Benny Wenda Tolak Bekerja Sama dengan BIN

Amanda Puspita Sari, CNN Indonesia Minggu, 03/01/2016 19:11 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Benny Wenda, pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat yang dituding Kapolri menjadi dalang penyerangan Polsek Sinak, menolak bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara Republik Indonesia yang berencana melakukan “pendekatan lunak” terhadapnya, seperti juga yang dilakukan terhadap mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka Din Minimi.

Benny juga mengkritik perkataan Kepala BIN Sutiyoso yang menyebut jika dia menolak bekerja sama, BIN akan menyiapkan “pendekatan lain” yang hingga kini masih rahasia dan tidak dapat diungkapkan. Benny menganggap ucapan itu sebagai ancaman.

“Saya tahu bahwa ancaman ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti saya, tetapi saya menolak untuk diintimidasi oleh pihak berwenang Indonesia yang menempati negara saya, membunuh warga, dan kemudian mencoba memaksa saya untuk ‘bekerja sama’ dengan skema mereka,” ujar Benny dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (3/1).

Benny menyatakan, dia sekarang tinggal di pengasingan setelah kabur usai ditangkap dan disiksa di Papua Barat karena memimpin aksi kemerdekaan yang damai. Benny tinggal di Inggris setelah diberi suaka politik oleh negara itu pada tahun 2003.

Kini Benny mempertanyakan metode apa yang akan coba diterapkan kepadanya agar dia mau bekerja sama dengan otoritas Indonesia.

“Apakah pemerintah Indonesia mengancam dengan melanggar hukum Inggris dan menuntut saya dengan tuduhan palsu sekali lagi? Atau apakah ‘metode lainnya’ itu akan melibatkan pengiriman tentara Indonesia untuk datang dan membunuh saya di Inggris?”

ujar Benny.

“Jika BIN ingin saya ‘bekerja sama’, maka mereka harus membiarkan rakyat Papua Barat untuk menggunakan hak dasar kami untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum kemerdekaan yang damai seperti dijanjikan kepada kami pada 1962,”

ujar Benny.

Benny, pada tahun 2002, ditangkap polisi atas sangkaan terlibat dalam peristiwa penyerangan ke kantor polisi di Abepura, Jayapura, setahun sebelumnya. Ia kemudian melarikan diri dari Lapas Abepura, dan menjadi eksil di Inggris hingga kini.

Sejak saat itu, Benny terus mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua. Dia meminta pemerintah RI mengizinkan warga Papua untuk memutuskan akan memisahkan diri dari Indonesia atau tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Kepala BIN Sutiyoso berharap Benny Wenda dapat bersikap kooperatif dengan pemerintah RI seperti Din Minimi.

“(Pendekatan lunak) sudah kebijakan pemerintah, tapi bukan satu-satunya. Kalau dia tidak mau, tentu ada cara lain,” kata mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus itu.

Singgung Jokowi

Selain soal BIN, kunjungan Presiden Jokowi pekan ini ke Papua Barat juga disinggung Benny. Ia menuding kunjungan itu sebagai upaya untuk melegitimasi “pendudukan militer” Indonesia di Papua Barat.

“Baik dia (Jokowi) dan polisi atau militer Indonesia tidak diterima di Papua Barat. Kunjungan itu hanya untuk terus menindas kami dan  mengeksploitasi sumber daya alam kami,” kata Benny, melemparkan tuduhan.

Benny berpendapat pemerintah Indonesia tengah berupaya mengalihkan isu pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.

Dalam kunjungannya ke Papua yang bertepatan dengan pergantian tahun, Jokowi meninjau langsung sejumlah pembangunan infrastruktur di provinsi paling timur Indonesia itu, mulai bandara, jalan, sampai rel kereta.

Jokowi juga menyambangi Kenyam di Kabupaten Nduga yang masuk kategori zona merah, yakni wilayah dengan keamanan rawan. Di kota itu, Jokowi meninjau pembangunan ruas jalan Kenyam-Batas Batu sepanjang 39,9 kilometer. Jalan itu dibangun untuk mempercepat pembangunan Papua dan untuk menurunkan harga sandang pangan yang mahal.

Exit mobile version