Genosida Papua: Tantangan Berat Bagi Diplomasi NKRI

SYDNEY, SATUHARAPAN.COM – Upaya Indonesia untuk meredam internasionalisasi masalah Papua, tampaknya semakin hari semakin menemukan tantangan berat. Setelah tujuh negara Pasifik belum lama ini mengangkat isu Papua di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), berbagai jalur lain untuk mengangkat isu itu bermunculan.

Tak lagi hanya lewat jalur diplomasi formal, kini lewat saluran diplomasi lain, termasuk diplomasi budaya, upaya untuk melakukan internasionalisasi isu Papua seakan tak terbendung.

Yang terbaru adalah munculnya sosok Sabine Jamieson, yang profilnya ditampilkan oleh sebuah media online komunitas Yahudi Australia, Australia Jewish News, Selasa (18/10). Jamieson adalah seorang model rupawan berdarah Yahudi berusia 18 tahun. Tetapi bukan hanya wajah rupawannya yang bisa menarik perhatian. Cita-citanya yang unik dan lebih dari sekadar memperagakan pakaian, perlu dicermati.

Ketika diwawancarai dalam audisi menjadi Australia’s Next Top Model, dengan gamblang ia mengatakan bahwa ia tidak ingin sekadar menjadi model. Dia ingin mendedikasikan karier modelnya untuk menyuarakan permasalahan Papua ke dunia internasional.

Sebagaimana dilaporkan oleh jewishnews.net.au, Jamieson mengatakan ketimbang sekadar berwajah rupawan, ia berharap karier modelnya dapat menjadi platform baginya untuk berbicara tentang isu-isu sosial, “terutama genosida di Papua (Barat) dan krisis pengungsi Australia.”

Jamieson tidak sekadar membual dalam soal ini. Ia sudah melakukannya. Menurut Jamieson, dia dan adik kembarnya saat ini tengah terlibat dalam penggalangan dana untuk masyarakat Papua (Barat) melalui produksi T-shirt. Produk itu mereka jual dan hasilnya disumbangkan kepada gerakan pembebasan Papua lewat wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

“Ketika Anda menjadi model, Anda memiliki banyak kekuasaan dengan media dan kekuatan untuk menempatkan sorotan pada berbagai isu yang berbeda,” kata Jamieson, sebagaimana dikutip oleh Jewish News.

Ia mengatakan saat ini belum banyak sorotan yang diarahkan kepada isu Papua. “Masyarakat internasional menutup mata. Kita memiliki kekuatan teknologi untuk menunjukkan apa yang terjadi di sana, sehingga benar-benar penting bahwa kita melakukan itu,” kata dia.

Di bagian lain pendapatnya, mengenai krisis pengungsi saat ini ia berkisah tentang kakeknya. “Kakek saya dan keluarganya adalah pengungsi setelah perang. Sekarang ada masalah imigran. Sejarah telah berulang. Keluarga saya meraih kesuksesan (sebagai imigran) karena mereka dibantu oleh masyarakat Australia, dan saya akan senang bila dapat melakukan hal yang sama kepada orang-orang (imigran) di generasi ini. ”

Menangi Australia’s Next Top Model

Pada tahun 2014, Jamieson masih tinggal bersama keluarga dan saudara kembarnya, Nakisha, di Byron Bay, Australia, ketika mimpinya untuk bekerja terwujud. Ia bekerja di majalah Real Living.

Bekerja di majalah itu ternyata membuka matanya terhadap industri fesyen. Dari sana pula ia jatuh cinta pada dunia itu.

Lalu pengalaman itu menginspirasinya pindah ke Sydney dan tinggal bersama nenek dan kakeknya, Sandra dan Yoram Gross. Almarhum Yoram terkenal dengan produksi dan animasi Blinky Bill. Ia adalah korban Holocaust yang tiba di Australia dari Polandia setelah perang.

Kedatangan Jamieson ke Sydney menggembirakan Yoram. Yoram pun memperkenalkan cucunya kepada komunitas Yahudi setempat dan dilanjutkan dengan kecintaanya kepada industri hiburan.

“Semuanya tampak sangat menarik pada saat itu,” kenang Jamieson. “Pindah ke Sydney, tinggal bersama kakek yang memanjakan saya,” kata dia.

Namun duka kemudian datang. Pada tanggal 20 September 2015, Yoram meninggal. “Keluarga saya semua datang ke Sydney untuk pemakaman dan mereka semua berkabung,” Jamieson mengenang.

Lalu ia memutuskan akan pulang ke kampung halamannya, ketika sebuah momen yang menentukan hidupnya terjadi. “Saya siap untuk terbang kembali ke Byron Bay dengan mereka ketika saya melihat sebuah iklan untuk musim ke-10 program televisi Australia’s Next Top Model. Dan saya punya perasaan bahwa saya harus ikut. Saya merasa ‘saya harus melakukan itu’. Saya mengatakan kepada rumah produksi, bahwa saya hanya punya waktu satu setengah- jam, karena saya harus mengejar pesawat.”

Jamieson, siswa kelas 11 di Emanuel School saat itu, mengatakan bahwa dia tidak punya harapan akan lolos audisi. Namun betapa terkejutnya dirinya ketika ia menerima email yang memberitahukan bahwa dia telah lolos, dan benar-benar menjadi peserta Australia’s Next Top Model.

Kemenangan itu, menurutnya, memberi kesempatan baginya mengenang dan berterimakasih kepada kakeknya yang telah memperkenalkannya kepada industri hiburan.

Pada 20 September lalu, tepat setahun setelah kakeknya berpulang, episode pertama Australia’s Next Top Model disiarkan di Fox8. Jamieson menontonnya bersama neneknya.

Exit mobile version