Balada Negeri “Baku Tawar”

Editorial BintangPAPUA.com

Isu demi isu terus mengemuka di media, masalah demi masalah terus menumpuk di benak masyarakat awam, seakan – akan negeri ini penuh dengan 1001 macam masalah, lantas kita semua dibuat bertanya – Tanya apa yang dilakukan oleh para petinggi dan penguasa di negeri ini ? Mengapa masih seperti ini ? begitu sulitkah menyelesaikan tumpukan masalah yang menyelimuti negeri ini, tidak di pusat tidak di Papua, tidak di tingkat kabupaten.

Masalahnya kita ketahui, penyebabnya teridentifikasi, tapi yang kurang adalah kesungguhan dan keseriusan para penguasa untuk menuntaskan masalah tersebut dalam tempo yang sesingkat – singkatnya, kebiasaan menunda – nunda pekerjaan dan masalah masih menjadi budaya bangsa kita.
Kalau bisa lama kenapa harus dipercepat ?? atau kalau bisa di persulit kenapa harus di pergampang, jadi semua berkelakuan aji mumpun dan terkesan tumpukan masalah itu dibiarkan menjadi sebuah bom waktu yang sewaktu – waktu dapat di ledakkan dan menjadi pemicu bagi upaya – upaya pengelabuan terhadap public atas sebuah kepentingan besar yang harus disembunyikan esensi dan substansinya.

Di tingkat pusat, jejalan masalah mulai dari kompor gas, century, DPR yang malas, sampai dengan iring – iringan rombongan Presiden yang membuat jalanan tambah macet hanya sebatas wacana, tidak ada kesungguhan dari pemerintah untuk menuntaskannya hingga tuntas … tas … tas.

Di tingkat Provinsi Papua, persoalan Otsus, Referendum, MRP,Freeport, keamanan di Puncak jaya yang tidak pernah usai,  dan sejumlah kebijakan – kebijakan lainnya masih menjadi satu tumpukan persoalan yang tidak pernah habis – habisnya di perdebatkan, karena tidak ada kesungguhan dan keseriusan dari pemerintah menuntaskannya.

Di tingkat kabupaten, persoalan pemekaran yang tidak memberikan dampak signifikan, aspirasi pemekaran, masalah pemilukada, dan seabreg masalah lainnya termasuk masalah terror kepada wartawan juga menjadi tumpukan masalah yang belum tertangani.

Itu semua karena kita terjebak pada rutinitas kehidupan dan keseharian kita, kita terbiasa
berasumsi bahwa masalah – masalah yang muncul adalah dinamika, sehingga tidak perlu terlalu di risaukan, kita melihat apa yang terjadi di semua tingkatan adalah proses pembelajaran yang tidak perlu terlalu di khawatirkan selama tidak mengganggu kepentingan kita.

Pandangan – pandangabn picik semacam inilah yang membuat Negeri ini menjadi  negeri 1001 masalah, untuk lepas dari masalah ini tidak ada cara lain selain apa yang di tuliskan Pong Harjatmo di atasp Gedung MPR beberapa waktu lalu, JUJUR, ADIL dan TEGAS.

Kalau ketiga sikap ini tidak ada pada mental dan cara piker pengelola negeri ini, maka selamanya negeri ini akan menjadi negeri 1001 masalah, jadi tidak ada cara lain, dari sekarang kita harus jujur melihat masalah yang ada dengan merujuk pada ketentuan peraturan (hukum) yang ada, jangan lagi hokum kita belokkan demi kepentingan yang mampu membayar.

Pengelola negeri harus adil terhadap rakyatnya, bukan adil terhadap kroni dan kepentingan kelompoknya saja, karena rakyat tidak menuntut harus sama banyak dengan yang didapatkan oleh para penguasa dan pejabat, rakyat hanya minta standarisasi kesejahteraan yang relative tidak memberatkan, rakyat tidak minta dilayani dan diperlakukan seperti raja, tapi cukup dengan murahkan harga, mudahkan anak – anak sekolah, sediakan dokter dan obat disaat mereka sakit, dan jangan bodohi dan bohongi mereka.

Satu hal lagi yang hilang dari mental para penguasa negeri ini adalah KETEGASAN, kita sudah tidak berani tegas kepada anak buah yang melanggar, kita tidak berani menindak bawahan yang berlaku curang apalagi bila bawahan kita itu adalah bagian dari tim sukses kita menduduki kursi kekuasaan kita, karena tidak adanya ketegasan itulah semuanya di buat mengambang, dan penguasa berpikir, biarkan rakyat berkicau, kalau mereka capek, pasti akan berhenti dengan sendiri.

Demokrasi yang kita kembangkan masih demokrasi tuli, karena semua rakyat di berikan kebebasan seluas – luasnya untuk bersuara tapi tidak ada kemauan dari penguasa untuk mendengarkan dan mewujudkannya dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. (***)

Exit mobile version