Seklias Flashback
Selama puluhan tahun bangsa Papua berjuang di ruang yang tidak begitu sulit, yang membuat perjuangan di kalanngan masyarakat yang beragama otomatis dianggap sebagai “bukan komunis”, dan karena itu tidak perlu dibumi-banguskan.
Dua dekade terakhir, perang dingin sudah berlalu. Sekarang kita ada di perang melawan terorisme. Lebih tepatnya, perang antar pradaban, demikian kata Samuel Huntington. Kita sulit mengambil sikap, entah Huntington menyulut skenario Perang melawan terorisme atau Huntington mendengar diskusi di balik layar tentang perang berikut setelah perang dingin bernama perang antar peradaban, yaitu peradaban timur melawan peradaban barat, peradabat dengan pengaruh Kristen melawan peradaban modern dengan latar-belakang non-Kristen.
“Clash of Civlisations” itu yang dia maksudkan. Maka yang tidak kebarat-baratan disebut tidak demokratis. Tidak demokratis disebut tidak manusiawi. Tidak menusiawi disebut teroris.
Kita menjadi saksi mata sejumlah pemerintah digulingkan karena label-label yang diberikan kepada mereka tidak
Apa artinya Terorisme?
Menurut Wikipedia, the free encyclopedia
Terrorism is, in the broadest sense, the use of intentionally indiscriminate violence as a means to create terror among masses of people; or fear to achieve a religious or political aim.[1]
Di sini ada unsur (1) intention; (2) indiscriminate; (3) violence as a means; (4) to create terror; (5) among masses of people or (6) fear; (7) to achieve religious or political aim.
Unsur pertama ialah “niat”, kedua “secara acak, tidak memilah secara baik”. Jadi maksudnya ada niat menggunakan kekerasan terhadap masyarakat umum sebagai alat untuk mencapai tujuan agama atau tujuan politik. Menimbulkan rasa takut untuk tujuan agama atau politik jgua termasuk di dalam aksi terorisme.
Ini masih definisi umum. Masih banyak indikator dan kriteria.
Entah manusia secara kelompok atau pribadi, sebagai negara atau organisasi, bilamana menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik ialah “teroris”. Dalam konteks West Papua – NKRI, maka TNI, Polri, TPN PB, TPN OPM, WPRA, KNPB, ULMWP, siapapun yang menggunakan kekerasan secara acak dapat dicap sebagai teroris.
Jadi, kata-kunci ialah “kekerasan”, dan katakunci kedua “acak” atau “sembarangan”, atau dalam bahasa pers disebut “masyarakat umum” atau “masa”. Menyebabkan rasa takut terhadap masa di pasar, di gereja, di mesjid, di kota, di kampung, adalah tindak terorisme.
Papua Merdeka dan Terorisme
Papua Merdeka sudah lama hendak dicap sebagai teroris. Itulah sebabnya sudah jauh-jauh hari, sejak Laurenz Dloga tahun 1980an hendak didirikan organisasi perjuangan Papua Merdeka dipisahkan dari organisai militer Papua Merdeka. Akan tetapi Dloga dibunuh oleh pasukannya sendiri, gara-gara Dloga menggunakan nama “revolusi” dalam organisasi sayap militer yang didirikannya.
Itulah sebabnya Moses Weror mendirikan OPMRC (OPM Revolutionary Council), terpisah dari TPN (Tentara Pembebasan Nasional), dan sampai hari ini OPMRC masih ada.
Itulah sebabnya juga Gen. TPN/OPM Mathias Wenda menyelenggarakan Sidang Militer akhir tahun 2006 dan mendirikan WPRA/ TRWP (West Papua Revolutionary Army/ Tentara Revolusi West Papua). yang terpisah dari OPMRC atau OPM, sehingga perjuangan Papua Merdeka tidak semudah itu dicap teroris dan akibatnya Papua Merdeka masuk kotak.
Memang bangas Papua ialah manusia yang tidak tahu tetapi bikin diri tahu, dan tidak tahu tetapi menganggap diri benar dan memusuhi sesamanya atas dasar ketidak-tahuan. Sekarang mulai tahun 2008 Organisasi perjuangan Papua Merdeka sudah secara terbuka dicap teroris.
Dulu kita dipanggil GPK (Gerombolan pengacau keamanan), kita jgua dipanggil GPL (Gerombolan pengacau liar), dan sekarang ini kita disebut KSB (gerakan sipil bersenjata).
Apa hasil GPK dan GPL?
Hasilnya kita yang berjuang menentang penjajahan merasa diri sebagai “pengacau keamanan”, dan “liar”. Akibatnya kita yang membela kebenaran mencap diri sendiri sebagai “yang tidak benar”, yang liar, yang mengganggu keamanan.
Sekarang denganc ap Sipil bersenjata apa hasilnya?
Hasilnya kita masuk kotak sebagai gang-gang kriminal yang menggunakan senjata untuk mengacaukam keamanan umum, termasuk membunuh.
Jadi, berdasarkan definsi umum di atas, teroris adalah organisasi agama atau organisasi politik yang menggunakan kekerasan terhadap masyarakat umum dan menimbulkan rasa takut untuk mencapai tujuan politik/ agamanya.
Jadi, dengan cap “sipil bersenjata” NKRI sedang menggiring semua organisasi perjuangan bangsa Papua menjadi “gang-gang bersenjata” yang membikin kacau kegiatan pembangunan dan kehidupan masyarakat umum.
Ada 2 caranya menghindari dari cap Teroris
Cara yang pertama dan utama ialah memisahkan organisasi politik dan sayap militer, seperti yang dilakukan oleh Laurenz Dloga, tetapi dibunuh oleh pejuang Papua Merdeka sendiri.
Itulah sebabnya Moses Weror membentuk OPMRC disamping panglima TPN/OPM yang ada di hutan rimba, tetapi gaung tidak bersambut hanya mengangkat Copral TPN/OPM Amunggut Tabi sebagai utusan khususnya untuk menjembatani pertahanan di West Papua dengan pusat OPMRC di Madang. Setelah itu terjadi penyanderaan di Mapenduma 8 Januari 1996 – 9 Mei 1996 (130 hari) dan Copral TPN/OPM Amunggut Tabi menjadi titik pusat penerjemah tuntutan dan komunikasi dari Panglima Kelly Kwalik, Yudas Kogoya dan Daniel Kogoya dalam komunikasi baik dengan dunia maupun dengan OPMRC.
Itulah sebabnya juga 10 tahun kemudian, didirikanlah WPRA di Markas Pusat Pertahanan TPN/OPM, Vanimo, Papua New Guinea.
Ini semua memberi ruang kepada OPM untuk bergerak bebas di pentas politik global. Ini semua memungkinkan OPM menjelma menjadi ULMWP.
Intinya semua organisasi perjuangan pembebasan nasional di seluruh dunia tidak dapat memiliki satu struktur organisasi antara sayap politik dan sayap militer. Keduanya harus sama sekali terpisah dan tersendiri. Keduanya harus bermain secara bersama, bukan sebagai satu organisasi tetapi sebagai dua organisasi dengan satu tujuan.
Itulah sebabnya tahun 2004 dibahas rencana pembentukan panitia untuk pemisahan OPM dari TPN dan ditindak-lanjuti dengan pembentukan WPRA.
Akan tetapi sejarah mengajarkan kepada kita semua bahwa usaha-usaha pembenahan organisasi tidak berhasil.
Yang menjadi nyata hari ini ialah bahwa ULMWP sudah ada. Oleh karena itu kita menunggu organisasi sayap militer untuk muncul ke permukaan dan menyatakan dirinya, memimpin revolusi West Papua menuju cita-citanya.
{Cara kedua menyusul….]