Eks Pengungsi PNG Pertanyakan Dana Bantuan Perumahan Rp7 M

JAYAPURA – Rencana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua memulangkan sekitar 30 ribu pengungsi di PNG, nampaknya turut menjadi perhatian Community Relation West Papua Interesy Associatin, juga eks Pengungsi Tahun 2000, dan Forum Pengungsi Tahun 2000.

Community Relation West Papua Interesy Associatin, juga Pengungsi Tahun 2000, yaitu, Billy Fonataba, mengatakan, rencana pemerintah untuk memulangkan 30 ribu pengungsi di PNG sebaiknya ditunda dulu pelaksanaannya.

Pasalnya, 900 ribu pengungsi yang dipulangkan dari PNG pada Tahun 2000 sampai kini masih menyisakan persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian untuk diselesaikan secara tuntas. Diantaranya, hingga kini 900 ribu pengungsi tersebut masih belum memiliki rumah tetap, karena kebanyakan masih tinggal menumpang keluarganya dan tinggal di rumah kontrakan.

“Kami yang dipulangkan secara resmi oleh Pemerintah Pusat dan Badan Urusan Pengungsi PBB yaitu Komisi UNHCR, tapi hidup kami tidak sesuai dengan janji yang kami dengar Pemerintah sampaikan kepada kami saat kami masih di PNG,” ungkapnya saat bertandang ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Minggu, (17/1).

Dijelaskannya, pasca pemulangan 900 ribu pengungsi dari PNG, Badan Urusan Pengungsi PBB memberikan bantuan dana untuk membangun perumahan dan kesejahteraan pengungsi yang disalurkan lewat Yayasan Gereja Katolik ketika itu Uskupnya adalah Mgr. Herman Moning Of, namun oleh Pemerintah Indonesia menyampaikan bahwa dana tersebut harus dikembalikan, karena jangan sampai dana itu digunakan untuk membeli senjata atau urusan politik dan lain-lain.
Selanjutnya, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana Rp7 M untuk perumahan rakyat bagi pengungsi. Dana dimaksud itu diterima oleh Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, dibawah kepemimpinan Kepala Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, Felix Suryanto. Hanya saja, sampai sekarang dana Rp7 M tersebut tidak pernah digunakan untuk pembangunan perumahan dan kesejahteraan eks pengungsi, bahkan dana tersebut tidak diketahui keberadaannya sama sekali.

“Dana Rp7 M itu, pernah kami sampaikan kepada Kepala Kesbang Pol Provinsi Papua Tahun 2006, Kolonel. Drs. Wempi Wola, tapi jawabannya tidak tahu menahu soal uang itu dan Bapak Wempi Wola bilang bahwa silakan tanyakan ke Kepala Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, Felix Suryanto,” ujarnya.
Atas ketidakjelasan penggunaan dana tersebut, dirinya bersama rekan-rekannya meminta Polda Papua dan Kejati Papua agar segera melakukan penyidikan dan penyelidikan guna anggaran ini untuk dipetanggungjawabkan penggunannya secara jelas.

“Jangan pengungsi jadi obyek untuk oknum pejabat pemerintah untuk mencari keuntungan pribadi,” terangnya.

Sementara itu, koordinator Kesejahteraan Pengungsi PNG asal Papua, Abihud Waromi, menandaskan, Tahun 2006 ketika ada pertemuan Dinas Kesejahteraan dan Masyarakat Terisolir Sosial Provinsi Papua, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dan Bappeda Provinsi Papua dengan pengungsi dan dijanjikan para pengungsi di bangun perumahan Tipe B di Moso, lagi-lagi tidak ada realisasinya.

Senada dengan itu, Perwakilan Pengungsi dari Kabupaten Merauke, Willem Kenot, menuturkan, pada Tahun 2012 dan Tahun 2013, pihaknya memasukan proposal ke Pemerintah Kabupaten Boven Digoel untuk pengungsi di Distrik Mindiptama untuk perumahan rakyat, tapi tidak ada realisasi bantuan.

“Pertanggungjawabkan dulu persoalan lama, baru pulangkan 30 ribu pengungsi itu. Jadi Pemerintah Provinsi Papua, harus evaluasi kembali hak-hak pengungsi, karena pengungsi yang pulang di kampungnya sendiri, seolah-olah sebagai warga asing. Badan Perbatasan datang ambil data-data dengan manis-manis, namun tidak ada buktinya. Pemda Provinsi Papua, jangan tanggapi Martinus Tolib punya pernyataan,” tapi kenyataannya untuk kepentingan pribadi,” tukasnya.(Nls/don)

Source: Senin, 19 Januari 2015 06:55, BinPa

Exit mobile version