Jayapura,Jubi – Grup legendaris asal Papua, Black Brothers akan tampil di Hari Ulang Tahun ke 41 Tahun Papua New Guinea. Papua New Guinea (PNG) merdeka, pada 16 September 1975 dari Australia. Jelang kemerdekaan Papua New Guinea 16 September 2016, Gubernur National Capital Districk(NCD) Port Moresby PNG, Pemerintah Papua Nugini (PNG) mengundang grup musik legenda “Black Brothers” dari Bumi Cenderawasih guna memeriahkan Hari Kemerdekaan. di negara itu pada September 2016.
Gubernur National Capital District (NCD) Port Moresby PNG, Hon Powes Parkop, di Jayapura, pekan lalu mengatakan pihaknya ingin lebih mempopulerkan grup musik “Black Brothers” di wilayah PNG.
“The legend are returning (legenda akan kembali) dengan kembali konsernya grup ‘Black Brothers’ khusus di PNG,” katanya sebagaimana dilansir Antara.
Menurut Powes, pihaknya akan membuat “Black Brothers” menjadi bintang internasional jika bisa konser di PNG sehingga grup legenda ini akan merasa senang dan dapat kembali kemudian hari untuk tampil di Port Moresby.
“Selain Black Brothers, kami juga akan menampilkan hiburan-hiburan dari Jakarta dan tempat lainnya, tapi yakin masyarakat akan lebih bersemangat dengan kehadiran grup legenda Papua,” ujarnya.
Catatan Jubi, Black Brother pertama kali lahir di Jayapura dengan nama Iriantos dan hijrah ke Jakarta sekitar 1976. Rekaman di Jakarta dan langsung menggebrak blantika musik Indonesia.
Andy Ayamiseba, manajer Grup Band Black Brothers, mengatakan Black Brothers bukan sekadar kelompok musisi biasa. Mereka memiliki visi dan misi utama untuk mengangkat martabat bangsanya yang selalu dibilang masih terbelakang.
“Misi dan visi yang kedua untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahterah serta yang ketiga dan maha penting adalah untuk membebaskan bangsanya dari segala bentuk penindasan oleh kaum penjajah,”katanya,melalui akun Facebooknya, belum lama ini.
Menurut Ayamiseba, misi itu bisa dibuktikan dengan karya-karya mereka melalui syair lagu-lagu nya dan keputusan-keputusan yang diambil untuk meninggalkan ketenaran mereka di tanah airnya Indonesia. Bahkan, kemudian meninggalkan kontrak musik di EMI Holland dan akhirnya hijrah ke Vanuatu untuk menjalankan lobi OPM di kawasan Pasifik Selatan, termasuk PNG.
Para personel BB pun diseleksi berdasarkan potensi-potensi mereka secara individu agar produksi bisa mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Jocky Phu, dijuluki si pena emas karena dia adalah penyair besar yang berwatak cinta damai dan keadilan. Kemudian, Hengky (alm) yang memiliki suara emas yang khas Black Brother dan sulit diganti oleh suara lain.
Sijari emas August Rumaropen (alm) dijuluki George Bensonnya Papua dengan watak halus dan rendah hati. Ada juga Benny pada bass dan Stevie si penabuh drum. Keduanya adalah tulang punggung rythm section-nya. Akhirnya David(Dullah) dan Amry yang menciptakan dandanan rythem musik BB. Paduan musik dan vokal mereka yang harmonis sesuai dengan melodi dan syair lagu-lagunya telah menembus nusantara dan Pasifik Selatan. Hal ini membuat grup musik Black Brother melegenda di Pasifik Selatan, Indonesia, dan Eropah dengan lagu Jalikoe.
“Saya selaku pendiri dan manajer sekaligus produser eksekutif supergroup ini sulit untuk mendapatkan musisi-musisi alam yang diberkati dengan talenta oleh Tuhan Yang Maha Kuasa seperti mereka. Saya sangat berterima kasih dan bangga karena diberkati dengan kesempatan untuk bekerja dengan group legendaris ini,”tulis Ayamiseba.
Sekadar diketahui, Black Brothers sangat terkenal di negara tetangga seperti Papua Nugini dengan musik yang merupakan campuran antara rock, pop, reggae, funk dan etnis Papua.
Beberapa lagu pop mereka juga menjadi hits, seperti “Kisah Seorang Pramuria” yang kemudian di remake oleh band rock Boomerang.
Lagu mereka yang berjudul “Saman Doye” di 2011 masuk kompilasi “Those Shocking Shaking Days: Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk” bersama Koes Ploes, Aka, dan lainnya.
Personil “Black Brothers” terdiri dari Hengky MS (lead vocal/guitar), Yochie Pattipeilohy (organ), Benny Betay (bass guitar), David Rumagesang (terompet/rythm), Amry M. Kahar (saxophone) dan Stevie Mambor (drumer).
Grup musik ini melakukan hal yang sangat berani ketika pada 1979 mereka memprotes perlakuan pemerintah Indonesia terhadap Papua. (*)