JAYAPURA – Pernyataan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi, Drs. Yotje Mende yang menyatakan, kasus Paniai agar jangan menyudut polri, ditanggapi serius oleh anggota Dewan Perrwakilan Rakyat Papua (DPRP).
“Kami sebenarnya bukan dalam posisi menyudutkan aparat TNI/Polri tapi statemen yang kami sampaikan hanya untuk mengingatkan kepada TNI/Polri, terutama kepada aparat yang bertugas di daerah pedalaman, baik di Pegunungan maupun di kawasan pesisir untuk bertindak profesional dan lebih mengedepankan pendekatan secara persuasif, tidak melakukan dengan cara yang akhirnya mengorbankan nyawa manusia,” ungkap Yunus Wonda selaku anggota DPR Papua kepada wartawan, Selasa (16/12).
Yunus Wonda menandaskan, senjata yang dimiliki aparat bukan untuk membunuh rakyat. Sebab aparat hadir diseluruh tanah Papua, bertujuan untuk melindungi rakyat. Namun kejadian-kejadian yang sudah terjadi, masyarakat kini meminta perlindungan kepada siap?.
Padahal menurutnya, rakyat hanya berharap aparat bisa melindungi mereka, tapi kenyataannya justru aparat membuat situasi hingga akhirnya rakyat trauma. “Sejak tahun 60-an trauma itu masih terbawa sampai hari ini, dimana rakyat Papua dan masyarakat di pelosok di Papua,” tandas dia.
Dengan peristiwa yang terjadi saat ini, masyarakat takut untuk mengadu.”Kami minta aparat keamanan harus bertindak bijaksana bukan dengan cara harus melakukan tembakan. Bagaimana kita melawan orang tidak dengan senjata. Terus senjata apakah membunuh orang atau kah membunuh warganya sendiri”
“Kalau memang latihan perang lebih bagus kita lewat jalur Gaza, Timur Tengah untuk melakukan latihan, bukan di Papua. Sekali lagi, nyawa orang Papua satu orangpun sangat mahal diatas tanah ini,” tegas Yunus politisi partai Demokrati itu.
Kata dia, jikalau datang melindungi orang Papua wujudkan dan bukti melindungan orang Papua seperti Apa. Bagaimana rakyat hari ini kita sedang mendorong mereka untuk mencintai bangsa ini, tetapi bangsa untuk mencintai orang Papua sehingga orang Papua mencintai bangsa ini.
“Hari ini bagaimana kita membuat rakyat Papua ini mencintai TNI/Polri dan ada rasa memiliki. Di tahun 80-90an masyarakat sangat dekat dengan aparat, akan tetapi di tahun 2000 ke atas ini, masyarakat semakin membenci aparat,” ucapnya.
Untuk itu diharapkan kepada Kapolda dan Pangdam agar merubah cara pendekatan yang dilakukan selama ini. “Kalau bicara Zona damai buktikan itu. Buktikan peluru itu milik siapa. Bertahun-tahun diatas tanah ini, peristiwa setiap peristiwa selalu katakan kami kirim ke pusat sana untuk melihat peluru milik siapa, tapi sampai hari ini tidak pernah dibuktikan kepada media,” katanya.
Yunus Wonda juga mengingatkan kepada Pangdam dan Kapolda agar anggotanya yang ditugaskan di pedalaman untuk tidak terlalu lama sehingga tidak stress.”Anggota yang ditempatkan disana, bisa dirotasi 1 atau dua bulan supaya mereka tidak stress. Apalagi mereka sulit untuk melakukan komunikasi kepada keluarga mereka,” ucapnya.
PCI Desak TNI-Polri Libatkan Tim Independen
Sementara itu, Papua Cirle Institute (PCI) melalui Direkturnya, Hironimus Hilapok, M.Si., ketika dihubungi Selasa, (16/12) mengatakan, apapun yang dilakukan aparat keamanan sebagai upaya pengungkapan kasus penembakan di Paniai itu harus dilakukan secara transparan agar rakyat Papua bisa mengetahuinya.
“Jangan ditutup-tutupi. Semuanya harus transparan dan terbuka sebab saat ini masyarakat Papua khususnya di Paniai sangat kecewa dengan kelambanan aparat membongkar kasus itu. Masyarakat masih menunggu hasil investigasi tersebut,”
tegasnya ketika dihubungi via ponselnya, Selasa, (16/12).
Kekecewaan itu hanya bisa diobati dengan ungkapan kasus yang benar-benar terbuka dan transparan.
Ditandaskan demikian, karena mengingat sebelumnya pihak Polda Papua sudah mengeluarkan pernyataan pers yang menyebutkan bahwa ada upaya masyarakat untuk mengaburkan bukti-bukti dengan menggantikan baju korban dengan seragam sekolah.
“Ini upaya pengaburan bukti dan pemutarbalikan fakta yang sangat disayangkan. Oleh sebab itu, saya meminta agar pencarian fakta oleh tim gabungan TNI-Polri harus terbuka dan melibatkan masyarakat,”
tukasnya.
Lanjutnya, pihak independen seperti Komnas HAM yang harus segera membentuk Fact Finding Team (Tim Pencari Fakta) untuk mengimbangi sekaligus mendampingi bukti-bukti yang ditemuka oleh tim gabungan TNI-Polri.
Dari Paniai dikabarkan situasi Kota Enarotali, sudah mulai kondusif pasca penembakan di Lapangan Karel Gobay yang menelan 5 korban siswa tersebut. Sementara tim investigasi gabungan TNI-Polri sejauh ini sudah memeriksa 30 saksi, diantaranya saksi mata dari pihak warga dan saksi anggota Kepolisian dan TNI.
Tim penyidik yang dipimpin Irwasda Polda Papua, Kombes Pol, I Gede Sugianyar bersama Asintel Kodam XVII Cenderawasih, Kol. Inf. Immanuel Ginting.
Lima lokasi utama yang menjadi fokus dari penyelidikan ini adalah tempat terjadinya penembakan di Gunung Merah dekat Pondok Natal Kampung Ipakije, Kantor KPUD Paniai, Kantor Polsek dan Koramil Enarotali, serta Lapangan Sepak Bola Karel Gobay.
Sampai berita ini diturunkan, tim gabungan TNI-Polri sudah mengumpulkan bukti-bukti di lokasi kejadian serta menerima serpihan logam yang bersarang di tubuh korban luka dan tewas dari pihak RSUD Paniai.(loy/nls/don)
Sumber: Sabtu, 20 Desember 2014 07:13, BP