Ketua Partai Buruh Inggris Dukung Isu Papua Dibawa ke PBB

Jeremy Corbyn, MP
Jeremy Corbyn, MP

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin Oposisi Inggris,Jeremy Corbyn, hadir dalam pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di gedung parlemen Inggris, yang berlangsung mulai 3 Mei 2016. Pada forum itu, ia berbicara tentang penderitaan rakyat Papua  dan mendukung didorongnya reformasi demokrasi di salah satu propinsi RI itu.

Media Australia, abc.net.au, melaporkan Corbyn mengatakan sudah saatnya rakyat Papua mampu membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan politik mereka.

“Ini tentang strategi politik untuk membawa penderitaan rakyat Papua diketahui oleh dunia, untuk menjadikannya agenda politik, membawanya ke PBB, dan akhirnya memungkinkan rakyat Papua Barat untuk membuat pilihan tentang jenis pemerintah yang mereka inginkan dan jenis masyarakat yang ingin mereka hidupi, “kata dia dalam pertemuan itu.

Corbyn mengatakan forum itu merupakan sebuah pertemuan bersejarah. Para pembicara dalam forum  datang dari berbagai belahan dunia, termasuk anggota parlemen dan politisi dari negara-negara seperti Inggris, Tonga, Banuatu, Papua Nugini dan Solomon Islands. Di antara tokoh yang hadir, adalah Perdana Menteri Tonga, Samuela ‘Akilisi Pohiva; Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone; Utusan Khusus (Special Envoy) Solomon Islands untuk West Papua di MSG, Rex Horoi; Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu; Gubernur Provinsi Oro, PNG, Gary Jufa; Tuan Harries dari Pentregarth, Kerajaan Inggris, house of lords, RT. Hon Jeremy Corbyn MP, pemimpin oposisi Inggris yang juga pemimpin Partai Buruh di Inggris; Benny Wenda, juru bicara internasional dari United Liberation Movement for West Papua (ULWMP), Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, dan beberapa lainnya anggota parlemen Inggris.

Dalam pidatonya, Corbyn juga mendukung laporan yang diterbitkan oleh University of Warwick yang menyerukan pemulihan hak-hak LSM di Papua, pembebasan tahanan politik, dan diizinkannya delegasi parlemen dunia ke wilayah tersebut. Dalam laporan yang dilansir oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, kemarin, disebutkan bahwa terjadi pelecehan dan kekerasan terhadap lembaga-lembaga kemanusiaan di Papua. Mereka bahkan ada yang diusir karena membela HAM di wilayah tempat mereka bekerja di Papua.

Bagi gerakan rakyat Papua yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri, terutama yang dimotori oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kehadiran Corbyn menambah bobot pertemuan itu. Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda, dalam pertemuan itu mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus membuat resolusi bagi dilakukannya penentuan pendapat rakyat yang diawasi secara internasional. Sebagaimana dikutip oleh The Guardian, Benny Wenda mengatakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB pada 1969 adalah penghianatan karena ketimbang sebagai act of free choiche, itu adalah act of no choice.

“PBB melakukan kesalahan ketika itu, mereka melanggar peraturan mereka sendiri. Itu sebabnya PBB harus mengoreksinya sekarang,” kata Benny Wenda.

Namun, Peneliti LIPI, Adriana Elisabeth, mengatakan, jika rakyat Papua  menuntut merdeka, pemerintah Indonesia tidak akan mengabulkannya. Namun hal itu bukan menutup adanya dialog. Dalam Road Map yang disusun oleh LIPI, penyelesaian konflik di Papua yang dianggap ideal adalah dialog nasional antara Jakarta dengan para pemangku kepentingan di Papua, termasuk ULMWP. Oleh karena itu, Adriana menyarankan agar pemerintah RI mengakui keberadaan ULMWP.

Adriana Elisabeth mengatakan dialog itu mungkin akan memakan waktu lama, bahkan dapat menyita waktu lebih dari satu dekade. Namun itu adalah merupakan salah satu alternatif terbaik.

Editor : Eben E. Siadari

Exit mobile version