan dan kaki pemiliknya sendiri, tangan orang Belanda-Papua pada tahun 1963, yang konon niat awalnya membebaskan Papua, sebagai “niat suci”, “niat tulus” bantuan untuk orang Papua yang mencerminkan konstitusinya. Ternyata semua diselewengkan oleh para pemain sirkut dan dipertontonkannya pada kita, rakyat Papua, dan akhirnya juga nanti pada dunia. Tapi memang benar niat tulus dan sikap tahu demokrasi Muhammad Hatta tidak di pahami baik politikus (jangan salah baca, menjadi politik tikus) Indonesia saat ini.
Bahkan dewasa ini ternyata Indonesia terjerembab masuk dalam lubang yang dibuatnya sendiri sebagai bangsa penjajah baru bagi Rakyat Papua adalah cukup memalukan tapi juga menyebalkan kita semua jika menyadari ini. Kesadaran demikian ini sejak awal disadari olehy Muhammad Hatta dan kini disadari oleh sebahagian para intelektual Indonesia sekelas Amin Rais, Gus-Dur dll tapi tetap mendiamkannya dan dijadikan hanya dagelan politik mereka dalam pestas pertarungan politik ditingkat nasionalnya, lagi-lagi tontonan permainan sirkut yang menarik ditonton bersama.
Itulah manusia dan dari Sumatra Barat, daerah yang dikenal sebagai gudang intelektual yang mewarnai ke-Indonesiaan Indonesia sebagai sebuah negara merdeka berikutnya, Muhammad Hatta menunjukkan pemahaman demokrasinya yang benar dan jujur. Dan banyak para intelektual Indonesia yang punya hati nurani benar (bahwa dalam arti, Papua memang benar bukan bagian dari Indonesia/NKRI) tapi tidak dinyatakan secara terbuka karena ada faktor X. Padahal Muqoddimah Pancasila dan UUD 45 sendiri sudah jelas :
“…Penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri keadilan dan prikemanusian”…atau dengan kata lain, “penjajahan Indonesia atas Papua bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, karena itu penjajahan Indonesia atas Papua harus dihapuskan karena tidak sesuai Prikeadilan dan pri kemanusiaan…”
Demikian konstitusi