Jakarta, Jubi – Indonesianis asal Australia Greg Poulgrain, mengungkapkan, Sekretaris Jenderal PBB kedua, Dag Hammarskjold tewas karena gigih menyelesaikan sengketa kedaulatan Papua antara Belanda dan Indonesia.
Bagaimana sampai Greg sampai pada keyakinan itu, mengingat kematian Hammarskjold masih dibalut misteri selama setengah abad?
Greg yang menulis buku berjudul The Incubus of Intervention Conflicting Indonesia Strategies of John F.Kennedy and Allen Dulles menjelaskan, sejak terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PBB, Hammarskjold memberikan perhatian khusus, kepada negara-negara dunia keempat yang dihuni masyarakat adat tanpa memiliki struktur pemerintah dan birokrasi.
Namun ia ingin membantu kemerdekaan mereka dari penjajah saat itu.
“Dia sudah melakukannya untuk 2 negara di Afrika. Dan ia mau melakukannya di Papua. Dia ingin sekali menyelesaikan masalah sengketa kedaulatan di Papua daripada di Kongo,” kata Greg kepada Tempo setelah selesai menghadiri diskusi tentang bukunya di LIPI, Jakarta, Selasa, 5 September 2017.
Dalam bukunya yang dihasilkan dari riset ilmiah selama 30 tahun, Greg menuturkan saat itu Belanda dan Indonesia masih saling mengklaim tentang Papua.
Hingga kemudian PBB memutuskan Papua di bawah otoritas PBB atau UNTEA hingga pemungutan suara atau Pepera digelar tahun 1969.
Sayang, Hammarskjold tidak diberi kesempatan menyaksikan akhir dari penyelesaian sengketa kedaulatan Papua. Ia tewas bersama pesawat yang mengalami kecelakaan di dekat Ndola, Rodhesia Utara__ Zambia setelah merdeka__ tanggal 18 September 1961 pada tengah malam.
Bagaimana sampai pesawat yang ditumpangi Hammarskjold kecelakaan, siapa pelakunya, dan apa motifnya, masih simpang siur.
Namun Greg yakin Hamamrskjold tewas dipicu keterlibatannya untuk menyelesaikan sengketa Papua. Informasi itu dia dapat dari sejumlah dokumen dan wawancara dengan diplomat Australia, George Ivan Smith, orang kepercayaan Hammarskjold pada tahun 1992.
“Dia udah punya rencana untuk Papua dan sudah diserahkan ke Keneddy, presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, dan Allen Dulles, Direktur CIA,” kata Greg.
JFK sendiri, menurut Greg, memberikan perhatian kepada Papua disamping isu lainnya. Ia bahkan sudah membahas isu-isu dekolonialisasi dengan Hammarskjold sekitar dua bulan sebelum ia resmi dilantik sebagai presiden Amerika ke 35.
Hammarskjold pun telah merancang sebuah program ekonomi untuk membantu rakyat Papua.
Lalu siapa yang membunuh Hammarskjold, Sekjen PBB yang sangat terkenal itu? Greg menduga kuat Allen Dulles, Direktur CIA ada di balik pembunuhan Hammarskjold.
Sebab, saat itu Dulles sudah melirik Papua untuk kepentingan bisnis pertambangan setelah temuan geolog Belanda, Jean Jaques Dozy tentang Ertsberg dan Grasberg di Papua tahun 1936.
Selain itu, ada bukti yang menunjukkan Allen Dulles mengendalikan kelompok intelijen di Kongo untuk membunuh Hammarskjold. Mereka dipasok data rinci tentang pesawat PBB yang akan mendarat, jenis pesawatnya, dan ketinggian pesawat yang ditumpangi Hammarskjold.
Menariknya, kata Greg, mantan presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman di hari tewasnya Hammarskjold menegaskan dalam wawancaranya dengan New York Times: Hammarskjold tewas dibunuh.
“Simak yang saya katakan, mereka membunuhnya,” kata Greg mengutip ucapan Truman.
Greg berharap tim panel pakar PBB yang menginvestigasi kasus kematian Dag Hammarskjold, akan memberikan kesimpulan yang menjawab tidak hanya pelaku dan caranya, tapi motifnya. Membuka tabir misteri kematian diplomat antikolonialisme ini setengah abad lalu.
Tim pakar PBB yang diketuai Mohamed Chande Othman, mantan Ketua Mahkamah Agung Tanzania, akan menyerahkan hasil akhir penyelidikan kematian Dag Hammarskjold ke Sekjen PBB sebelum sidang Majelis Umum PBB ke 71 Oktober mendatang.
Sebagaimana dikutip dari The Guardian, sebelumnya ada kesimpulan bahwa kecelakaan pesawat yang menewaskan Hammarskjöld, disebabkan kesalahan pilot.
Namun kemudian terungkap bukti baru, bahwa pesawat Albertina yang ditumpangi Dag Hammarskjold bersama 15 awak lainnya, terjatuh setelah diberondong peluru.
Sejumlah saksi mata juga melaporkan, mereka melihat sedikitnya delapan pria kulit putih bersenjata, ada di sekitar lokasi jatuhnya pesawat itu. (*)
Sumber berita: Tempo.co/The Guardian