Ancaman terhadap hidup Rev. S.S. Yoman, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua bukan cerita baru. Sudah berkali-kali belau dijadikan target operasi, maksudnya operasi intelijen. Paling tidak dua kali telah diserahkan senjata Pistol kepada agen Merah-Putih asal Wamena sendiri untuk melenyapkan nyawa Rev. Yoman, tetapi berkat kesiagapan beliau dan para pembantu sekelilingnya, serta berkat perlindungan Allah Pencipta dan Pelindung Bumi Cenderawasih, maka niat jahat itu tidak terjadi.
Itu baru ancaman fisik secara langsung, untuk langsung melakukan penembakan. Di samping itu ancaman-ancaman lewat telepon gelap dan SMS kaleng bukan hal baru dan tidak dapat dihitung. Berbagai pesan itu berisi ancaman dan teror supaya beliau jangan terlalu banyak bicara dan supaya beliau urus jemaat untuk masuk surga saja, tidak mengurus manusia di dunia ini.
Ancaman-ancaman itu datang bukan tanpa alasan. Rev. Yoman sudah berkali-kali berteriak kepada dunia dan umat manusia, atas nama Injil yang dipegangnya, sebagai pempimpin geraja dan sebagai Gembala Gereja di Tanah Papua agar umat Tuhan di Tanah Papua tidak ditindas dan dimusnahkan dari tanah leluhurnya.
Teladan yang sama telah ditunjukkan Yesus Kristus, yang menjadi panutan semua orang Kristen di muka bumi. Yesus telah mengorbankan segala-galanya, dari pengorbanan harga diri dan kedudukannya sampai kepada pengorbanan nyawanya sendiri.
Apa yang menyebabkan Yesus merelakan untuk berkorban? Karena ada masalah! karena ada umat manusia terdindas dan terbelenggu, hidup dalam kegelapan. Nasib yang sama dihadapi oleh semua pejuang KEBENARAN mutlak dan berjuang membela keadilan dan hak-hak asasi manusia di West Papua. Semua pejuang kini berada dalam ancaman dan teror NKRI.
Kini Rev. Yoman diancam dipanggil paksa secara terbuka lewat media massa, hanya karena megungkap kebenaran. Perihal peristiwa-peristiwa kekerasan sebagai proyek TNI dan Polri itu bukan hal baru. Sudah terjadi berulang-ulang, sistematis dan terstruktur, dan hal itu dipelihara sekian puluh tahun lamanya. Tentu saja sumber informasi berasal dari pihak inteijen Papua Intelligence Service maupun BIN, sehingga tidak akan dijadikan fakta hukum. Akan tetapi tanpa pembuktian secara hukum, atau materi hukum juga semua orang tahu bahwa proyek TNI/Polri itu sudah sangat nyata dan mengorbankan nasib dan hidup orang Papua sendiri.
***
Nah, sekarang salah datu dari pejuang HAM, KEBENARAN dan keadilan di Tanah Papua diancam ditangkap oleh tangan-tangan yang penuh dengan darah rakyat dan pemimpin bangsa Papua. Maka, kita harus mempersiapkan diri, "APA YANG HARUS KITA LAKUKA?"
Kasus penangkapan semena-mena, penahanan tanpa proses hukum yang adil dan peradilan yang sangat sarat dengan campurtangan politik sudah lama berlalan. Banyak pemimpin Papua seperti Theys Eluay, Thaha Al-Hamid, John Mambor pernah ditanah tahun 2000, pemimpin lainnya Thom Wainggai ditahan dan dipenjarakan tahun 1988. Sekjend Demmak, Benny Wenda, diburu dan ditangkap seberti hewan buruan dan dipenjarakan dengan dasar hukum yang tidak jelas tahun 2001. Sebagian besar dari mereka sudah meninggal dunia.
Apa yang seharusnya dilakukan orang Papua saat Pemimpin Mereka ditangkap?
1. Seharusnya semua rakyat Papua membawa diri dan meminta ikut ditahan dan dipenjarakan. Katakan kepada NKRI, "Pempimpin kami hanya menjalankan aspirasi kami, hanya membela Hak Asasi Kami. Oleh karena kamilah beliau berdiri sebagai pemimpin. Karena itu, kalau beliau bersalah, maka justru kami sebagai penyebabkan yang bersalah. Dan kalau beliau ditahan, dipenjarakan, disidang, maka kamilah sebagai penyebabnya yang harus ditahan, dipenjarakan, disidang. Ya, Kami orang Papua semua, semua keluarga, sanak sanak-saudara, suku, marga, bangsa, semuanya.’
2. Seharusnya kita memiliki Tim Pembela HAM Papua, yang bukan sebagai perpanjangan tangan Jakarta (Indonesia), tetapi murni dari West Papua yang ditahan atau dipenjarakan diikuti oleh segenap orang Papua dan minta supaya semuanya dihukum, ditahan. Tunjukkan kepada Jakarta bahwa para pemimpin Papua berbicara atas KEBENARAN sejarah dan kondisi hidup saat ini yang tidak dapat diganggu-gugat dengan bukti-bukti apapun juga.
3. Membiarkan para pemimpin Papua sendirian menanggung beban hidup sampai ditangkap dan dipenjarakan sampai dibunuh telah menyebabkan kondisi psikologis di antara para pemimpin seolah-olah orang Papua itu mau dibela tetapi sebenarnya mereka mau hidup di dalam NKRI dalam kondisi buruk dan pahit apapun. Seolah-olah orang Papua menolak dan menyangkal bahwa mereka sedang dijajah. Sikap seperti ini pasti menimbulkan dualisme dalam menggalang dukungan di dunia dan dualisme bagi mereka yang mau mendukung perjuangan ini.
4. Seharusnya orang Papua hidup damai di era Otonomisasi ini, tetapi pada saat identitas mereka diusik, pemimpin mereka diganggu, mereka harus berani bangkit dan menantang. Itu cara orang yang mau merdeka. Kita orang Papua rupanya "MEMENUHI SYARAT" untuk dijajah NKRI, karena mentalitas budak lebih kental dan nyata daripada beberapa tokoh yang sampai sekarang masih berbicara untuk KEBENARAN dan KEADILAN di Bumi Cenderawasih.