Jayapura, Jubi – Delegasi Indonesia dalam hak jawabnya di sesi debat Majelis Umum PBB, Sabtu (24/9/2016) menyatakan Nauru, Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Tuvalu dan Tonga telah melakukan manuver yang tidak bersahabat dan melakukan intervensi kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia.
Dilaporkan oleh website resmi PBB, Delegasi Indonesia (tidak disebutkan namanya) di dalam kesempatan itu menolak pernyataan kelima negara Pasifik tersebut terkait West Papua. Menurut delegasi tersebut ketimbang membahas implementasi Sustainable Develoment Goals (SDGs) terkait perubahan iklim yang sangat berdampak pada Pasifik, para pemimpin Pasifik malah mengintervensi kedaulatan Indonesia.
“Indonesia terkejut mendengar di mimbar yang sangat penting dimana para pemimpin bertemu di sini untuk membahas implementasi awal SDGs, transformasi dari tindakan kolektif kita dan tantangan global lainnya seperti perubahan iklim, dimana negara Pasifik yang akan paling terdampak. Para pemimpin tersebut malah memilih untuk melanggar piagam PBB dengan mengintervensi kedaulatan negara lain dan melanggar integritas teritorialnya.
Delegasi Indonesia juga menganggap keenam negara Pasifik tersebut tidak paham terhadap sejarah, situasi saat ini, dan perkembangan progresif di Indonesia, termasuk di Provinsi Papua dan Papua Barat,
“Mereka juga sudah melakukan manuver politik yang tidak bersahabat dan retoris,” ujarnya.
Wakil Indonesia juga menuduh pernyataan negara-negara tersebut mendukung gerakan separatis yang menganggu ketertiban umum di kedua Provinsi Papua.
“Pernyataan bernuansa politik mereka itu dirancang untuk mendukung kelompok-kelompok separatis di provinsi-provinsi tersebut yang begitu bersemangat menganggu ketertiban umum, dan melakukan serangan teroris bersenjata terhadap masyarakat sipil dan aparat keamanan,” ujar delegasi tersebut.
Keenam negara Pasifik tersebut dianggap sudah melanggar tujuan dan maksud piagam PBB dan melanggar prinsip hukum internasional tentang relasi persahabatan antar negara serta kedaulatan dan integritas teritori suatu negara.
“Saya ulangi, itu sudah melanggar kedaulatan dan integritas teritori suatu negara. Hal itu sangat disesalkan dan berbahaya bagi negara-negara untuk menyalahgunakan PBB, termasuk Majelis ini,” ujar wakil Indonesia itu dengan nada marah.
Sebelumnya di hari yang sama (24/9), Perdana Menteri Kerajaan Tonga, ‘Akilisi Pohiva, pada pidatonya kembali memberi tekanan pada pemerintah Indonesia terkait dugaan pelanggaran HAM di West Papua.
Dirinya mengaku prihatin terhadap situasi masyarakat asli Papua, dan menegaskan Tonga mendukung keputusan pertemuan PIF di Mikronesia yang baru lalu untuk memfasilitasi dialog terkait status dan kondisi kesejahteraan rakyat West Papua.
Terkait pelanggaran HAM di Papua, dia menyerukan agar Indonesia mau bekerja sama dengan para pemimpin Pasifik lainnya untuk sebuah dialog konstruktif dan terbuka baik secara bilateral maupun melalui mekanisme PBB.
Terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM di Papua, delegasi Indonesia menolak ajakan keenam negara Pasifik itu, dan mengatakan sudah menjalankan mekanisme di tingkat nasional terkait penyelesaian pelanggaran HAM di kedua provinsi Papua.
“Kami tegaskan kembali ada mekanisme domestik di tingkat nasional di Indonesia, juga di tingkat provinsi di Papua dan Papua Barat. Di pihak kami, Indonesia akan terus memberi fokus yang sesuai dengan perkembangan/pembangunan di Papua dan Papua Barat dan untuk kepentingan terbaik bagi semua,” kata delegasi Indonesia. (*)