Orang Papua Berbicara, Pasti Dihukum

JUBI — Ketua Dewan Adat Propinsi Papua (DAP) Farkorus Yaboisembut, mengatakan hukum di Indonesia perlu dibenahi. Setidaknya untuk meminimalisir terjadinya penembakan warga sipil di Papua oleh Polisi dan TNI.

“Jadi kalau polisi merasa benar dan tindakan mereka sesuai dengan jalur hukum untuk apa harus tersinggung,” tanya Yaboisembut di Jayapura, Rabu (11/8).

Menurut Yaboisembut, pembunuhan Almahrum Theys dan sopirnya, serta tindakan-tindakan yang tidak berperikemanusiaan oleh aparat TNI dan Polri di Papua, telah menunjukkan bahwa mereka sudah terlalu jauh bertindak. “Jadi kalau seorang tokoh gereja berbicara berdasarkan fakta kriminalitas tenatng tindakan sewenang-wenang aparat terhadap warga sipil, itu wajar,” ujarnya.

Lebih lanjut Yaboisembut mengatakan, kalau yang salah harus dibenarkan dan orang yang berbicara benar dihukum berarti ini bentuk pembunuhan karakter warga sipil asli Papua.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan bersama Perwakilan Komnas HAM Papua menyebutkan, sepanjang 2009, kriminalisasi terhadap warga sipil Papua meningkat.

Aparat keamanan dengan mudah mendiskreditkan orang-orang yang dituduh sebagai separatis. Kriminalisasi atas warga yang mengibarkan bendera, pembubaran demonstrasi damai hingga penembakan terhadap Kelly Kwalik adalah cermin absennya kemauan untuk dialog di masyarakat.

Kasus penembakan yang berujung kepada matinya tokoh pembebasan Papua, Kelly Kwalik mengulangi penembakan Abdullah Syafei dan itu adalah pengalaman kegagalan negara menyelenggarakan demokrasi.

Menuduh Kwalik dan organisasinya sebagai ekstremis garis keras yang harus bertanggung jawab untuk setiap jengkal kasus konflik di Papua juga adalah sebuah tuduhan berlebihan. (Marten Ruma)

Exit mobile version