Indonesia Menghindar dari Isu Papua di Pasifik

Diposkan oleh :  on March 5, 2015 at 22:33:47 WP, Jubi

Jayapura, Jubi – Meski kunjungan Menteri Luar (Menlu) Negeri Indonesia, Retno Marsudi ke Papua Nugini (PNG), Kepulauan Solomon dan Fiji bertujuan mempererat hubungan kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara tersebut, namun tak bisa dipungkiri, isu Papua Barat menjadi agenda lain dalam kunjungan ini. Baik di pihak Indonesia maupun di pihak PNG, Kepulauan Solomon dan Fiji.

Media PNG, Fiji maupun Kepulauan Solomon melaporkan bahwa kunjungan Menlu Indonesia di negara mereka erat kaitannya dengan aplikasi baru keanggotaan MSG yang diajukan oleh UMLWP tanggal 5 Februari lalu. Meski isu ini tak muncul secara terbuka, namun O’Neill, Perdana Menteri PNG pada akhirnya mengakui bahwa ia meminta Indonesia untuk mendukung Papua Barat menjadi anggota MSG.

Namun perhatian utama dari kunjungan ini, ternyata bukan tentang hubungan kerjasama Indonesia dengan tiga negara tersebut ataupun aplikasi Papua Barat ke MSG. Media di Pasifik menyoroti sikap dari Menlu Indonesia maupun pemerintah negara yang dikunjungi yang melarang pertanyaan wartawan tentang Papua Barat.

Beberapa wartawan PNG, saat dihubungi Jubi usai sesi konferensi pers, Jumat (27/2/2015) mengatakan mereka dilarang bertanya soal Papua saat sesi konferensi pers, baik oleh pihak Menlu Indonesia maupun Menlu PNG sendiri. Larangan ini dibenarkan oleh Alexander Rheeney, Presiden Dewan Media PNG.

“Faktanya, departemen luar negeri PNG memberikan instruksi kepada wartawan untuk tidak bertanya tentang Papua dalam sesi konferensi pers. Ini sangat disayangkan,” kata Rheeney saat dihubungi Jubi, Rabu (4/3/2015).

Rheeney menambahkan, ia telah mengajukan permintaan klarifikasi kepada departemen luar negeri PNG dan menunggu kesempatan untuk mendapatkan klarifikasi dari Menlu PNG, Rimbink Pato.

“Persoalan Papua Barat akan terus menjadi masalah yang menarik perhatian bukan saja PNG atau anggota MSG saja. Tapi juga negara-negara di Pasifik dan bahkan dunia,”

tambah Rheeney.

Sementara kantor Perdana Menteri (PM) PNG, Peter O’Neill, menanggapi pertanyaan wartawan mengenai larangan bertanya tentang Papua, mengatakan pihaknya memahami bahwa kedua menlu hanya menyampaikan pernyataan pers saja, dan kemudian memberikan kesempatan wawancara “door stop” untuk delegasi media mereka sendiri.

“Ini sering terjadi dalam pertemuan bilateral, kadang-kadang karena karena preferensi bahasa atau protokol isu-isu internasional sering lebih mengemuka daripada isi pertemuan bilateral itu sendiri,”

kata juru bicara kantor PM PNG seperti dikutip The Guardian.

Tak hanya di PNG, di Kepulauan Solomon, bahkan undangan kepada wartawan untuk menghadiri pertemuan antara Menlu Indonesia dengan Menlu Kepulauan Solomon dibatalkan secara sepihak.
“Hanya beberapa menit sebelum pertemuan dimulai, kami diberitahu bahwa kami tak diundang menghadiri pertemuan itu,” kata Ofani Eremae, editor Solomon Star kepada Jubi.

Eremae menyesalkan pembatalan tersebut. Menurutnya, rekan-rekan sesama wartawan di Kepulauan Solomon berpandangan, kunjungan seorang menteri harusnya terbuka pada media.

“Saya yakin, ia (Menlu Indonesia-Red) sedang menghindari pertanyaan tentang Papua Barat,” kata Eremae .

Sementara dalam kunjungan Menlu Indonesia di Fiji, Titi Gabi, direktur Pacific Freedom Forum kepada Jubi mengatakan wartawan Fiji juga tak diberikan kesempatan untuk bertanya tentang Papua.
“Pertanyaan tentang Papua Barat diijinkan di Jakarta, mengapa tidak diijinkan di Port Moresby, Honiara dan Suva?” tanya Gabi.

Ditambahkan oleh Gabi, laporan larangan pada wartawan untuk bertanya tentang Papua Barat dalam sebuah sesi konferensi pers adalah salah satu contoh Indonesia sedang menghindar dari akuntabilitas tentang Papua Barat.

Larangan pada wartawan ini juga mengundang reaksi dari organisasi wartawan Indonesia juga. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Arfi Bambani, dalam siaran pers bersama International Federation of Journalist (IFJ) mengatakan AJI menyesalkan tindakan Menteri Luar Negeri Indonesia yang menolak akses informasi tentang Papua.

“Ini bisa memperluas informasi yang salah tentang Papua dan menciptakan kekhawatiran lebih lanjut mengenai kebijakan luar negeri Indonesia. Pembungkaman juga memperkuat fakta ada penyimpangan di Papua, bahwa ada pelanggaran hak asasi manusia dan pembungkaman kebebasan berbicara,”

kata Sekjen AJI Indonesia.

Wakil Direktur IFJ Asia Pasifik, Jane Worthington menambahkan bahwa membatasi pertanyaan ada wartawan adalah “serangan” pada kebebasan berekspresi dan juga hak publik atas informasi.

AJI dan IFJ mengakui Papua tetap menjadi perhatian dalam hal pelanggaran hak asasi manusia serta pembatasan represif pada wartawan lokal dan asing yang mencoba untuk membuat liputan di Papua. Dua organisasi wartawan ini menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses informasi tentang Papua dan mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa pembatasan informasi hanya menciptakan spekulasi negatif di mata masyarakat global.

Menjelang dan saat kunjungan Menlu Indonesia ke tiga negara anggota MSG, serta Australia dan Selandia Baru, media-media di Pasifik memberitakan dukungan rakyat negara-negara tersebut baik pada aplikasi Papua Barat untuk menjadi anggota MSG, penyelesaian persoalan HAM hingga kemerdekaan Papua Barat.

Di Suva, Fiji, Ecumenical Centre for Research, Education and Advocacy (ECREA) meluncurkan petisi dukungan pada perjuangan rakyat Papua Barat. Sebelumnya, rakyat Fiji telah menunjukkan dukungan mereka pada Papua Barat melalui aksi solidaritas di Suva, akhir bulan Februari yang dilanjutkan dengan aksi long march. Demikian juga di Honiara, Kepulauan Solomon. Free West Papua Movement’ in Solomon Islands melakukan aksi damai selama kunjungan Menlu Indonesia di ibu kota negara itu. (Victor Mambor)

Exit mobile version