JAYAPURA — Menanggapi isi dari Draft Otonomi Khusus Plus (Otsus Plus) (Draft RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua), Wakil Ketua DPRP Papua Barat Jimmy Demianus Ijie, S.H., mengatakan tidak boleh ada aturan yang di dalamnya mengancam keutuhan Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI).
“Harus diperhatikan bahwa rancangan Undang-Undang yang sedemikian ini (Otsus Plus) tidak boleh mengancam negara, artinya negara kesatuan ini tidak boleh diancam dengan pasal-pasal yang seperti itu,” cetusnya kepada wartawan Senin (20/01) di Hotel Aston Papua.
Yang dimaksudkan Jimmy adalah keberadaan Pasal 299 di Draft Otsus Plus yang rencananya akan diserahkan kepada Presiden pada minggu ini, yang isinya berbunyi,
“Apabila Undang-Undang ini tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah secara konsisten dan konsekuen serta tidak membawa manfaat yang signifikan bagi upaya-upaya peningkatan taraf hidup, derajat hidup, kesejahteraan orang asli Papua, atas prakarsa Majelis Rakyat Papua dapat diselenggarakan referendum yang melibatkan orang asli Papua di tanah Papua untuk menentukan nasibnya sendiri”.
Ia memandang pasal tersebut bila ingin dijadikan sebagai posisi tawar tidak tepat bila dituangkan ke dalam sebuah Undang-Undang, dan hanya perlu dilakukan dalam bentuk nota kesepahaman.
“Alat bargening itu tidak semestinya diatur dalam Undang-Undang, tapi ada dalam bentuk comunicate, atau nota kesepahaman yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyat Papua, nah itu yang perlu diperjuangkan di sana,” ucapnya.
Jimmy yang merupakan politisi dari PDIP, meyakini Pasal 299 tersebut adalah pasal pertama yang akan dihapus oleh pemerintah atau Kementerian Dalam Negeri ketika memberikan supervisi.
Di sisi lain, Jimmy mengakui keberadaan Pasal 299 tersebut ada baiknya untuk memastikan pihak pusat benar-benar menjalankan secara konsisten setiap sisi dari peraturan tersebut. “Untuk menguji konsistensi pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang ini, saya pikir pasal itu baik adanya,” tuturnya.
Namun ia berujar apabila pelaksanaan Otsus dianggap gagal, maka hal tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh pihak pusat, justru faktor terbesar adalah orang-orang yang menjalankan dan menerima manfaat dari Otsus.
“Karena ketidak berhasilan Undang-Undang Otsus itu bukan sepenuhnya kesalahan Jakarta yang tidak melaksanakan, kita juga berkontribusi yang sangat besar untuk kegagalan Undang-Undang Nomor 21 ,” cetus Jimmy,
Selama ini, Pemerintah Papua, Papua Barat serta Masyarakat terlalu terpaku dengan besaran anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat sebagai implementasi UU Otsus. “Kita terjebak hanya pada besaran uang yang kita terima dan kita alokasikan belanja untuk kepentingan yang tidak pada kepentingan rakyat secara baik, itu harus kita akui,” akunya.
Kemudian menyangkut permintaan agar seluruh penerimaan pajak dari hasil bumi Papua dan Papua Barat yang harus dikembalikan sebesar 90 persen, Jimmy memandang hal tersebut cukup rasional, hanya saja besaran angka yang diinginkan terlalu besar.
“Dalam pengertian negara Kesatuan atau Integral State itu semua harus bisa dihidupi dan menghidupi, artinya resource yang dimiliki Papua harus juga menghidupkan orang di Aceh, esource yang ada di Aceh juga bisa menghidupi orang yang ada di Papua, Jawa dan sekitarnya.”
Terangnya.
“Tapi dalam rangka keberpihakan untuk memacu percepatan pembangunan di Papua, saya pikir permintaan seperti itu wajar Cuma porsinya tidak sampai 90 persen, harus dikurangi dibawah 50 persen, misalnya 20-30 persen saya pikir itu wajar,” sambung Jimmy.
Pada dasarnya, Jimmy mengaku dirinya senang dengan RUU tersebut karena isinya dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada di Papua.
“Satu suka cita buat orang Papua bahwa rancangan ini ditetapkan bertepatan dengan hari Marthen Luther King sebagai tokoh pejuang hak-hak sipil, pejuang persamaan hak kaum kulit hitam, kuli putih dan kelompok-kelompok agama, keyakinan. Artinya rancangan ini ditujukan untuk memperjuangkan persamaan hak orang Papua sebagai kelompok minoritas dalam kestuan Negara Republik Indonesia ini, untuk dihormati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka, ini yang patutu disyukuri.”
ujarnya.
Kepada pihak-pihak yang berbeda pandangan dan pendapat, ia meminta mereka untuk bisa menghormati rancangan Undang-Undang tersebut sebagai alat perjuangan persamaan hak Orang Asli Papua di Indonesia.
Draft ini ndikatakannya sudah mengatur 95 persen cita-cita orang Papua untuk merdeka, merdeka dari kebodohan, merdeka dari kemiskinan, keterbelakangan dan lainnya.
“5 persennya adalah menyangkut bagaimana lobi-lobi yang dilakukan agar rancangan ini dapat diterima para penentu kebijakan negara, diterima sebagai Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah, juga diterima para menteri yang akan menjadi pelaksana dari Udang-Undang,”
pungkasnya.
Sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe telah mengungkapkan bahwa Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Otsus Plus yang kemudian diganti namanya menjadi RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua telah menyelesaikan pekerjaannya, dengan di dalamnya terdiri dari 50 Bab dan 315 Pasal.
Kemudian direncanakan hari ini (21/01) Gubernur Papua dan Papua Barat bersama Ketua DPR serta seluruh Bupati/Walikota, dan MRP akan bertolak ke Jakarta untuk menyerahkan draft tersebut kepada Presiden di Istana Negara untuk kemudian diberikan kepada Kementerian Dalam Negeri agar selanjutnya memberikan supservisi pada RUU tersebut sebelum nantinya diputuskan di DPR RI. (ds/don/l03)
Selasa, 21 Januari 2014 02:46, BinPa