Mahasiswa Kembali Tuntut Penyelesaian ‘Paniai Berdarah’

JAYAPURA – Untuk kesekian kalinya, puluhan mahasiswa Papua dari berbagai universitas di Kota Jayapura mendatangi kantor DPR Papua, Rabu (18/2). Massa yang dikoordinir Septi Modga itu menuntut para legislator mendorong penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan empat warga sipil di Paniai (baca: ‘Paniai Berdarah’) pada 8 Desember 2014 lalu.

Massa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya berbunyi ‘Presiden RI, TNI. Polri Segera Mengungkap Pelaku Penembakan Paniai’.

Dalam orasinya Septi mengungkapkan bahwa Jokowi telah berjanji akan mengusut pelanggaran HAM di Papua, namun sampai kini belum jelas, sehingga meminta DPR Papua menjelaskan dan terbuka kepada masyarakat hasil investigasi yang dilakukan TNI/Polri di lapangan.

Adapun pernyataan sikap mereka antar lain, Kapolda Papua, Pangdam, Gubernur dan DPR Papua segera usut kasus penembakan. “Semua tim investigasi yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif segera mempertanggungjawabkan hasilnya di hadapan keluarga korban. Kami akan terus menuntut hingga kasus ini tuntas,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Fisip Uncen, Pontius Omoldoman dalam orasinya mengungkapkan, peristiwa penembakan di Kabupaten Paniai yang mengakitbatkan 4 warga sipil dibiarkan oleh Pangdam dan Kapolda terhadap pelaku penembakan tersebut.

“Kami tidak akan berhenti menyuarakan jika Pangdam dan Kapolda serta DPR Papua tidak menseriusi penembakan. Keluarga kami. Jika dianggap bagian dari NKRI, kenapa aparat harus meneror dan membunuh rakyat Papua tanpa jelas. Kami bukan bagian dari NKRI karena hak-hak kami selaku orang Papua diambil alih,” katanya disambut baik para pendemo lainnya.

Ia menyatakan, jikalau aparat pemerintah, Kodam, Polda Papua, Kodam dan DPRP, mempunyai hati dengan rakyat Papua maka tidak seharusnya membiarkan rakyat menderita dan berada dibawa penyiksaan serta penindasan.

Pontius Omoldoman juga menandaskan bahwa pernyataan Kapolda Papua yang meminta menggali mayat korban penembakan itu ditolak secara tegas, karena menggali mayat sama saja melanggar hukum adat di Papua, lebih khusus di daerah Paniai.

“Kami tau bahwa negara ini adalah negara hukum. Tapi, kenapa seseorang pelaku penembakan yang tak lain aparat itu sendiri dibebaskan dan tidak mau diungkap. Kami hanya butuh kejujuran, dan keadilan di negara ini” ungkap Pontius.

Salah satu anggota DPR Papua yang menemui massa, Tan Wie Long mengatakan, keprihatinan dari mahasiswa atas meninggalkan 4 warga Sipil di Paniai, DPR Papua juga turut prihatian atas peristiwa itudan kasus yang terjadi di Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM. Kemudian apa yang diduga Mahasiswa bahwa penembakan itu adalah TNI/Polri, DPRP juga punya hal yang sama.

“Perisitwa penembakan di Paniai, kami dari tim investigasi DPR Papua sudah melakukan semua tahapan yakni, langsung turun ke lapangan, baik menemui keluarga korban untuk memintai keterangan serta melakukan tatap muka dengan tokoh agama, dan tokoh adat. Hasilnya sudah melakukan telaah namun kami tidak menjastis siapa pelaku karena kami tidak punya kewenangan dan tidak punya keahlian,”

ucapnya.

Kata dia, DPR Papua tidak tak bisa menuduh siapa pelaku karena itu bukan ranah kami, tapi hasil investigasi kami, apa yang diduga mahasiswa saudara-saudara mahasiswa itu juga yang kami duga. Bahwasanya oknum TNI/Polri. “Tapi kami lagi menunggu dari pihak berwenang. Kami sudah menyurati Kapolda dan Pangdam untuk bertemu, tapi ketika mau rapat dengar pendapat, mereka ke Timika,” kata Tan Wie Long.

Katanya, DPR Papua juga mempertanyakan sampai kapan penyelesain kasus itu. Parlemen Papua juga masih menunggu, sehingga meminta kepada mahasiswa dan masyarakat bersama-sama mendorong penyelesaian kasus itu.

“Kalau nanti tak ada hasil, kami tim investigasi meminta ketua DPR Papua menindaklanjuti ke lembaga lebih tinggi. Apa yang jadi tuntutan adik-adik kami juga prihatin dan ingin kasus itu segera terungkap siapa pelaku. Silahkan koreksi kami, dan kritik kami demi mencapai tujuan yang diinginkan rakyat Papua. Kami akan terus kawal ini,”

ucapnya.

Ditempat yang sama, Laurenzus Kadepa pernyataan Kapolda Papua untuk menggali Mayat para korban penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai dengan alasan untuk dilakukan Visum atau otopsi bukan solusi. “Penggalian Mayat sangat bertentangan dengan adat istiadat Suku Mee. Kami hanya tanggap dan Kapolda dan Pangdam siapa pelaku penembakan itu bukan dengan cara melakukan penggalian mayat,” ungkapnya. (loy/don/l03)

Souece: Jum’at, 20 Februari 2015 10:44, BinPa

Exit mobile version