5 Menteri MSG Akan ke Papua

English: Coat of arms of Republic of West Papu...
English: Coat of arms of Republic of West Papua Bahasa Indonesia: Lambang Republik Papua Barat Русский: Герб Республики Западное Папуа (Photo credit: Wikipedia)

Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M Tito Karnavian M.A., Ph.D., saat bersalaman dengan sejumlah Pejabat teras usai melakukan pertemuan di ruang Raputama, Jumat (10/1) kemarin. JAYAPURA – Sebelum kedatangan 5 menteri luar negeri (Menlu) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua dalam waktu dekat, Kapolda Papua. Irjen (Pol) Drs. M Tito Karnavian M.A., Ph.D., menggelar tatap muka dengan Kasdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Hinca Siburian mewakili Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Crhistian Zebua di ruang raputama, Mapolda Papua, Jumat (10/1) petang.

Dalam pertemuan tertutup yang dipimpin langsung Kapolda dengan dihadiri sejumlah pejabat teras di Mapolda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih berlangsung kurang lebih empat jam tersebut. Selain membahas kedatang MSG, juga membahas tentang peristiwa di daerah Kabupaten Puncak Jaya dan di daerah Timika.

Juru bicara Polda Papua, Kombes (Pol) Pudjo Sulistyo S.IK., menjelaskan, bahwa dalam pertemuan salah satu utama yang dibahas terkait rencana kedatangan lima Menlu MSG ke Indonesia, terutama di Papua yang rencana, kedatangan mereka belum bisa dipastikan.

Kedatang MSG ke Papua, kata Kabid Humas, berdasarkan hasil komunikasi yang sudah dilakukan pada bulan Juni lalu oleh MSG, termasuk Indonesia, sehingga dari rencana tersebut akan datang ke Indonesia dan juga akan datang ke Papua, yang rencananya akan berkunjung di Jayapura, Manokwari dan Sorong.

“Tujuan utama MSG datang ke Papua untuk mengecek pengamanan dan serta perkembangan di Papua maupun di Papua Barat, hanya saja masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Jakarta tentang jadwal kedatangan mereka ke Papua,” ujarnya.

Apakah kedatangan mereka membahas isu di Papua yang selama ini berteriak untuk merdeka, Kabid Humas mengemukakan bahwa kedatangan mereka tidak lain melihat pembangunan yang ada di tanah Papua.

“Memang itu isu yang terungkap selama ini, namun kedatangan mereka hanya untuk melihat perkembangan pembangunan, yang mana seluruh stakeholder, baik masyarakat Papua asli maupun pendatang yang lama di Papua diberikan kesempatan yang sama untuk diberikan pembangunan, terutama dalam bidang bidang pendidikan, kebudayaan, agama, ekonomi komunikasi dan lain sebagainya,”

ujarnya.

Juga Disikapi Kelompok Organisasi Papua Merdeka

Rencana kedatangan delegasi Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua Barat juga turut disikapi rakyat Papua Barat dan kelompok organisasi Papua Merdeka (OPM).

Juru Bicara TPN OPM, Jonah Wenda, mengatakan, beberapa hari terakhir, pihaknya mendapat informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya bahwa delegasi Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) atau Misi Para Menteri Luar Negeri Negara-Negara Melanesia, telah diundang oleh Pemerintah Indonesia untuk mengunjungi Papua dan Indonesia (Jakarta).

Undangan ini merupakan hasil kesepakatan yang telah dituangkan kedalam Komunike Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG di Noumea pada 21 Juni 2013 lalu. Dimana pada point 20 dan 21 Komunike KTT MSG disebutkan bahwa delegasi FMM yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Fiji akan mengunjungi Jakarta dan kemudian ke Papua dalam Tahun 2013 berdasarkan undangan dari pemerintah Indonesia.

“Kunjungan delegasi FMM-MSG dimandatkan untuk menyoroti isu pelanggaran HAM di Papua. Namun, hingga kini, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan rencana kunjungan delegasi FMM-MSG. Kami sendiri mendapat informasi bahwa pada 12 Januari 2014, delegasi FMM-MSG akan tiba di Jakarta. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak mengijinkan delegasi FMM-MSG untuk mengunjungi Papua. Jika delegasi FMM-MSG tidak mengunjungi Papua, maka upaya untuk menyoroti persoalan HAM di Papua tidak akan berjalan secara maksimal,” ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Aula P3W Padang Bulan Sosial, Jumat, (10/1).

Dijelaskannya, sebelum Komunike KTT MSG ditandatangani, Pemerintah Vanuatu danpimpinan Front Pembebasan Nasional Sosialis Kanak (FLNKS) sangat khawatir dengan sikap Pemerintah Indonesia yang akan menutupi semua kasus pelanggaran HAM yang mereka lakukan terhadap rakyat Papua Barat. Kekhawatiran tersebut Nampaknya akan segera terbukti, yang mana pemerintah Indonesia masih bersikap tertutup dan membatasi kunjungan delegasi FMM-MSG ke Papua Barat.

Pada dasar itu, mengacu pada situasi yang berkembang seperti dipaparkan diatas, maka pihaknya mengeluarkan pernyataan, berupa, (1) mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk segera memberikan klarifikasi secara terbuka kepada rakyat Papua Barat, terkait rencana kunjungan delegasi FMM-MSG ke Jakarta maupun Papua. (2). Menyarankan delegasi FMM-MSG yang berkunjung ke Papua agar bertemu dengan Perwakilan Rakyat Papua Barat yang memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan Bangsa Papua Barat. (3) Menyarankan delegasi FMM-MSG yang berkunjung ke Papua untuk bertemu dan mendengar langsung kesaksian dari para korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

“Dalam kesempatan yang baik ini, kami juga ingin menghimbau kepada seluruh rakyat Papua Barat agar mempersiapkan mobilisasi umum dalam rangka menyambut delegasi FMM-MSG. Tata cara penyambutan harus dilakukan sesuai dengan tradisi sopan-santun adat dan budaya Melanesia,”

bebernya.

Lanjutnya, jika Pemerintah Indonesia Gentelmen, harus terbuka untuk delegasi datang ke Papua lihat kondisi yang ada, bahwa ini Pemerintah Indonesia sudah 50 tahun membangun Papua dan ini hasil pembangunannya. Tetapi bila tertutup, berarti itu ada sesuatu yang disembunyikan.

Ditempat yang sama, Ketua Panitia Penjemputan Delegasi FMM MSG, Pdt. Benny Jantewo, menandaskan, soal ketidakjelasan kedatangan delegasi FMM MSG, itu pihaknya mempertanyakan kepada Pemerintah Indonesia, bagaimana konsekuen dengan niat baik Pemerintah Indonesia, karena kesepakatan KTT Nomea itu delegasi MSG datang ke Papua atas permintaan Pemerintah Provinsi Papua.

“Mau tanya Jakarta konsekuen ataukah tidak atas permintaan mereka di KTT Nomea. Kami berterima kasih Pemerintah Indonesia yang mana waktu pertemuan di Nomea ada pertemuan untuk hadir, ini sesuatu yang bagus, karena mau keterbukaan, cuma kami kecewa, karena waktu 6 bulan lalu Juni 2013-23 Desember 2013, ini sudah lewat baru muncul pernyataan bahwa mau ke Papua, ini jelas tidak ada konsekuensi atas permintaan sendiri dalam forum resmi negara-negara di MSG,”

paparnya.

Meski demikian, namun, jika pada 12 Januari 2014 delegasi FMM MSG ini benar-benar hadir, maka harus ada koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan pihaknya selaku masyarakat adat yang sudah siapkan diri untuk penyambutan kedatangan delegasi Menteri Luar Negeri MSG itu. Akan tetapi bila belum ada kepastian, maka pada Senin, (13/1) pihak akan bertemu Gubernur, DPRP, MRP, Kapolda Papua dan Pangdam, untuk mencari tahu kepastian kedatangan para delegasi, karena apapun Gubernur perpanjangan tangan pemerintah pusat, dan tujuan kedatangan MSG ke Papua sehubungan dengan pelanggaran HAM.

“Kami masyarakat adat sebagai korban HAM tidak bisa kerja sendiri, juga Pemerintah Indonesia bekerja sendiri-sendiri, tapi kita semua bekerja sama-sama untuk melihat masalah ini secara bersama-sama pula. Kesepakatan Nomea kan itu atas undangan Pemerintah Indonesia, maka penyambutan perlu kita siapkan, supaya kehadiran mereka delegasi menjadi ragu. Kerjasama itu perlu supaya situasi dilapangan tidak terjadi kendala, ini perlu yang kita bicara agar rakyat tidak menjadi soal,”

katanya lagi.

Ditandaskannya, pada situasi akhir-akhir ini, persoalan seperti ini sudah diatur sedemikian rupa oleh pihak lain sehingga menghalangi para korban HAM untuk hadir memberikan kesaksian dalam pertemuan kedatangan FMM-MSG tersebut.

Menurutnya, harusnya korban pelanggaran HAM perlu didengar kesaksian para korban HAM tidak hanya untuk delegasi MSG, tapi juga harus didengar Pemerintah Indonesia juga, Polda dan Kodam juga harus dengar, karena yang melakukan pelanggaran HAM adalah pihak Polisi/TNI. Dengan kata lain semua harus terbuka saja, siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus pelanggaran HAM itu, apalagi persoalan HAM ini sudah memicu sampai di dunia internasional.

“Kita harus terbuka dan main kucing-kucingan dan sembunyi-sembunyi , ini kan perjuangan kami. Kapolda pernah menyatakan larangan senjata boleh, tapi perjuangan damai boleh dilaksanakan jadi ini bagian kami, jadi kenapa kita tidak sama-sama luruskan masalah, siapa benar dan siapa yang salah,”

tukasnya.

Untuk penyambutan sendiri, pihaknya akan menyambut para delegasi dengan adat budaya Malanesia. Tarian adat dan suling bambu, tambur di Bandara Sentani, dan itu sebuah penghormatan terhadap saudara-saudara sesama Malanesia di Pasifik Selatan yang tidak dibayangkan akan datang ke Papua.

Tentunya kedatangan para delegasi tersebut untuk melihat pembangunan di era Otsus dan sebelumnya, apakah selama ini Pemerintah Indonesia betul-betul membangun Papua ataukah tidak. Dan jika protokoler Pemerintah Provinsi Papua setuju, maka para delegasi diarahkan untuk survei dari Kemiri sampai Pasir 2, Distrik Jayapura Utara untuk melihat pembangunan, apakah ada pemberdayaan ekonomi orang asli Papua, apakah ada Mall orang asli Papua, apa ada bengkelnya, rumah makannya, atau masih jualan pinang di pinggir jalan.

Kemudian, perlu bertemu dengan dengan Komnas HAM Papua untuk melihat dan mendengar langsung pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Dan dalam era Otsus ini akan ada yang mengamanatkan bahwa perlindungan terhadap orang asli Papua. Dalam rangka perlindungan itu diarahkan paling tidak MSG bertemu dengan KPA Provinsi Papua dengan rumah sakit bahwa berapa orang asli Papua yang menjadi korban HIV/AIDS, ini supaya jelas bahwa kedepannya Papua ini jelas ataukah tidak, ini terbuka saja, karena rakyat Papua ingin tidur diatas tanah ini, bukan untuk hancur.(loy/Nls/don/l03)

Sabtu, 11 Januari 2014 06:56, BinPa

Exit mobile version