Sesuatu yang mengejutkan dan ditolak mentah-mentah oleh NKRI, terhadap permintaan “TANPA SYARAT” dan “SEKERA” (immediate and unconditional) untuk pembebasan Yusak Pakage dan Phillip Karma dari LP Abepura, sebagai TAPOL/NAPOL yang ditahan hanya karena mengibarkan Bintang Kejora.
Yang perlu dicatat adalah “Mengapa sebuah Kongres dari Negara lain bisa menulis surat kepada wakil rakyat dari Negara lain masalah Papua Barat?” Apa artinya? Apa maknanya bagi perjuangan Papua Merdeka?
Memang, ada debat bahwa “Surat Perintah” memang demikian isinya, bukan surat permohonan, memerintahkan pembebasan kedua NAPOL segera dan tanpa syarat ini dikeluarkan sebatas menyangkut HAM, karena alasan penahanan mereka hanyalah mengibarkan Bendera Bintang Kejora, yang menurut UU Otsus No. 21/2001 adalah sebuah Bendera yang diakui NKRI sebagai lambang daerah dan ras/bangsa Papua. Sama saja dengan nama West Papua (Papua Barat) dulunya disebut Irian Barat, lalu diganti Irian Jaya, kemudian Papua dan Irian Jaya Barat, walaupun kalangan nasionalis Papua memandangnya sebagai sebuah politik tambal-sulam yang cukup menguras tenaga, pikiran, waktu dan dana orang Indonesia, semua perubahan ini terjadi karena ada ‘pengakuan’ dari NKRI dengan nama-nama itu. Sama halnya pula, NKRI juga mengakui bahwa Bintang Kejora adalah lambang daerah, lambang kultural bangsa Papua. Sama saja dengan dari dulu dan hingga sekarang Pulau New Guiena bagian Barat ini selalu disebut West Papua (Papua Barat), tetapi NKRI menyebutnya Irian Barat, Irian Jaya dan kini Papua dan Irian Jaya Barat. Bagaimanapun pandangan dan sebutan orang Papua, NKRI tetap pada pendirian dan keputusannya.
Nah, kalau begitu, mengapa NKRI tidak dapat bertahan pada pendiriannya bahwa Bintang Kejora adalah Lambang Kultural bangsa Papua?
Itulah alasan mengapa Kongres Amerika Serikat mengajukan Surat Perintah dimaksud.
Memang ada tuduhan dari pihak NKRI bahwa AS memainkan peran double-standards, tetapi bukan begitu. Yang terjadi adalah bahwa keberhasilan lobi politik dan diplomasi para pejuang Papua Merdeka dan pejuang mereka membawa isu HAM manusia Papua sudah mengglobal dan tidak dapat ditutup begitu saja. Begitu peristiwa terjadi, sudah ada tanggapan dan sorotan dari dunia internasional, pada detik dan menit yang sama pula. Belum sampai media di Indonesia menyiarkan/ mempublikasikannya, sumber berita Papua Merdeka seperti PapuaPost.com dan Infopapua.org serta berbagai situs lainnya sudah menyiarkan berita-berita langsung, lengkap dengan gambar/ foto-foto.
Itu sebuah keberhasilan dan kemajuan perjuangan Papua Merdeka yang patut disyukuri bangsa Papua.
Mengapa sebuah parlemen negara lain berani memerintahkan presiden negara lain yang dihukum menurut hukum negara lain itu sendiri?
Ini pertanyaan yang harus dijawab oleh orang Papua semua. Pertanyaan lanjutannya adalah: “Apa yang bakalan terjadi kalau…..????”
Yang jelas selama ini bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia merasa heran dan bingung dan bertanya, “APAKAH ORANG PAPUA BENAR-BENAR MAU MERDEKA, mendirikan negara di luar NKRI?” Dan para lobbyist dan diplomat Papua Merdeka selalu menjawab, “Ya, sebagian besar orang Papua mau Merdeka!” Tanggapan positiv dan dukunganpun berdatangan. Tetatapi tanggapan (umpan) balik dari bangsa Papua di Tanah Papua sendiri menjadi tidak begitu jelas: APAKAH ORANG PAPUA MAU MERDEKA??
Pertanyaan berlanjut:
1. Apakah orang Papua hanya sanggup menaikkan bendera dan ditangkap, dan membekam di penjara saja?
2. Sampai di situ sajakah kesanggupan orang Papua untuk menunjukkan mereka mau merdeka?
3. Apakah menaikkan bendera secara tiba-tiba, lalu menghilang seolah-olah tidak tahu apa-apa itu merupakan cara tepat untuk menunjukkan, “Ya bangsa Papua Mau Merdeka?”
4. Apa yang bakalan terjadi kalau terjadi kerisuhan atau keributan atau boikot Pemilu 2009 atau mogok masal atau perang melawan NKRI dalam waktu seminggu saja? Apakah dunia akan diam?
???