Otsus Plus sudah Dihapus NKRI, yang Ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus

Menanggapi hebohnya kampanye para pejabat pemerintah Provinsi Papua dan provinsi Papua Barat beserta segenap pejabat Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Rakyat Papua dalam pemerintahan kolonial Indonesia yang menggebu-gebu memohon dukungan doa dan berharap NKRI mengabulkan permintaan mereka ditanggapi oleh Amunggut Tabi, Secretary-General dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP). Katanya, “Otsus Plus sudah Dihapus NKRI, yang Ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus“.

Dalam Press Release yang diterima PMNews yang disampaikan lewat email langsung disampaikan bahwa sesungguhnya Otonomi kolonial NKRI untuk tanah dan bangsa Papua sudah diberikan berulang-ulang dari sejak 1960-an sampai saat ini, dan dalam semua kasus pelaksanaan Otonomi di Tanah Papua selalu gagal. Menurut Tabi,

Gubernur Papua, Ketua DPRP dan Ketua Majelis Rakyat Papua tidak punya rasa malu, tidak tahu malu dan tidak punya naluri manusiawi. Mereka bicara menggebu-gebu, minta doa orang Papua, bersemangat seolah-olah mereka sedang memperjuangkan sesuatu yang pernah dimintakan oleh orang Papua.

Orang Papua tidak pernah, tidak akan pernah dan tidak akan mungkin minta Otsus ditambah. Otsus sudah cukup banyak berlaku di tanah ini dan semuanya sudah gagal. Dan karena itu semua sudah ditolak rakyat Papua.

Bilang saja ini perjuangan untuk kursi kepemimpinan kami, untuk kepentingan perut kami. Jangan pakai nama rakyat Papua. Memalukan!

Dalam pernyataan yang sama, Gen. Tabi mengutip arahan umum dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda,

Jadi, anak-anak semua harus belajar dari kesalahan. Kamu belajar minta yang bisa dikasih oleh penjajah. Makanya jangan minta banyak-banyak, minta secukupnya saja, yang bisa dia kasih. Dia datang ke Tanah Papua bukan untuk memberi, tetapi untuk mengambil, mencuri dan merampas. Jangan minta kepada pencuri tinggalkan sisah untuk Anda.

Kemudian Gen. Wenda melanjutkan menyangkut istilah Otsus Plus,

Jangan minta kepada penjajah sesuatu yang melebihi kemampuan penjajah untuk kasih. Minta yang bisa dikasih saja. Kalau tidak dikasih karena tidak bisa, baru nanti anak-anak sendiri yang darah tinggi naik, jatuh pingsan. Jangan terlalu semangat minta UU Otsus Plus. Otonomi yang ada sekarang itu Otsus Minus, karena waktu untuk Plus sudah lewat, sekarang sudah era Otsus Minus.

Ini anak-anak Lani semua jadi gubernur, jadi Ketua DPRP, jadi Ketua MRP, baru tidak tahu malu. Pejabat kolonial Gubernur Papua Barat, Ketua DPRPB dan Ketua MRPB tidak semangat, tidak minta-minta doa, tapi anak-anak ini macam mereka punya negara saja minta-minta orang Papua berdoa. Berdoa tentang apa? Tentang Otonomi yang sudah di-minus itu? Berdoa kepada Tuhan yang mana? Anak-anak saya ini tidak tahu malu. Saya berdoa Tuhan beri mereka hikmat dan kebijaksanaan untuk memahami apa yang mereka perbuat ini sebenarnya berguna atau tidak untuk tanah dan bangsa Papua. Saya harap anak-anak saya tidak terus-menerus bikin kacau Tanah dan bangsa Papua. Harus punya rasa malu, lihat gubernur, ketua DPR dan Ketua MRP dari suku lain, mereka ada nonton kamu, mereka ada tertawa kamu, mereka ada rasa geli lihat kamu punya cara main seperti ini.

General Tabi dalam pernyataan yang ditanda-tanganinya an. Panglima Tertinggi Komando Revolusi menyatakan kembali,

Kalau berjuang untuk pribadi dan kelompok, bilang saja begitu. Kalau berjuang untuk orang Papua, mana buktinya? Menjadi gubernur, menjadi Ketua DPRP, menjadi ketua MRP itu artinya berjuang untuk tanah Papua dan bangsa Papua? Anda berjuang untuk kejayaan dan kelanggengan kekuasaan penjajah NKRI di atas tanah dan bangsa Papua! Anda bagian dari penjajah! Anda melayani keinginan penjajah! Jangan menipu diri sendiri! Anda tahu bahwa Anda bukan mewakili bangsa Papua dan tidak bekerja untuk tanah Papua.

Dalam menutup pernyataanya ditegaskan

Otsus Plus sudah dihapus NKRI, yang ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus. Dari semua UU Otsus dan kebijakan otonomi yang pernah ada, semuanya sudah gagal, semuanya sudah ditolak rakyat Papua dan tanah Papua. Kalau guber

Exit mobile version