JAYAPURA (PAPOS) -Pesawat Twin Other milik perusahaan penerbangan Trigana Air, Jumat (20/2) pagi kemarin, tergelincir saat pendaratan di bandara Bioga Kabupaten Puncak Jaya. Tidak ada korban jiwa dalam musibah ini, namun insiden itu mengakibatkan ban depan pesawat patah. Hingga kini belum dikatahui persis berapa jumlah penumpang pesawat yang dikemudikan Pilot Hari Wibisono dan co pilot Agung.
Demikian diungkapkan Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Agus Riyanto saat dikonfirmasi wartawan usai acara simulasi pengamanan pemilu di lapangan PTC Entrop, Jumat (20/2) kemarin.
“Memang benar pesawat Twin other milik Trigana tergelincir saat akan melakuan pendaratan, namun sudah bisa dipastikan tidak ada korban jiwa, dan kami juga belum mendapatkan data yang lengkap,” ungkap Kabid Humas.
Pesawat jenis DHC 6 ini adalah pesawat dengan tujuan penerbangan dari Timika menuju ke Nabire, namun karena cuaca saat itu buruk, akhirnya pesawat memutuskan untuk melakukan pendaratan di bandara Bioga.(lina)
Ditulis Oleh: Lina/Papos
Sabtu, 21 Februari 2009
Kalau setiap orang di Dunia ini punya mata dan hatinurani, merka sepatutnya sudah punya kesimpulan bahwa:
1. Alam Papua sudah bergerak, merapatkan barisannya mendukung Manusia Papua;
2. Adat Papua sudah melakukan pekerjaaannya sejak 1 Desember 2004;
3. Silahkan Anda hitung satu per satu peristiwa di NKRI sejak tanggal itu??
4. Kalau tidak bisa, tidak usah berkomentar banyak, baik Papindo maupun NKRI harga mati.
Sampai kapan pesawat-pesawat NKRI, komersial, militer, kapal laut berhenti terkena bencana?
SAMPAI NKRI KELUAR DARI TANAH PAPUA, BUMI CENDERAWASIH!
Mari kita hitung gerakan Alam dan Adat Papua sejak 1 Desember 2004, yang secara khusus telah mengumumkan diri dan melancarkan kegiatannya, di luar dan selain dari kegiatan2 manusia selama ini. Kegiatan mereka ini sudah mencapai puncaknya. Makanya kalau orang Papua di luar negeri (Jawa, Bali, Makasar dll.) disuruh pulang, dengar-dengaran dan pulang.
Jangan sampai Anda mengalami nasib sama dengan teman-teman dari Timor Leste waktu itu yang dibantai oleh mobil2 Palang Merah, Mobil2 bergambar Salib, padahal Kopassus dan BIN menggunakannya untuk membantai teman2 kami di Pulau Jawa-Bali.
Yang tersisah dan masih hidup, dibuang terlantar di NTB, hidup di tenda-tenda, ditolak oleh orang Indonesia, ditolak oleh partai2 dan diabaikan oleh Jakarta.