Catatan Pemuka
Dalam sejarahnya, bangsa Papua telah menyelenggarakan Kongres sebanyak 4 kali. Yang pertama tahun 1961, kedua tahun 2000, ketiga tahun 2011 dan terakhir, keempat tahun 2023. Kongres I diselenggarakan oleh Nieuw Guinea Raad, Kongres II diselenggarakan oleh FORERI (Forum Rekonsiliasi Rakyat Iian Jaya), Kongress III diselenggarakan Dewan Adat Papua dan Kongres IV diselenggarakan oleh ULMWP.
Catatan Dr. Ibrahim Peyon tentang Kongres I – IV
Perbedaan Mendasar
Kongres pertama disiapkan oleh penjajah Belanda, diawasi oleh penjanjah, dan diselenggarakan oleh lembaga bentukan Belanda: Nieuew Guinea Raad. Kongres ini menetapkan atribut dan dasar-dasar perjuangan. Ini yang kita sebut dengan Kebangkitan Bangsa Papua I.
Kongres 2000 diselenggarakan oleh FORERI bersama LMA (Lembaga Adat Papua) dan dibiayai oleh penjajah NKRI, dan diselenggarakan dengan konsultasi penuh bersama NKRI.
Kongres II ini menetapkan diplomasi, perjuangan sipil dan perundingan sebagai resolusi. Dengan memanfaatkan kelemahan kekuatan politik dan militer NKRI waktu itu, maka pelurusan sejarah West Papua di dalam NKRI dan desakan kepada Freeport dan Amerika Serikat menjadi fokus utama dalam diplomasi Papua Merdeka waktu itu.
Kongres III 2011 diselenggarakan oleh Dewan Adat Papua, bekerjasama dengan West Papua National Authority (WPNA) dan membentuk Negara Federal Republik Papua Barat (disingkat NFRPB). Kongres ini masih memintakan izin dari NKRI sebagai negara penjajah, dan secara hukum masih mengharapkan NKRI untuk “berbesar hati” mengakui deklarasi kemerdekaan NFRPB.
Kongres IV bangsa Papua atau Kongres I ULMWP diselenggarakan oleh Legislative Council, berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Pemerintah Sementara 2020 United Liberation Movement for West Papua, yang menyatakan Kongres sebagai badan legislative yang membentuk forum pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi ULMWP.
Ada sejumlah hal penting dan mendasar yang perlu dicatat oleh bangsa Papua tentang Kongres I ULMWP ini.
- Pertama, Kongres ULMWP I diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Pemerintah Sementara ULMWP. Maka dengan demikian Kongres ini adalah sah secara organisasi, konstitusional secara hukum dan legitimate secara demokrasi;
- Kedua, Kongres ULMWP I diselenggarakan oleh Badan Legislative Council, bersama dengan Senat.
- Ketiga, Kongres ULMWP I diselenggarakan tanpa biaya sedikitpun dari NKRI sebagai kolonial, dan dengan tekanan sampai hampir terjadi pecah perang di tengah kota Sentani antara aparat intel Polda dan aparat Battalion 001 WPA.
- Keempat, Kongres ULMWP I diselenggarakan dengan tujuan membatalkan keputusan sebelumnya di Konferensi Tingkat Tinggi (Summit ULMWP) yang berlangsung di Port Vila, Vanuatu, antara lain 4.1 mengembalikan Konstitusi Pemerintah Sementara ULMWP agar berfungsi kembali, 4.2 mengangkat Presiden dan Perdana Menteri West Papua, yang secara otomatis menggugurkan Presiden Eksekutif dan pengurus Wadah Koordinatif ULMWP. 4.3 Mengembalikan ULMWP sebagai Wadah Pemerintah Sementara dan bukan wadah Koordinatif seperti dikehendaki NKRI. 4.4 Mengembalikan Visi dan RoadMap penyelesaian konflik kepada Green State Vision dan Road Map yang telah ditetapkan oleh Presiden dan Perdana Menteri melalui penetapan Legislative Council. Kongres-kongres sebelumnya tidak pernah diselenggarakan untuk meniadakan atau membatalkan keputusan sebelumnya. Dan sebagian besar dalam keputusannya menghindari konflik dengan keputusan-keputusan sebelumnya.
- Kelima, Kongres I ULMWP membentuk badan-badan tinggi negara bersifat tetap dan ad-hoc, seperti Dewan Penasehat Agung, Badan Pertahanan dan Keamanan dan Badan Konstituante. Badan-badan seperti ini tidak pernah dibentuk dalam kongres-kongres sebelumnya.
- Keenam, Kongres I ULMWP mengakui organ perjuangan bangsa Papua lain, terutama West Papua Army dengan tiga komando (WPRA, TNP dan TPN/OPM), KNPB (Komite Nasional Papau Barat) dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua). Contoh paling mudah, PDP tidak pernah mengakui, bahkan menyangkal adanya TPN/OPM, dan menolak organ-organ selain organ PDP, yitu Panel dan LMA.
- Ketujuh, Kongres I ULMWP dihadiri oleh lebih dari 5,000 orang, hampir sama jumlah dengan KRP II, 2000 di GOR Jayapura, kali ini di GOR GIDI diselenggarakan secara aman dan terkendali, dibawah pengawasan Battalion Elite WPA dan didanai penuh oleh para Kepala-Kepala Wilayah, akar rumput dan kekuatan masyarakat Sentani – Jayapura.
- Kedelapan, yang perlu dicatat, Kongres ini didukung penuh oleh Dewan Adat Mamta (Mamberamo – Tami), Dua Ondofolo Sentani dan Jayapura hadir membuka dan menutup Kongres ini.
- Kesembilan, Kongres I ULMWP memutuskan visi yang jelas yaitu Green State Vision dengan agenda atau Roadmap perjuangan yang jelas. Silakan bandingkan dengan kongres-kongres sebelumnya, agendanya tidak jelas, visinya tidak jelas. Sebagai akibatnya segala pengorbanan menguap begitu saja, walaupun telah mengorbankan nyawa, tenaga, dana dan waktu yang begitu besar. Kali ini segala-sesuatu sudah dipasang jelas, dan pasti.
Dr Peyon mencatat
Pengakuan sayap militer ini sangat penting, dimana rakyat memberi legitimasi resmi tentang perjuangan TPNPB, mereka bukan teroris dan kriminal seperti distigma oleh Jakarta. Pengakuan ini juga diatur dalam UU Pertahanan dan Keamanan yang sudah disahkan oleh Kongres, dan Badan Pertahanan dan Keamanan yang juga sudah disahkan oleh Kongres. Badan Pertahanan dan Keamanan anggotanya terdiri dari para jenderal dari tiga faksi militer yang sudah diakui dengan tugas agenda sosialisasi, Konsolidasi dan restrukturisasi militer. Hari ini sayap militer telah mendapatkan pengakuan dan legitimasi resmi yang sangat kuat oleh Kongres. Sekarang sayap militer sudah bisa menggunakan legitimasi Kongres dan menjalankan perintah undang-undang Pertahanan dan Keamanan untuk agenda-agenda perjuangan. Sayap militer sudah bisa klaim kepada Jakarta bahwa mereka militer Resmi Bangsa Papua, dan mereka juga bisa gunakan legitimasi itu bicara dengan negara lain untuk kepentingan perjuangan. Tujuan Kongres memberi legitimasi adalah mendorong menjadi kompatan yang diakui secara Internasional.
Menutup Catatan ini
Dengan meilihat perbedaan dan persamaan ini, maka ada dua kesimpulan yang dapat ditarik. Yang pertama, terlihat jelas bahwa “nuansa” konflik internal yang berkepanjangan dari kampung sampai ke hutan, dari hutan sampai ke kota, dari dalam negeri sampai ke luar negeri, tidak pernah berhasil diselesaikan oleh bangsa Papua, walaupun usia perjuangan ini hampir mendekati satu abad, dan walaupun generasi pejuang Papua Merdeka telah berubah 1-2 generasi. Penyakit akut ini akan dapat diselesaikan hanya dengan satu obat bernama “mengalah untuk menang”. Rumus ini hanya dipahami dan dihidupi oleh manusia yang mengenal rumus China, yaitu rumus elemen air, yang dalam ungkapan orang Indonesia disebut “ngalir aja”. Bangsa Papua dipengaruhi oleh budaya barat, karena sebagian besar beragama Islam dan Kristen, keduanya tidak menganut filsafat “ngalir aja”, akan tetapi mengakut “ketuk batu supaya air keluar”, rumus Nabi Musa di padang gurun.
Yang kedua, terlihat jelas, bahwa Kongres ULMWP I telah melakukan banyak sekali gebrakan dan terobosan cukup berarti dan itu berguna bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Papua untuk mendirikan negara-bangsa sendiri di luar NKRI. Akan tetapi, kita masih terbentur dengan persoalan pertama tadi, tidak tidak dibentuk dan tidak pernah tahu tentang “ngalir aja”. Kita diajarkan untuk mencari kesalahan, menyalahkan dan memenangkan. Mudah-mudahan kemenangan yang diraih Kongres I ULMWP ini akan langgeng, sampai NKRI angkat kaki dari Tanah leluhur bangsa Papua, ras Melnaesia: West Papua, bagian barat dari pulau New Guinea.