Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi berpesan bahwa orang Papua hari ini sedang bermain-main dengan logika sesat yang disuntikkan oleh NKRI karena begitu lama diberi janji-janji manis, yang tak kunjung datang.
NKRI sebenarnya punya sikap yang jelas, punya warna yang jelas, punya program yang jelas, punya perbuatan dan kelakuan yang jelas. Tetapi yang tidak jelas ialah orang Papua, dari pikirannya dan dari perbuatanya.
NKRI punya Komnas HAM, menempatkan Natalius Pigai, yang adalah anak Koteka, memberikan warna seolah-olah apa yang dikatakan Natalius adalah keinginan orang Papua, padahal Nataius berbicara sebagai orang Papindo, orang Papua di kulit, orang Indonesia di hatinya.
NKRI juga punya ELSAM, Kontras, Walhi, Setara Institute, dan Tim Penyelesaian HAM Papua, yang berperan sebagai pemain drama penyelesaian pelanggaran HAM Papua.
Di bidang politik dan pemerntahan, Yohana Yembise, Lukas Enembe, Willem Wandik, dan sederetan nama pejabat negara lainnya ditempatkan, mereka berteriak, seolah-olah membela orang Papua. Mereka bertindak, seolah-olah membela pemerintah. Mereka lupa, bahwa mereka adalah pemerintah kolonial NKRI. Orang Papua, apalagi, terbius, dan lupa bahwa orang-orang Papindo ini sebenarnya berbicara atas nama dan untuk NKRI, bukan untuk orang Papua sama sekali.
Di bidang ekonomi, mereka mempromosikan banyak petani, petender proyek, dan pengusaha-pengusaha dadakan, tanpa punya pengetahuan bisnis atau proyek sedikitpun, muncul ke sana-kemari sebagai pengusaha Papua. Padahal kita tidak tahu, bahwa mereka adalah kaki-tangan langsung dari BIN, dikepalai oleh Lukas Enembe sebagai Kepala BIN se-tanah Papua.
Selain itu, Unit Percepatan Pembangunan, baik pusat maupun provinsi juga sudah ada. MRP/B sudah ada, dana Otsus sudah bergulir, total keseluruhan pasti ratusan trilyun sampai hari ini.
Apalagi?
Ditambah lagi, Presiden Kolonial Indonesia saat ini sangat rajin datang ke Papua. Ia hampir jarang ke Solo, tanah leluhurnya, malahan Papua dijadikan seperti tanah-leluhurnya, dan orang Papua sanak-saudaranya. Kemarin di suruh polisinya bunuh ornag Papua, hari ini dia datang ke Tanah Papua menjanjikan penyelesaikan pelanggaran HAM, padahal sampai kiamat dia tidak akan pernah sanggup menyelesaikannya.
***
Di tengah drama-drama yang penuh dengan manipulasi dan muslihat ala iblis ini, ada harapan-harapan yang mulai mekar di Tanah Papua.
Pertama, kelompok Papua Merdeka kelihatannya melihat perkembangan seperti diceritakan di atas sebagai sebuah angin segar. TPN PB tampil menawarkan gerilyawan di hutan siap berdialogue dengan NKRI. Yang menyebut diri Ketua OPM-pun muncul datang ke Jakarta, minta dialogue dengan Presiden kolonial Indonesia.
Tidak ketinggalan, para TAPOL/NAPOL juga menuntut Presiden Kolonial Republik Indonesia menyelesaikan kasus-kasus HAM NKRI atas bangsa Papua, termasuk membebaskan TAPOL/NAPOIL.
Tidak mau kalah, mama-mama Papua juga berkali-kali menuntutpembangunan Pasar Mama-Mama, berdemo di sana-sini, menuntut hamir setiap saat ada kesempatan.
Tidak mau ketinggalan juga, organisasi-organisasi bentukan pro-M, maupun bentukan BIN NKRI juga melakukan demo-demo, menuntut pemerintah kolonial Jakarta untuk membangun jalan raya, membangun lapangan terbang, memberikan dana Otsus, dan sebagainya.
***
Semua aksi orang Papua bermuatan harapan-harapan. Harapan supaya pelanggaran HAM di selesaikan, harapan supaya pasar khusus OAP dibangun, harapan supaya TAPOL/NAPOL dibebsakan, harapan supaya dana Otsus dicairkan, harapan supaya pembangunan infra-struktur dipercepat, harapan, dan harapan, dan harapan….
Padahal orang Papua dibodohi, orang Papua dipermainkan, orang Papua dikelabui, orang Papua dipermainkan. Akhirnya orang Papua menipu diri sendiri, dengan berharap Jakarta berbuat sesuatu kebaikan terhadap orang Papua.
Setiap manusia yang punya akal sehat dan naluri di Tanah Papua harus bertanya:
- “Mengapa atau untuk apa NKRI ada di Tanah Papua? Apa tujuan Anda di sana?”
NKRI datang ke tangah Papua dengan cara invasi militer, teror dan kekerasan. NKRI bertahan di atas tanah Papua dengan teror, kekerasan dan pembunuhan hampir setiap ada kesempatan. NKRI punya fokus urusan dan kepentingan, yang jelas fokus dan kepentingan itu BUKAN ANDA, BUKAN KITA, BUKAN MANUSIA PAPUA.
Fokus mereka ialah “sumberdaya alam”, “kekayaan alam”, yang tersedia di Tanah Papua, yang mereka sebut “Bumi Cenderawasih”.
Mereka datang untuk mengambil, bukan untuk memberi. Mereka datang sebagai pencuri, bukan sebagai tamu. Mereka datang karena lapar, bukan setelah kenyang. Mereka ada karena rakus, bukan karena berbelas-kasihan kepada orang Papua.
Kalau ada orang Papua punya harapan NKRI datang membangun tanah Papua, sama dengan harapan-harapan orang-orang tersesat, yang berharap Ibilis dapat membela mereka, menyelamatkan mereka dari neraka, berbuat sesuatu kebaikan buat nasib kebinasaan mereka. Orang Papua seperti ini seharusnya tidak usah dilahirkan sebagai orang Papua, karena kahirnya nasib sial ada di depan mereka.
- Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang menghargai dirinya sebagai orang kulit hitam, rambut keriting, bertanah air Sorong – Samarai.
- Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang papua yang berbicara apa yang ada di dalam hatinya kepada dirinya dan kepada sesamanya, tanpa takut apa yang dianggap dan ditanggapi oleh NKRI.
- Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang tidak menaruh harapan satu titik dan satu detik-pun kepada NKRI untuk berbuat apa-apapun yang baik buat Tanah dan Bangsa Papua.
- Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang menuntut hak asasi nya untuk terlepas dari genggaman penjajah NKRI.
Kalau tidak begitu, maka orang Papua yang demikian berdosa terhadap jatidirinya sendiri. Sial, Tuhan telah menciptakan dia sebagai seorang manusia dengan jatidirinya yang melekat padanya.