JAYAPURA — Usai menerima kedatangan delegasi yaitu para Menlu Melanesian Spearhead Group (MSG), Gubernur Papua Lukas Enembe meminta semua pihak untuk melupakan masa lalu. “Kalau ada pelanggaran HAM dan kini kita tata kembali demi masa depan dan kemajuan rakyat Papua,” tegasnya.
Hal ini dikatakan Gubernur didampingi Sekda Papua Hery Dosinaen dan Asisten III Recky D Ambrauw siang lalu Senin (13/1) usai melakukan pertemuan tertutup selama dua jam dengan delegasi MSG yang diantaranya dari Papua Nugini diwakili Hon Rimbink Pato, Kemudian dari Fiji HE Ratu Noke Kubuabola, serta Solomon Hon Soalaoi Clay Forau.
Diakui oleh Gubernur semasa orde baru banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, akan tetapi sejarah sudah mencatat dan reformasi telah bergulir.
“Dimana kita ada pada jalur reformasi. Indonesia lebih terbuka dari sebelumnya dan kepada siapa saja. Dengan demikian, reformasi membawa dampak yang membuat lahirnya UU No.21 Thn 2001, yang membawa dampak bagi rakyat Papua. Itu yang saya katakan kepada delegasi MSG,”
aku Gubernur.
Dengan demikian sebagai Gubernur dirinya mendorong untuk lebih membangun rakyat Papua.
“Semua potensi yang ada di Papua akan digunakan untuk rakyat Papua. Ini yang saat ini saya sedang berjuang sebelum Presiden SBY datang ke Papua. Saya juga meminta agar pajak yang dikirimkan ke Jakarta dikembalikan ke Papua. Ini baru penyelesaian menyeluruh bagi rakyat Papua,”
jelasnya panjang lebar.
Kunjungan dari delegasi MSG ini, terangnya, lebih mendekatkan kepada kelanjutan dari MSG atas permintaan orang Papua yang berada di sana, untuk melihat Papua. Mereka ini baru pertama kali datang ke Papua, dan nantinya perwakilan dari Papua akan melakukan kunjungan balasan.
“Ini pertemuan lebih terbuka. Sehingga semua orang bisa melihat perubahan yang terjadi di Papua. Tidak ada lagi tekanan politik, pelanggaran HAM, Ini lebih terbuka. Nantinya hubungan ini akan lebih dibangun lewat kerjasama budaya, ekonomi dan juga kita akan saling melakukan kunjungan,”’
ujar Gubernur.
Pada pertemuan ini juga dibahas mengenai Otonomi Khusus Plus. Dimana Pemerintah Pusat saat ini berusaha mencari solusi untuk kemajuan rakyat Papua.
“Itu yang kita sudah jelaskan dan kita lupakan masa lalu kalau ada pelanggaran HAM dan ini kita tata kembali demi masa depan dan kemajuan rakyat Papua, ” harapnya.
Sementara itu pimpinan delegasi MSG dari Papua Nugini Hon Rimbink Pato usai pertemuan kepada wartawan mengatakan, hasil pertemuan tertutup dengan Gubernur Papua banyak hal yang dibicarakan. Dimana menurutnya menjadi bahan diskusi yang sangat menarik.
Dalam pertemuan itu juga Negara-Negara Kepulauan Pasifik yang tergabung MSG ini, merasa ada kesamaan Provinsi Papua dari segi budaya.
“Kami membahas semuanya secara detail. Termasuk juga kesepakatan pembangunan ekonomi, regulasi Papua dan program di Indonesia, serta dibidang perdagangan Joint venture,” jelasnya yang menggunakan bahasa Inggris.
Delegasi MSG ini juga mengakui penerapan otonomi khusus di Papua yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia berjalan dengan sangat bagus.
Rimbink Pato juga mengakui dua Negara lainnya yakni Vanuatu dan New Kaledonia memutuskan mengundurkan diri berkunjung ke Papua disaat-saat terakhir keberangkatan. “Kami tidak tahu alasannya,”tambahnya.
Sementara itu kedatangan delegasi tiga Negara anggota MSG ini diwarnai dengan aksi pemalangan Kampus Universitas Cenderawasih dari Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat (Gempar). Para mahasiswa ini melakukan orasi didalam kampus dengan pengawalan aparat keamanan.
Sepanjang jalan dari arah Sentani – Jayapura, situasi aman dan kondusif. Usai melakukan Pemprov Papua delegasi MSG juga akan melakukan pertemuan dengan Kodam XVII Cenderawasih.
Gunakan Heli ke Bandara Sentani, Massa Gempar Anggap Itu Pecundang
Kedatangan kelima Menteri Luar Negeri Anggota Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) Papua disambut dengan demo para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gempar di depan Gapura Uncen Abepura.
Hal yang menarik, bahwa ada sejumlah turis dari negara luar yang melakukan kunjungan ke Museum Uncen Waena, dan mengira itu kelompok delegasi MSG, sehingga sempat menyampaikan orasinya.
Sambil berdemo, para mahasiswa membakar ban dan menyampaikan orasi politiknya secara bergantian oleh perwakilan mahasiswa. Demo yang dilakukan sejak pagi hingga siang pukul 13.30 Wit terpaksa bubar dengan sendirinya, karena harapan bertemu dengan delegasi MSG di depan Gapura Uncen Abepura tidak kesampaian, karena delegasi MSG menggunakan Helikopter milik TNI ke Bandara Sentani, tidak menggunakan kendaraan mobil.
Para pendemo ketika melihat Helikopter, spontan berteriak bahwa Pemerintah Indonesia penakut dan pecundang.
Sementara itu, salah satu Orator, yakni, Alfaris Kapisa, menandaskan, pada dasarnya delegasi MSG sudah tahu pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Papua, meskipun kenyataan ada upaya dari Pemerintah Indonesia untuk mengalangi delegasi MSG melihat langsung kondisi pelanggaran HAM di lapangan.
Dalam orasinya itu juga meminta kepada para mahasiswa dan rakyat Papua untuk memboikot pelaksanaan Pemilu 2014 dan seterusnya, dan para mahasiswa diminta mengawal pelaksanaan pencoblosan untuk melihat siapa yang coblos, dan jika ada orang asli Papua yang mencoblos, itu berarti dia itu adalah Yudas yang mengkhianati perjuangan luhur kemerdekaan rakyat Papua yang sedang berjuang saat ini. Spontan saja orasinya itu disambut setuju oleh massa pendemo.
“Kita sepakat untuk boikot pemilu dan tidak usah bayar SPP, karena dari uang itu digunakan untuk bayar polisi untuk datang memukul kita,” ungkapnya dalam orasinya di depan masa pendemo di Gapura Uncen Abepura, Senin, (13/1).
Dirinya menyerukan kepada seluruh komponen rakyat Papua untuk menyaturkan barusan untuk berjuang, karena perjuangan ini berat, dimana yang dibelakang Negara Indonesia itu Amerika Serikat dan Negara-Negara luar yang mempunyai kepentingan ekonomi di Tanah Papua. Dan kasus Biak berdarah dan Wamena Berdarah Tahun 1977 itu pada dasarnya didalangi oleh Amerika dan Australia.
Sedangkan orator lainnya yang tidak menyebutkan namanya, menghimbau kepada para mahasiswa untuk berhati-hati dengan BEM, karena ada sejumlah BEM, seperti BEM Uncen melakukan MoU dengan pemerintah dengan hanya memanfaatkan perjuangan para mahasiswa untuk mencari kepentingannya semata, bukan kepentingan para mahasiswa dan rakyat Papua.
Ditempat terpisah, Salah satu Badan Pengurus Komite Nasional Papua Barat (NRPB), Tony Kobak, mengatakan, sangat kecewa atas kehadiran MSG yang secara tersembunyi. Apalagi, kesepakatan awalnya bertemu dengan rakyat Papua itu tidak terlaksana. Itu akibat dari dibungkamnya ruang demokrasi di Papua.
“Indonesia mengaku diri sebagai negara demokrasi itu sangat tidak benar, kalau negara demokrasi, maka berikan ruang untuk rakyat Papua sampaikan aspirasi,” bebernya. Menurutnya, kehadiran MSG di Tanah Papua, bukan berarti Papua langsung merdeka, jadi seharusnya Pemerintah Indonesia berikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk sampaikan aspirasinya, bukan dihalang-halangi.
“Kami mau sampaikan aspirasi ke MSG bahwa kami adalah bagian dari Melanesia, bukan orang Indonesia, dan kami mau sampaikan bahwa rakyat Papua banyak terjadi pelanggaran HAM. Janji di sidang Nomea harusnya dipenuhi, bukan datang ke Papua tapi tidak penuhi janji. Jadi kami kecewa,”
tukasnya lagi.
Dirinya juga menilai bahwa penangkapan terhadap aktivis HAM dan aktivis Papua merdeka merupakan penangkapan sewenang-wenang tanpa ada pelanggaran yang dibuat, bahkan rakyat Papua diintimidasi dan diteror. Dan tentunya disini dirinya mempertanyakan undang-undang Indonesia yang menyatakan menyampaikan pendapat dimuka umum yang tidak dilaksanakan sendiri oleh aparat keamanan.
“Kami mempertanyakan undang-undang itu, dimanakah keadilan bagi rakyat Papua. Kami harusnya dihormati, karena untuk sementara kami ada di Indonesia, tapi selama ini kami tidak dihormati dan malah diinjak-injak. Demokrasi hanya diatas kertas. Jangan alamatkan kami rakyat Papua Barat sebagai teroris, karena kami sampaikan kebenaran,”
tandasnya.(ds/Nls/don/l03)
Rabu, 15 Januari 2014 03:36, BinPa