Marinus: Perdasus 14 Kursi Suatu Kebohongan yang Menipu Orang Papua

JAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Sosial Politik dan HAM FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Perdasus 14 kursi Otsus di DPRP adalah suatu produk hukum daerah yang hanya menipu dan membohongi orang Papua.

Perdasus ini tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat karena sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Anggota Legislatif No 8 Tahun 2012 di Indonesia. Sebab, dalam sistem perundang-undangan Indonesia, tidak mungkin aturan hukum yang dibawah bertentangan dengan aturan hukum yang diatasnya.

Kalau Perdasus 14 kursi ini merupakan breakdown dari pasal 6 ayat 2 UU No 21 Tahun 2011 tentang Otsus Papua yang berbunyi DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka perlu menjadi perhatian orang Papua bahwa kalimat ‘berdasarkan peraturan perundang-undangan’ yang dituliskan ini, merujuk pada Undang-Undang Pemilu Legislatif No 8 Tahun 2012.

“Dalam No 8 Tahun 2012 ini, sudah tidak ada kalimat ‘anggota DPR dipilih dan diangkat’ yang ada cuma kalimat anggota DPR dipilih oleh partai politik peserta pemilu,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (18/8).

Dengan dasar inilah, yang menjadi salah satu alasan perlu dilakukannya rekonstruksi UU No 21 Tahun 2001 karena banyak materi hukumnnya sudah kadaluwarsa atau sudah bertentangan dengan produk-produk perundang-undangan RI yang baru.

Dengan dasar ini, dirinya memastikan bahwa nasib 14 kursi ini hanyalah pekerjaan sia-sia anggota DPRP di masa akhir tugas mereka. Produk hukum daerah yang buang-buang uang rakyat karena sudah tentunya akan dimentahkan di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Bahkan lebih menyakitkan lagi, dalam UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua sudah tidak ada kalimat ‘DPRP dipilih dan diangkat’ yang hanyalah kalimat ‘anggota DPRP Papua dipilih oleh partai politik peserta pemilu.

Dengan demikian, Perdasus14 kursi ini satu-satunya produk yang tidak akan laku dijual di pasar karena tidak tahu gunanya untuk apa. Satu-satunya cara yang menurut hematnya adalah harus segera ditempuh oleh DPRP dan MRP ialah kembali lagi melakukan judicial review terhadap pasal 6 ayat 2 UU Otsus Papua tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan Juriprudensi hukum baru selama UU Otsus Papua masih berlaku.

“Kalau sampai UU Otsus Papua diganti dengan UU Otsus Plus, maka sudah tidak ada ruang lagi untuk hak istimewa 14 kursi Otsus orang asli Papua di DPRP. Jadi sekali lagi selama UU Otsus Papua masih berlaku, segera lakukan Judicial Review ke MK, kalau tidak maka Perdasus 14 kursi yang sudah dibuat DPRP yang diserahkan ke MRP hanyalah produk hukum yang sudah layu yaitu mati sebelum berkembang,” tandasnya. (Nls/don/l03)

Selasa, 19 Agustus 2014 15:10, Binpa

Exit mobile version