Pencarian Jejak Penemu Teori Evolusi di Ternate

Ternate (ANTARA News) Ketenangan keluarga Paung Tjandra bakal berubah ketika pencarian jejak naturalis Alfred Russel Wallace, penemu teori evolusi, berakhir di rumah yang mereka tinggali sejak 1974.

Rumah Paung Tjandra di Jalan Nuri, Ternate, diyakini cocok dengan sejumlah informasi yang dikumpulkan Pemerintah Kota Ternate berdasarkan catatan Wallace, terutama keberadaan sumur di samping kanan rumah itu.

Sumur tersebut memang sudah ditutupi lantai semen. Tapi menurut pengakuan sang pemilik rumah, sebagai sumber air sumur itu masih utuh dan letaknya ditandai oleh sebuah pipa yang mencuat di lantai tersebut.

Sumur tersebut mendapat catatan khusus oleh Wallace dalam suratnya kepada Charles Darwin (1858), dengan menyatakan, di tempat tinggalnya di Ternate, dia memiliki sumur yang memenuhi kebutuhan hidup. Bagi dia, sumur itu merupakan barang mewah dan airnya dapat langsung diminum.

Menurut kesaksian sejumlah tetangga, pada 1980an, juga datang sejumlah peneliti dari Inggris dan Jepang yang khusus memeriksa sumur di rumah tersebut.

“Kami mengira, mereka meneliti untuk mencari terowongan ke benteng oranye,” kata seorang ibu tetangga rumah itu.

“Mengapa selalu sumur itu yang diperiksa,” kata ibu itu.

Tapi, Wakil Walikota Ternate Amas Dinsie menolak adanya “sesuatu” di balik pencarian sumur tersebut. Bagi dia, sumur itu merupakan bukti otentik yang dapat menjadi petunjuk tempat tinggal Wallace selama empat tahun di Ternate.

Yang lainnya sudah berubah jauh dari yang digambarkan Wallace. Rumah itu sudah direnovasi menjadi rumah bata pada tahun 1980an. Atapnya juga sudah berganti menjadi genteng, bukan rumbia.

Menurut kesaksian sejumlah tetangga, sumur itu memang terkenal sejak dulu, karena menjadi sumber mata air bagi sebagian warga.

Memang ada sebuah lagi sumur serupa di kawasan yang sama, namun yang tepat dengan gambaran bahwa lokasi rumah hanya lima menit perjalanan ke pasar dengan arah berlawanan dengan gunung, seperti ditulis Wallace, memperkuat keyakinan rumah itulah yang dimaksud.

Selain itu, kata Amas Dinsie, Jalan Nuri merupakan jalan lama, ketika di Kota Ternate belum banyak jalan raya. Dan, sumur lain yang disebut masyarakat sebagai sumur kuno juga, tidak terdapat di pinggir jalan dan tidak cocok dengan kondisi geografis yang disebut dalam catatan Wallace.

Maka, pada Rabu (3/12), halaman rumah Paung Tjandra digali selebar lebih dari satu setengah meter dengan kedalaman sekira semeter. Di sana, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Umar Anggara Jenie, Walikota Syamsir Andili dan wakilnya Amas Dinsie bergantian menanam batu pertama bagi pembangunan Monumen Wallace.

Selesai upacara peletakan batu pertama itu, mereka meresmikan penggantian nama jalan yang melintas di depan rumah itu, dari Jalan Nuri menjadi Jalan Alfred Russel Wallace.

Rumah milik Paung ramai dikunjungi orang. Sang pemilik hanya duduk menyaksikan semua itu dari sebuah kursi plastik di teras rumahnya setelah dia diperkenalkan kepada khalayak oleh Walikota.

Dia mengaku siap melepas rumah itu asalkan harganya sesuai. “Bergaining dulu saja,” katanya.

Inspirasi

Seperti dikutip dalam makalah Dr Abdurrahman Hoda (Universitas Khairun) yang disampai pada pra-simposium “Letter from Ternate”, Wallace menemukan tempat tinggal yang menyenangkan di Ternate setelah berpetualang di Nusantara selama delapan tahun (1854-1862).

Wallace antara lain menulis: “Aku menempati rumah ini selama tiga tahun. Saya sangat senang mempunyai tempat untuk pulang setelah perjalananku ke berbagai pulau di Maluku dan Nugini. Aku bisa mengemasi koleksiku, mengembalikan kesehatanku, dan membuat persiapan untuk perjalanan selanjutnya.”

Selama perjalanan berkeliling nusantara, Wallace mengoleksi ribuan contoh flora dan fauna.

Suatu kali, Wallace jatuh sakit karena malaria dan beristirahat di rumah yang kini dimiliki Paung tersebut. Ketika sakit itulah dia memiliki waktu untuk merenungi semua yang telah dia lakukan dalam pengembaraan intelektualnya.

Di sana pula dia menulis makalah singkat yang di dalamnya menguraikan teori seleksai alam.

Menurut Hoda, dari sana pula Wallace berkorespondensi dengan Charles Darwin mengenai pemikirannya tentang evolusi jenis yang didasarkanoleh seleksi alam yang dikenal dengan teori “Survival Of The Fittes”: siapa kuat dialah yang menang.

Wallace menyatakan keyakinannya bahwa seleksi alam adalah metode utama, bahkan mungkin satu-satunya metode, yang dapat menerangkan teroi evolusi makhluk hidup di bumi. Pernyataan Wallace itu yang kemudian menempatkan dirinya bersama Darwin sebagai penemu teori evolusi.

Tulisan Wallace, bagi Hoda, merupakan inspirasi dan semangat. Setidaknya untuk menjadikan Ternate sebagai pusat observali alam Wallace.

Selain melahirkan teori evolusi selama di rumah itu, Wallace juga memaparkan pengamatannya bahwa di Kepulauan Indonesia terdapat perbedaan besar antara fauna yang hidup di barat dengan yang di timur.

Wallace menempatkan garis imajiner antara Lombok dan Bali dan antara Kalimantan dan Sulawesi. Garis itu sebagai tanda bahwa Kalimantan, Jawa, dan Sumatera dulunya merupakan bagian Asia, Timor, Maluku, Irian, dan Sulawesi pernah menjadi bagian Pasifik-Australia.

Garis itu dikenal dengan Garis Wallace.

Pencarian jejak rumah Wallace dan pra-simposium di Ternate pada awal Desember itu merupakan bagian dari upaya mengenalkan kembali sosok Wallace sebagai penemu teori evolusi.

Itu juga sekaligus mengangkat nama Ternate, sebagai tempat yang ditinggali Wallace dalam pengembaraan intelektualnya. Sebuah rumah di kota itu pula yang disebut Wallace sebagai tempanya menghabiskan hari-hari bahagia.

Semua itu dilakukan untuk mengenang 150 tahun surat yang dikirim Wallace dari ternate kepada Charles Darwin, yang kemudian disebut “Letter from Ternate”.

Bagi Kepala LIPI Umar Anggara Jenie, pencarian jejak ilmuwan Inggris itu di Ternate diharapkan mampu mengajak warga setempat khususnya untuk meneladani sosok ilmuwan besar Alfred Russel Wallace, yang pengembaraan intelektualnya dikota itu memunculkan ide besar yaitu Teori Evolusi.

Pertemuan pra-simposium di Ternate itu kemudian menghasilkan enam poin Deklarasi Ternate.

Satu dari enam poin itu menyebut bahwa masyarakat Ternate merekomendasikan untuk membuat monumen di kota itu sebagai penghormatan atas jasa-jasa Wallace di bidang ilmu pengetahuan.

Itu untuk menghormati semangat kepioniran dalam mengangkat ilmu pengetahuan yang dilakukan Wallace, yang kemudian menghasilkan teori yang fenomenal.

Monumen yang dimaksud dapat berupa pembangunan kembali rumah Wallace dan penetapan nama Jalan Alfred Russel Wallace.

Juga disebutkan, sebagai tindak lanjut dari pra-simposium itu, diserukan kepada masyarakat, khususnya ilmuwan nasional dan intenasional agar, melakukan dan mengembangkan riset di wilayah Ternate untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat. (*)

COPYRIGHT © 2008 ANTARA

PubDate: 05/12/08 16:47

Exit mobile version