Amanda Puspita Sari, CNN Indonesia Minggu, 03/01/2016 18:07 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, menampik tuduhan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti bahwa kelompoknya berada di balik penyerbuan terhadap Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, yang menewaskan tiga polisi.
Benny, dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (3/1), menyebut tudingan Kapolri itu kekanak-kanakan dan konyol.
“Badrodin Haiti dengan kekanak-kanakan menyalahkan saya atas kematian tiga polisi Indonesia di Papua Barat yang jelas tidak memiliki hubungan apapun dengan saya. Saya sungguh-sungguh membantah tuduhan konyol yang termasuk dalam gelombang kebohongan dan propaganda terbaru yang disebarkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi pelaku yang sebenarnya,”
ujar Benny, menuding balik Kapolri.
“Polisi Indonesia tahu betul saya tinggal 9.000 mil (14.484 kilometer) jauhnya dari Indonesia –di pengasingan di Inggris, dan saya seorang pemimpin kemerdekaan yang sepenuhnya menjunjung perdamaian,”
kata Benny.
Benny menyatakan selalu menganjurkan solusi damai untuk Papua Barat sehingga semua warga Papua Barat mampu memenuhi hak dasar mereka untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum kemerdekaan.
Benny ragu Kapolri benar-benar meyakini bahwa Benny yang bertanggung jawab atas serangan di Polsek Sinak.
“Namun, jika dia meyakini (saya pelakunya), dia sangat terkena delusi. Sikap saling tunjuk ini sangat tidak profesional dan dengan sengaja mengambinghitamkan pemimpin yang damai, sementara polisi sendiri memiliki impunitas dan melenggang lolos setelah membunuh warga Papua Barat,”
tutur Benny.
Benny merujuk kepada kasus pembantaian empat siswa sekolah di Paniai, Papua Barat, pada 2014 lalu yang sampai sekarang pelakunya belum juga ditemukan.
“Mengapa setelah lebih dari satu tahun berlalu, pemerintah Indonesia masih belum dapat menemukan pelaku pembantaian siswa di Paniai, tetapi dalam waktu 24 jam segera menyalahkan saya atas kematian polisi Indonesia?”
kata Benny.
“Adakah keadilan atas pembantaian Paniai? Tidak. Adakah keadilan setelah dua remaja pria Papua Barat ditembak di Timika pada 28 September? Tidak. Adakah keadilan atas empat warga Papua Barat yang ditembak dan disiksa hingga tewas di Yapen pada 1 Desember? Tidak,” ujar Benny.
“Lagi dan lagi, warga Papua Barat dibantai oleh pihak berwenang Indonesia, tetapi pelakunya tak pernah mendapatkan keadilan,” kata Benny.
Sebelumnya, Kapolri mengatakan kelompok Benny Wenda berada di balik penyerangan Polsek Sinak. Kelompok Benny juga dituding Badrodin menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw saat hendak mendarat di Sinak.
“Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,”
kata Badrodin.
Benny, pada tahun 2002, ditangkap Kepolisian atas sangkaan terlibat dalam peristiwa penyerangan ke kantor polisi di Abepura, Jayapura, setahun sebelumnya.
Belum sempat mendapat putusan hakim, Benny kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura menuju Papua Nugini. Ia kemudian terbang ke London, Inggris, dan mendapatkan suaka di negara itu.
Sejak saat itu hingga kini, Benny yang masuk daftar pencarian orang alias menjadi buron Kepolisian RI terus mengunjungi sejumlah negara untuk mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua.
Benny meminta pemerintah RI mengizinkan warga Papua untuk memutuskan akan memisahkan diri dari Indonesia atau tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Badan Intelijen Negara terdahulu, Marciano Norman, mengatakan kelompok pimpinan Benny Wenda bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendukung kelompok separatis di berbagai negara.